Kenaikan cukai rokok tak turunkan produksi, justru timbulkan PHK
Merdeka.com - Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) mengatakan kenaikan cukai tidak berakibat menurunnya produksi rokok di Indonesia. Namun, berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) buruh serta pada petani.
"Buruh dan petani selalu saja diperalat. Faktanya, produksi rokok industri besar dalam lima tahun terakhir tetap tinggi, tetapi jumlah karyawan menurun," kata Anggota Dewan Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau, Hasbullah Thabrany, seperti dikutip Antara di Jakarta, Jumat (28/7).
Hasbullah Thabrany mengatakan perusahaan rokok telah menggunakan mesin yang canggih sehingga volume penjualan dan laba bersih terus naik. Sementara, rokok linting tangan yang cukainya cuma sekitar 40 persen dari harga, tidak berkembang dan banyak mengalami PHK, bukan karena cukai, tetapi karena mereka kalah bersaing dengan perusahaan besar.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana dampak kemasan rokok polos tanpa merek pada perekonomian nasional? Parahnya lagi, lanjut Nadlifah, usulan Kemenkes untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek tersebut berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat serta menekan perekonomian nasional.
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
Dia mengimbau federasi buruh dan petani agar membuka mata dan mempelajari baik-baik masalah ini. "Jangan sampai industri terus-terusan memperalat mereka sebagai 'senjata' untuk menjatuhkan upaya-upaya pengendalian tembakau yang bertujuan melindungi masyarakat, termasuk buruh dan petani sendiri," kata dia.
Cukai rokok adalah salah satu instrumen kebijakan pengendalian atas konsumsi rokok di Tanah Air, termasuk instrumen kesehatan sebagai alat perlindungan masyarakat dari bahaya rokok. Di mana, Indonesia adalah negara dengan tingkat konsumsi rokok tertinggi.
Zat adiktif dalam rokok mengakibatkan permintaan terhadap produk ini inelastik, artinya perokok tidak akan berhenti membeli rokok dengan perubahan harga yang sangat kecil.
Perilaku merokok penduduk 15 tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari 2007 sampai 2013, bahkan cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013.
Sebanyak 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen perempuan masih menghisap rokok pada 2013. Sedangkan rerata jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang (Riskesdas, 2013).
Indonesia juga merupakan negara terbesar keempat tertinggi konsumsi rokok per orang (Tobacco Atlas, 2014). Usia mulai merokok di Indonesia makin muda. Ditemukan 1,4 persen perokok umur 10-14 tahun (Riskesdas, 2013).
Tingginya jumlah perokok di Indonesia salah satu penyebabnya adalah harga rokok yang masih sangat terjangkau oleh masyarakat miskin dan anak-anak.
Tren kenaikan cukai di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Menurut laporan WHO pada 2017, Indonesia hanya mengenakan cukai 57 persen sementara negara lainnya misalnya Bangladesh sebanyak 77 persen, Sri Lanka sebanyak 63 persen, dan Thailand sebanyak 73 persen.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kondisi penurunan produksi ini juga berdampak terhadap realisasi penerimaan negara dari CHT.
Baca SelengkapnyaKenaikan cukai sejak 2022 sampai 2024 masih dirasakan dampaknya sampai sekarang
Baca SelengkapnyaPenurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaCukai hasil tembakau terus turun meskipun jumlah perkokok tidak berkurang.
Baca SelengkapnyaBanyak Rokok Murah, Kebijakan Kenaikan Cukai Jadi Tak Efektif Tekan Konsumsi?
Baca SelengkapnyaMeskipun kebijakan kenaikan harga dan tarif cukai rokok bertujuan untuk mengurangi konsumsi, namun mayoritas konsumen lebih memilih rokok ilegal.
Baca Selengkapnya"Ini menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan terutama golongan 1 yaitu produsen terbesarnya," ucap Sri Mulyani.
Baca SelengkapnyaBanyak orang beralih ke rokok murah dengan risiko yang lebih berbahaya
Baca SelengkapnyaPenetapan tarif cukai yang ideal dan tidak eksesif untuk mengurangi perpindahan konsumsi ke rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaIndustri rokok tembakau resah karena tarif cukai naik tiap tahun
Baca SelengkapnyaPotensi tingginya kenaikan cukai rokok untuk tahun depan masih membayangi dan meresahkan peritel serta pelaku UMKM di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAngka prevalensi perokok tetap tinggi dan penerimaan negara belum optimal
Baca Selengkapnya