Kenaikan Suku Bunga Negara Maju Jadi Risiko Berbahaya Bagi Ekonomi RI
Merdeka.com - Ekonom Bright Institute Awalil Rizky mengatakan, meningkatnya tren suku bunga di beberapa negara maju menjadi resiko paling berbahaya bagi perekonomian Indonesia di tahun 2023. Sementara, meningkatnya inflasi secara global tidak terlalu berdampak bagi Indonesia.
"Paling menyeramkan suku bunga tinggi sebenarnya karena suku bunga tinggi itulah yang kelihatannya menjadi salah satu risiko terbesar. Bukan salah satu, malah risiko terbesar," kata Awalil Rizky dalam acara Bright Institute "Insight Economic 2023: Ancaman Krisis Ekonomi" Selasa (27/12).
Dia menegaskan, jika suku bunga di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya sudah semakin tinggi, maka akan membuat aliran modal justru beralih dari negara berkembang. "Ya duit itu kan air, dia mengalirnya kesana. Kurang lebih seperti itu, likuiditas bisa kesulitan," ujarnya.
-
Kenapa inflasi penting untuk investor? 'Itulah sebabnya pemahaman akan inflasi merupakan kunci dari perencanaan keuangan dan pengambilan keputusan ekonomi yang efektif,' ujar Kar Yong Ang.
-
Kenapa inflasi tinggi merusak daya beli? Namun, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali dapat merusak daya beli masyarakat, menyebabkan ketidakpastian ekonomi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
-
Kenapa negara-negara takut dengan bunga pinjaman? Karena begitu bunga pinjaman naik sedikit saja, beban fiskal itu akan sangat, sangat besar,' jelasnya.
-
Kenapa BRI menilai kenaikan BI Rate tidak berdampak signifikan? Dirut BRI menilai kenaikan BI Rate dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap likuiditas BRI secara umum.
-
Apa pertumbuhan ekonomi RI di Kuartal II-2023? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,17 persen secara tahunan (yoy) pada kuartal II-2023.
-
Apa yang menjadi tantangan ekonomi global bagi BRI? Tantangan Perlambatan Ekonomi Global Sejak Tahun Lalu Berbagai tantangan ketidakpastian ekonomi, seperti kondisi perekonomian yang dihantui resesi dan perlambatan ekonomi global sejak tahun lalu.
Oleh karena itu, jika kondisi eksternal tersebut semakin tidak menguntungkan pada tahun 2023 mendatang, maka fundamental ekonomi Indonesia bisa rapuh atau tidak cukup kuat, karena tidak mampu menghadapi ketidakpastian global.
"Jadi, fundamental mendefinisikan dari yang kita pakai, apa, bagaimana, dan untuk siapa barang dan jasa di negara tersebut diproduksi. Bukan seperti makro ekonomi, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, padahal harus melihat seluruhnya fundamental ekonomi ini kuat atau tidak," jelasnya.
Meskipun Pemerintah dan Bank Indonesia menyatakan fundamental ekonomi Indonesia kuat, namun menurutnya, menilai fundamental ekonomi itu tidak hanya dilihat dari pertumbuhan ekonominya, inflasi yang rendah, angka pengangguran yang menurun, dan lainnya.
Melainkan, fundamental ekonomi adalah hal-hal yang mendasar dalam suati perekonomian yang memberi gambaran jawaban atas apa, bagaimana dan untuk apa barang dan jasa diproduksi dalam kurun waktu cukup panjang.
"Ini berbeda dengan definisi otoritas bahwa fundamental ekonomi itu makro ekonomi, bahkan ada yang menyebut pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, transaksi berjalan hanya itu saja. Padahal pengertiannya harus dilihat secara keseluruhan dan datanya tidak bisa data 1-2 tahun tapi 5 tahun ke atas, sehingga kita bisa melihat apakah fundamental suatu negara ini fundamentalnya kuat apa tidak," jelasnya.
Jika fundamental ekonomi hanya dilihat dari indikator secara makro saja, maka bukan berarti perekonomian suatu negara akan kuat. Namun, jika dilihat lebih mendalam fundamental ekonominya ada kemungkinan banyak resiko-resiko terjadinya krisis, sehingga diperlukan mitigasi.
"Hal itu membuat kita benar-benar rentan di 2023, kalau melihatnya dari indikator-indikator saja secara makro ekonomi tidak terlalu buruk its oke. Pengangguran juga berkurang, dan inflasi tidak tinggi-tinggi amat, tetapi kalau lihat jeroannya bagaimana sistemnya, dari luar kelihatannya baik tapi resikonya tinggi untuk terjadi krisis," pungkasnya.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sri Mulyani mengatakan beberapa persoalan dunia yang dapat mengancam perekonomian dan sistem keuangan Indonesia.
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaInflasi di berbagai negara saat ini, terutama negara maju sudah mulai menunjukkan tanda-tanda penurunan.
Baca SelengkapnyaEkonomi dunia diperkirakan melambat akibat konflik global saat ini.
Baca SelengkapnyaBI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 tetap sebesar 2,7 persen (yoy), yang disertai dengan pergeseran sumber pertumbuhan.
Baca SelengkapnyaPelemahan rupiah tidak lebih buruk dibandingkan Peso Filipina, Baht Thailand, dan Won Korea .
Baca SelengkapnyaPenurunan suku bunga AS umumnya digunakan untuk merangsang ekonomi ketika ada ancaman resesi.
Baca SelengkapnyaThe Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis points (bps) menjadi 4,75-5,00 persen.
Baca SelengkapnyaKenaikan suku bunga oleh BI akan memberikan sederet dampak rambatan terhadap pelaku usaha ritel.
Baca SelengkapnyaMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan ekspor yang masih positif.
Baca SelengkapnyaWalau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaPasar keuangan yang tidak pasti diprediksi bisa memperlambat ekonomi dunia.
Baca Selengkapnya