Ketidaksolidan tim ekonomi Jokowi dituding penyebab Rupiah melemah
Merdeka.com - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengkritik Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla (JK) yang dinilai tidak kompak sehingga nilai tukar Rupiah saat ini terombang-ambing. Ekonom Senior INDEF Didik J Rachbini mengatakan, pemerintah era Presiden Soeharto lebih memiliki sensitivitas dalam menjaga nilai tukar Rupiah dan inflasi sejak periode 1970-an.
"Mengapa? Karena pada 1965 kita dihantam oleh krisis inflasi yang maha dahsyat. Oleh karena itu, pemerintah orde baru sangat sensitif terhadap inflasi. Akan jadi isu besar kalau harga telur naik pada saat itu," paparnya dalam acara Kajian Tengah Tahun 2018 yang diselenggarakan INDEF di Gedung Smesco, Jakarta, Selasa (31/7).
"Waktu itu, bahkan pengontrolan inflasi ada di samping kanan Presiden Soeharto. Sekarang siapa yang menjaga inflasi? Tidak ada. Masing-masing bicara sendiri. Hanya BI (Bank Indonesia) yang kerja," tambahnya.
-
Kenapa rupiah Indonesia hiperinflasi pada tahun 1963-1965? Di awal kemerdekaan Indonesia, sistem nilai tukar rupiah yang diterapkan yaitu kurs tetap. Artinya, sebuah negara harus ada cadangan devisa yang terkontrol. Akan tetapi sebagai negara baru Indonesia hanya punya sedikit cadangan devisa. Ekonomi Indonesia kemudian diperburuk saat bergulirnya agresi militer Belanda II.
-
Apa yang terjadi dengan rupiah di era Soeharto? Perekonomian era Soeharto juga sangat kental dengan pro asing. Namun, stabilitas rupiah tidak berumur panjang di era Soeharto. Sebab, inflasi Indonesia yang terbilang masih cukup tinggi tidak sebanding dengan mitra dagangnya. Akhirnya nilai tukar rupiah menjadi sangat tinggi terhadap dolar dan tidak ada negara yang mau bermitra dengan Indonesia.
-
Bagaimana Soeharto stabilkan nilai tukar rupiah? Soeharto kemudian tampil menggantikan Soekarno sebagai presiden. Dia mampu menstabilkan perekonomian dengan memangkas angka inflasi dari 635 persen di tahun 1965 menjadi 9,90 persen di tahun 1969. Soeharto menerapkan sistem kerja pembangunan nasional dengan istilah “Repelita“ yaitu rencana pembangunan lima tahun. Ini dibuat agar fokus kerja pemerintah lebih terarah di berbagai sektor.
-
Kapan Soekarno mengubah nilai rupiah? Pada 1965 terjadi peristiwa penting di gedung ini, yakni berlangsungnya sidang kabinet penentuan nilai mata uang rupiah.
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Apa Redenominasi Rupiah itu? Bank Indonesia memastikan bahwa rencana redenominasi rupiah atau Rp1.000 ke Rp1 masih terus berjalan.
Didik pun menyebutkan, pemerintah saat ini tidak sensitif terhadap nilai tukar Rupiah. Menurutnya, tim ekonomi negara gagal mengelola berbagai faktor nilai tukar tersebut. "Tim ekonomi kita itu tidak solid. Antara satu menteri dan menteri lainnya berkelahi. Ada masalah leadership kepemimpinan ekonomi yang berat pada saat ini," keluhnya.
Dia kembali membandingkan kondisi perekonomian negara kini dengan zamannya Soeharto. Dia menyatakan, Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto hanya memegang cadangan devisa sebesar USD 30-35 miliar, tapi bisa mengendalikannya sebelum dilanda krisis moneter 1998.
"Ada devaluasi yang tertib dari 600 ke 700, 1.100 ke 1.400 dan seterusnya," jelas dia.
Pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tambahnya, nilai tukar semakin berat sebab pengaruh sektor luar negeri tidak selalu dijaga. Menurutnya, pemerintah tak mampu mengontrol banyak faktor yang menyebabkan nilai Rupiah anjlok. "Nilai tukar ini yang sebenarnya jadi permasalahan. Kalau nilai tukar Rp 14.500, maka otomatis kita sulit mengimpor," ungkap dia.
"Sehingga dengan demikian, nilai Rupiah kita tidak terjaga dengan sebaiknya. Dibiarkan saja, tidak terkontrol, dan faktor-faktornya tidak dikembangkan dengan baik," dia menyimpulkan.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu KencanaSumber: Liputan6.com
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sri Mulyani dipanggil Kepala Negara di tengah kursi Rupiah yang anjlok hingga menyentuh level Rp16.420 per USD.
Baca SelengkapnyaSebelum Venezuela dan Zimbabwe mengalami hiperinflasi saat ini, Indonesia sudah terlebih dahulu mengalami hiperinflasi sebesar 635 persen di tahun 1963-1965.
Baca SelengkapnyaPemerintah harap konflik Timur Tengah tidak berkepanjangan.
Baca SelengkapnyaKadin Indonesia telah menyiapkan white paper untuk pemerintah selanjutnya.
Baca SelengkapnyaJokowi mengatakan, kenaikan kurs menjadi salah satu hal yang ditakuti oleh semua negara.
Baca SelengkapnyaDPR mencermati dinamika dan dampak dari konflik geopolitik
Baca SelengkapnyaPada perdagangan kemarin, Rupiah sempat melemah 60 point di level Rp 15.934,5 dari penutupan sebelumnya di level Rp15.881.
Baca SelengkapnyaJokowi sempat mengakui bahwa dia cemas melihat kurs atau nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di atas Rp16.000.
Baca SelengkapnyaTanpa ada konflik Iran vs Israel, rupiah sudah mengalami depresiasi 3,22 persen.
Baca SelengkapnyaMata uang Rupiah dilevel Rp16.097 atau menguat 3 point pada penutupan perdagangan sore ini.
Baca SelengkapnyaIndonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaInflasi pada November 2024 turun ke 1,55 persen secara tahunan dan mencapai titik terendahnya sejak April 2021.
Baca Selengkapnya