Kenaikan Tarif Ojek Online Dinilai Turunkan Pertumbuhan Ekonomi RI
Merdeka.com - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal, mengatakan rencana pemerintah untuk menaikkan tarif tarif ojek online (ojol) akan menjadi polemik dan menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat. Sebab, 50 persen konsumen ojol merupakan masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah.
"Ada 50 persen dari pengguna ojol cenderung memiliki upah bulanan antara Rp 2 juta hingga Rp 3 juta, maka ini termasuk 40 persen pendapatan menengah ke bawah. Sehingga polemik, dan 40 persen daya beli masyarakat tersebut akan mengalami penurunan," ujarnya di Jakarta, Senin (11/2).
Fithra juga mengatakan konsumen akan merasa tidak nyaman dengan kenaikan harga ojek online tersebut. Peningkatan tarif sedikit saja akan membuat konsumen berpikir kembali untuk menggunakan ojol.
-
Apa itu ojek? Mengutip dari Jurnal Ojek dari Masa ke Masa Kajian secara Manajemen Sumber Daya Manusia karya Neneng Fauziah, mengatakan bahwa istilah ‘ojek’ berasal dari kata ‘obyek’.
-
Bagaimana ojek berkembang? Awal mula alat mengojek memang berupa sepeda. Dikutip dari tulisan W.J.S. Poerwadarminta di Kompas, 22 September 1979, ‘Ojek adalah sepeda yang ditaksikan’.
-
Apa dampak OTT terhadap pendapatan operator seluler? 'Apa sih dampaknya? Kalau kita lihat dalam 5-7 tahun terakhir penurunan dari pendapatan sms. Kalo kita lihat secara global ancaman terhadap operator ini juga terjadi di seluruh dunia,' Sigit juga menambahkan terdapat setidaknya beberapa dampak yang akan dipengaruhi oleh ketidakadaan regulasi yang mengatur operasional OTT di Indonesia.
-
Kenapa inflasi tinggi merusak daya beli? Namun, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali dapat merusak daya beli masyarakat, menyebabkan ketidakpastian ekonomi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
-
Kenapa ojek muncul? Ide ini muncul dari kondisi jalan desa yang rusak serta tak bisa dilalui oleh mobil sehingga, ditawarkan jasa transportasi lain berupa ojek sepeda.
-
Bagaimana OTT mempengaruhi pendapatan operator seluler? Efek Gunting kehadiran OTT ini pada satu sisi menaikan traffic penggunaan pada penyedia layanan seluler di Indonesia. Akan tetapi, pada sisi lainnya meskipun traffic dari pengguna akan naik, pendapatan yang dihasilkan akan datar dan sama saja. Sebab, nilai yang masuk itu diterima oleh OTT, bukan penyedia layanan seluler.
"Konsumen menjadi sensitif dan tidak nyaman dengan tarif ojol ini. Peningkatan harga sedikit saja 40 persen konsumen ini akan melakukan rasionalisasi pengeluaran," kata Fithra.
Selain itu, di sektor UMKM yang saat ini banyak mengandalkan ojol akan memiliki kecenderungan mengurangi aktivitasnya. Tentunya ini akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Indonesia, mengingat, 56 persen dari pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi.
Sebelumnya, diketahui rencana pemerintah menaikkan tarif ojek online diprediksi akan banyak memiliki dampak negatif ketimbang positif. Hal ini akan menimbulkan shock terhadap konsumsi tersebut dan diduga akan berpotensi menurunkan ekonomi untuk ke depannya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ribuan pengemudi ojol menyampaikan uneg-uneg mereka soal kebijakan yang diberlakukan oleh pihak aplikator.
Baca SelengkapnyaOjol berencana menggelar unjuk rasa pada hari ini soal pemotongan tarif yang dianggap membebankan mitra driver.
Baca SelengkapnyaSebelum adanya TiktokShop ini, pendapatan yang didapat dari penjualan baju gamis ini mendapatkan Rp20 juta per hari.
Baca SelengkapnyaMassa pengemudi ojol yang tergabung dalam berbagai komunitas dan organisasi ini menyuarakan keluhan soal pemotongan tarif sampai 30 persen.
Baca SelengkapnyaDriver ojek online berharap pemerintah melakukan langkah penanggulangan konkret terkait polusi udara yang sudah bertahan dalam kurun satu pekan lebih ini.
Baca SelengkapnyaRibuan driver ojek online demo mendesak adanya aturan jelas mengenai tarif bagi pengguna jasa agar aplikator bertindak sewenang-wenang.
Baca SelengkapnyaIgun menilai rencana pencabutan BBM subsidi tidak adil dan tidak berpihak pada rakyat kecil.
Baca SelengkapnyaErosi daya beli masyarakat kelas menengah ini tercermin dari peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan.
Baca SelengkapnyaSebanyak 49,2 persen warga tidak setuju terkait pembatasan usia kendaraan di Jakarta karena faktor ekonomi.
Baca SelengkapnyaKebijakan pemerintah membuat daya beli masyarakat semakin amburadul.
Baca SelengkapnyaPelemahan daya beli masyarakat kelas menengah karena kebijakan struktural pemerintah.
Baca SelengkapnyaPengemudi Ojol berhak mendapatkan BLT, namun tidak akan mendapatkan subsidi BBM.
Baca Selengkapnya