Kemenperin: Pelemahan Industri Manufaktur Turunkan Pertumbuhan Ekonomi 0,1 Persen
Merdeka.com - Pertumbuhan industri manufaktur nasional yang lesu menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akibatnya, angka pertumbuhan ekonomi selalu tertahan di level kisaran 5 persen setiap tahunnya.
Sekretaris Jenderal Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono mengungkapkan, pelemahan sektor manufaktur saat ini diprediksi bakal memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional di 2019 sebesar 0,1 persen.
"Mungkin pertumbuhan ekonomi turun 0,1 persen. Tapi kita harapkan pertumbuhan 2019 tidak sampai di bawah 5 persen," kata dia dalam acara Workshop Pendalaman Kebijakan Industri, di Padang, Selasa (8/10).
-
Bagaimana Kemenko Perekonomian tingkatkan daya saing industri? 'Perjalanan transformasi industri untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah produknya masih Panjang, sehingga sinergi yang sudah terjalin selama ini harus dilanjutkan dan diperkuat lagi,' jelas Menko Airlangga.
-
Kapan PMI Manufaktur Indonesia berada di level tertinggi? Data Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global untuk bulan Maret 2024 menunjukkan bahwa PMI Manufaktur Indonesia berada di level 54,2.
-
Kenapa PMI manufaktur mencapai titik tertinggi? Angka ini merupakan posisi tertinggi sejak Oktober 2021, atau dalam 29 bulan terakhir.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Apa yang Kemenko Perekonomian dorong untuk industri hijau? Dalam pengembangan industri hijau di Indonesia, pemerintah mendorong berbagai program seperti pemanfaatan EBTKE, penerapan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, dan lain sebagainya.
-
Kenapa kemenko perekonomian perlu tingkatkan pertumbuhan ekonomi? Pertumbuhan (ekonomi) pertahun 5% tidaklah cukup. Jadi kita butuh tumbuh 6% sampai 7%. Namun salah satu yang menjadi catatan yaitu ICOR (Incremental Capital Output Ratio) kita di tahun ini terlalu tinggi yaitu 7,6. Ini artinya bahwa investasi yang kita masukkan belum terlalu optimal,“ tutur Menko Airlangga.
Dia mengungkapkan, pelemahan manufaktur dan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari faktor eksternal. Seperti diketahui situasi global saat ini tengah penuh ketidakpastian dan diperparah dengan adanya trade war atau perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Kendati demikian, dia menyebut pemerintah masih optimis bahwa pertumbuhan ekonomi tahun ini akan berada pada level 5,1 - 5,2 persen. Karenanya, jika pertumbuhan mengalami perlambatan 0,1 persen akibat pelemahan manufaktur, akumulasi pertumbuhan ekonomi tidak akan minus ke level 4 persen.
"Memang ada banyak faktor yang mempengaruhi manufakturing. Ada beberapa faktor internasional yang memang dengan akibat perang dagang di mana pertumbuhan ekonomi dunia turun, itu berakibat juga kepada produksi kita karena permintaannya turun," ujarnya.
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo menyebutkan pertumbuhan sektor manufaktur nasional di kuartal II-2019 hanya tumbuh di kisaran 3,62 persen. Angka tersebut dinilai terlalu kecil, bahkan hanya separuh dari pertumbuhan normal sektor manufaktur yang seharusnya 6 persen - 7 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi pertumbuhan di kuartal II-2019 itu melambat dibandingkan kuartal II-2018 yang tumbuh 4,36 persen. Pada periode yang sama pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,05 persen, melambat dari kuartal II-2018 yang sebesar 5,27 persen yoy.
"Tidak salah kalau ekonomi kita akan tumbuh di kisaran hanya sekitar 5 persen untuk di tahun 2019 ini. Jadi ini tantangan yang besar bagaimana kita bisa dorong sektor manufaktur untuk terus tumbuh," kata dia, dalam acara seminar nasional terkait pengembangan industri dalam negeri di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (4/9).
Dia menegaskan perlu usaha ekstra untuk mendorong sektor manufaktur sehingga lebih memacu laju pertumbuhan ekonomi. Namun semua itu tentu tidak lepas dari berbagai tantangan.
Dia mengungkapkan, setidaknya ada dua tantangan dalam mendorong industri manufaktur tersebut. Pertama soal meningkatkan value chain dalam negeri. Menurutnya, banyak industri unggulan Indonesia yang belum saling terhubung dengan industri lainnya. Terutama yang produk pendukungnya ada di Tanah Air.
"Seperti industri otomotif, yang produksinya cenderung dimanfaatkan untuk ekspor ke luar negeri, dibandingkan untuk dukung sektor industri dalam negeri," ujarnya.
Selanjutnya, produk unggulan manufaktur harus didorong untuk bersaing di pasar global. Menurutnya, ditengah persaingan global yang semakin ketat, Indonesia perlu menentukan prioritas produk, tak bisa keseluruhan secara bersamaan. BI melihat potensi itu ada pada produk tekstil, otomotif, dan alas kaki.
"Itu berdasarkan kriteria yang kami lihat memiliki daya saing paling kuat dalam kompetisi pasar global. Serta dilihat dari sisi bagaimana produk itu mendorong adanya devisa yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi," tutupnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kunci sukses terletak pada sukses atau tidaknya membenahi kementerian dan kebijakan industrinya.
Baca SelengkapnyaMeski begitu, Faisol menilai hal ini justru menjadi peluang bagi industri dalam negeri seperti pabrik smelter nikel.
Baca SelengkapnyaKinerja sektor manufaktur Indonesia justru mengalami penurunan di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diklaim tetap kuat.
Baca SelengkapnyaBI mengeluarkan data berdasarkan survei konsumen bahwa daya beli masyarakat menurun, khususnya pada kelompok kelas menengah.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani ungkap penyebab PMI manufaktur Indonesia turun drastis.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani menyebut PMI manufaktur Indonesia berada dalam tren menanjak di atas 50, bersama dengan beberapa negara seperti Turki dan Meksiko.
Baca SelengkapnyaSektor manufaktur merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar dalam perekonomian Indonesia.
Baca SelengkapnyaMeskipun terjaga positif selama 38 bulan beruntun, Sri Mulyani melihat tren ekspor dan impor mulai terjadi pelemahan.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan ekonomi RI pada kuartal III-2023 sebesar 4,94 persen (yoy), lebih rendah dari periode yang sama di tahun 2022 sebesar 5,17 persen.
Baca SelengkapnyaPemerintah diharap bersikap responsif serta tepat sasaran, sehingga sektor padat karya tekstil ini bisa bertahan menghadapi turbulensi ekonomi.
Baca SelengkapnyaJokowi minta semua menteri mencari tahu penyebab PMI Indonesia terkontraksi setelah 34 bulan berturut-turut mengalami trens ekspansi.
Baca SelengkapnyaData BPS menunjukkan kinerja industri tekstil menurun seiring dengan adanya PHK massal sektor tersebut.
Baca Selengkapnya