Kemenkeu: Kenaikan Tarif Cukai Rokok Bukan untuk Tambah Kas Negara
Merdeka.com - Kementerian Keuangan menegaskan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok rata-rata sebesar 10 persen, bukan untuk menambah penerimaan negara. Alasannya, kenaikan tarif cukai tersebut tidak terlalu besar dampaknya untuk penerimaan negara di tahun 2023 maupun di tahun 2024.
"Penerimaannya (cukai rokok) tidak terlalu sensitif," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu saat ditemui di Hotel Swiss-Belinn, Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/11).
Febrio menjelaskan, pemerintah tidak pernah memprioritaskan penerimaan negara ketika menaikkan tarif cukai rokok. Setiap tahunnya penerimaan dari CHT sudah kuat dan cukup stabil dari tahun ke tahun.
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Bagaimana dampak kemasan rokok polos tanpa merek pada perekonomian nasional? Parahnya lagi, lanjut Nadlifah, usulan Kemenkes untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek tersebut berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat serta menekan perekonomian nasional.
Hal ini tidak terlepas dari terus bertambahnya perokok meskipun tarif cukainya terus naik setiap tahun. Sehingga kenaikan tarif cukai rokok ini tidak ditujukan untuk meningkatkan penerimaan negara.
"Artinya penerimaan ini bukan prioritas nomor satu karena penerimaan dukai cukup stabil dan tidak berubah banyak," kata dia.
Sebaliknya, kenaikan tarif cukai rokok ini ditujukan untuk mengurangi prevalensi perokok anak dan remaja. Selain itu, kenaikan tarif juga ditujukan untuk mengatasi peredaran rokok ilegal.
Dalam beberapa tahun terakhir, tingkat peredaran rokok ilegal sudah menurun dan makin terkendali. Sehingga bisa turun secara signifikan. "Rokok ilegalnya ini sudah tinggal 5 persen , jadi ini enggak banyak lagi," pungkasnya.
Tak Berdampak ke PHK Karyawan
Pemerintah berjanji bahwa kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tidak akan berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja di sektor ini. Sebab kenaikan tersebut telah memperhitungkan dari sisi industri rokoknya.
"Sudah dihitung, (industri rokok) tidak terancam," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu saat ditemui di Hotel Swiss-Belinn, Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/11).
Sebagaimana diketahui, pemerintah baru saja mengumumkan kenaikan tarif (CHT) untuk rokok rata-rata sebesar 10 persen di 2023 dan 2024. Kenaikan tarif tersebut pun membuat para pelaku industri khawatir akan adanya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
Febrio mengatakan dengan adanya kenaikan tarif tersebut justru akan berpotensi menambah alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk Dana Bagi Hasil (DBH) bertambah, dari 2 persen menjadi 3 persen. Diperkirakan tambahannya bisa mencapai Rp6 triliun. Angka ini meningkat dari 2 tahun terakhir yang hanya Rp3 triliun.
"Kan ada DBH CHT Rp6 triliun, nggak mungkin lah PHK," kata Febrio.
Selain itu, Febrio mengatakan berdasarkan UU Harmonisasi Keuangan Pusat Daerah (HKPD) pemerintah akan meningkatkan persentase DBH CHT untuk daerah penghasil cukai. Dari semula hanya 2 persen menjadi 3 persen.
"Ini nanti akan digunakan untuk kesehatan di daerah untuk puskesmas dan biasanya kita lihat buat fasilitas kesehatan," kata dia.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penurunan realisasi penerimaan negara dari cukai rokok menunjukkan adanya tantangan dalam perumusan kebijakan cukai saat ini.
Baca SelengkapnyaBanyak orang beralih ke rokok murah dengan risiko yang lebih berbahaya
Baca SelengkapnyaSetiap orang dilarang menjual produk tembakau secara satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.
Baca SelengkapnyaCukai hasil tembakau terus turun meskipun jumlah perkokok tidak berkurang.
Baca SelengkapnyaPenetapan tarif cukai yang ideal dan tidak eksesif untuk mengurangi perpindahan konsumsi ke rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaPengusaha menyoroti kinerja fungsi cukai yang tidak tercapai sebagai sumber penerimaan negara serta pengendalian konsumsi.
Baca SelengkapnyaBanyak Rokok Murah, Kebijakan Kenaikan Cukai Jadi Tak Efektif Tekan Konsumsi?
Baca SelengkapnyaPemerintah akan mempertimbangkan kebijakan lain terkait cukai hasil tembakau.
Baca SelengkapnyaKondisi penurunan produksi ini juga berdampak terhadap realisasi penerimaan negara dari CHT.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan hasil kajiannya, dia memandang pemerintah semustinya bisa menahan dulu wacana kenaikan cukai rokok di tahun depan.
Baca SelengkapnyaTarget dari Kemenkes di tahun 2030 penurunan jumlah perokok mencapai 5,4 persen di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemerintah menilai, fenomena ini sudah menjadi tantangan dari tahun ke tahun.
Baca Selengkapnya