Kisah Fiona Wiputri, Menyulut Keuntungan Saat Pandemi dari Lilin Aromaterapi
Merdeka.com - Berawal dari kecintaannya terhadap wangi-wangian, mahasiswa Semester 3 Universitas Tangerang, Fiona Wiputri memutuskan untuk memulai bisnisnya sendiri pada bulan Juni 2020, tepat saat berlangsungnya pandemi. Dia memutuskan untuk mempelajari teknik pembuatan lilin aromaterapi agar tidak perlu membeli lagi dan bisa memproduksi sendiri.
"Karena suka, aku jadi mikir. Daripada beli terus, mending belajar bikin sendiri. Apalagi, sekarang sudah banyak tutorial di YouTube." ujarnya pada Tim Merdeka.com.
Keinginan untuk sekadar belajar dan memproduksi lilin sendiri akhirnya berkembang menjadi niat berbisnis. Fiona memutuskan untuk menjadikannya sebuah bisnis dan berhasil mendapat omset sebanyak Rp 2 - 3 Juta per bulan. Meskipun di bulan-bulan pertamanya menjual lilin, dia sempat diserang beberapa hambatan dan kegagalan.
-
Bagaimana Wina memulai usaha? Sebelum kerja di PT, pabrik permen,' kata Wina mengutip Youtub Zayn YR, Kamis (4/7). Bermula dari Hobi Masak Diungkap Wina, setelah keluar dari pabrik Ia langsung terinspirasi untuk membuka usaha sendiri di rumah.
-
Kenapa Aan mulai usaha di masa pandemi? Aan menuturkan bahwa usahanya ini dia rintis beberapa waktu lalu saat mewabahnya Covid-19 di Indonesia. Saat itu dirinya tengah pulang kampung ke Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur dan mengisi waktu dengan membuat kreasi tas jinjing perempuan.
-
Bagaimana Dina memulai usaha? Dina benar-benar mulai dari nol, dia mempelajari resep dari internet dan YouTube. Dengan modal Rp300 ribu, Dina memproduksi roti Maryam di kos-kosannya.
-
Bagaimana Ibu Putri memulai usaha batiknya? Berawal dari Pandemi Putri bercerita ia merintis usaha batik itu waktu masa pandemi COVID-19. Waktu itu ia termasuk salah satu warga yang kena COVID-19.Setelah pandemi mereda, kampungnya mengadakan pelatihan membatik. Saat itu Ibu Putri tidak ikut sebagai peserta. Di sana ia bertugas sebagai tukang masak. Namun di sela-sela waktu, ia ikut melihat proses membatik itu.Selesai pelatihan, ia mengambil sisa limbah untuk dibawa pulang. Selama mengisi hari-hari di rumah, ia memanfaatkan waktu untuk belajar membatik secara autodidak di rumah. Lama-lama ia ketagihan membatik. Mulai saat itulah Ibu Putri mantap untuk merintis usaha batik.
-
Kenapa Dina memulai bisnis? 'Sebenarnya telat mengenal bisnis, karena saya fokus ingin jadi PNS, Saya memulai bisnis karena kebutuhan,' kata Dina dalam wawancara pada channel Youtube Naik Kelas.
-
Kenapa Ririn membuka bisnis baru? Bisnis baru ini adalah hadiah terbaik untuk Ririn yang baru saja berulang tahun.
Niat untuk membuat lilin aromaterapi sendiri sudah terkumpul dengan mantap pada Januari 2020. Saat itu, dia mulai menyiapkan barang-barang pendukungnya, bahan utama berupa soy waxnya, panci, sumbu, serta meracik wewangiannya sembari menjalankan kuliahnya.
"Itu juga kan nggak langsung berhasil. Aku gagal sekitar 4-5 kali, sampai tidak kehitung berapa banyak uangnya karena aku fokus buat nyari wangi yang tepat kayak gimana," ungkapnya.
Namun demikian, kegagalan tidak menutup niat mahasiswa Jurnalistik ini untuk lebih tekun membuat lilin aromaterapi tersebut. Saat libur semester di sekitar bulan Mei, Fiona mendapat banyak waktu kosong untuk lebih tekun meracik lilin-lilin aromaterapinya.
©Dokumentasi pribadi De CrescAkhirnya, sekitar akhir Mei, Fiona berhasil membuat lilin yang sudah lolos ujian dan dari yang merencanakan hanya untuk dipakai sendiri, dia memutuskan untuk menjual lilin tersebut. Melalui saluran dari uang tabungannya yang disisihkan sendiri, Fiona memberanikan dirinya untuk memulai bisnis ini.
"Aku memutuskan buat menjual selain karena passion sendiri, aku merasa lilin aromaterapi ini belum banyak dipakai orang, jadi orang-orang setidaknya harus mencoba. Apalagi lilin aromaterapi ini enak buat menenangkan diri. Selain itu, aku juga terinspirasi dari kakak-kakakku yang sudah mengelola bisnis mereka sendiri. Jadi, mau jadi lebih mandiri juga menghasilkan uang saku sendiri," jelas Fiona.
Untuk mendapatkan lilin yang layak dijual, Fiona selalu melakukan uji coba sederhana. "Test-nya tidak rumit sih. Setelah aku buat lilinnya, aku taruh di kamar mandi, setelah itu, aku tutup pintu kamar mandinya dan aku diamkan 10 menit. Kalau pas aku masuk lagi, udah wangi, artinya wanginya udah merebak dan keluar," tutur Fiona.
Penghasilan Bulan Pertama
Setelah berhasil meracik formula yang paling tepat untuk lilinnya, hambatan baru pun datang, yaitu penjualan yang di luar ekspektasinya. "Ini di luar ekspektasi konotasinya negatif ya, soalnya pas grand opening, aku pikir bakal banyak yang penasaran. Eh ternyata pas grand opening di Instagram, sepi banget, tidak ada yang pesen sama sekali. Kalau aku tawarin juga pada nolak dan bilangnya tidak butuh. Akhirnya, yang beli kerabat-kerabat deket aku," kenangnya.
Di bulan pertama, Fiona hanya berhasil menjual belasan lilin dalam sebulan dengan omzet Rp 700 ribu. Sebagai pebisnis yang baru memulai, hal ini tentunya tidak mendorong Fiona untuk mundur. Kendati demikian, dia memikirkan konsep yang bisa lebih dikembangkan dalam pemasarannya. Hingga pada bulan Juli 2020, dia berhasil menjual 50 lilin dan memperluas jaringan penjualannya dari yang hanya lewat akun Instagram @decresc.scent ke e-commerce seperti Tokopedia, Shopee, dan Mosello.
Lilin aromaterapi ini dijual satuan dengan ukuran 70 gram seharga Rp 52.000 dan 120 gram seharga Rp 80.000. Ada 8 varian wewangian yang dikelompokkan menjadi 3 jenis, yang halus seperti rose citrus, lavender peppermint, kelapa, dan cendana lavender, yang berbau kuat seperti rose lavender dan jasmine peppermint, serta yang berbau manis seperti apel dan stroberi.
Selama pandemi, ketika orang-orang sulit untuk memberikan hadiah pun perayaan khusus untuk hari spesial kerabat kesayangannya, hampers yang dapat dibeli secara online bisa jadi solusinya. Sehingga, hal ini juga dimanfaatkan Fiona untuk lebih mengembangkan bisnis lilin aromaterapinya.
"Biasanya, orang-orang itu suka nyari parsel-parsel yang cocok buat dikasih ke teman-teman atau kerabat dekatnya. Entah ulang tahun ataupun kado kelulusan, dan di hampersku ini bisa nulis catatan kecil dan nyediain kartu ucapan juga. Jadi, mereka tinggal kirim aja ke orang yang mereka sayang," jelasnya.
Hampernya sendiri bermacam-macam, yang pasti ada lilin dan dilengkapi dengan barang yang beragam seperti kaos kaki, kotak musik, snack, dan pembatas buku. Fiona memilih kotak musik sebagai "teman" lilinnya karena diharapkan para pembeli tidak hanya 'terapi' hidung dengan wangi-wangian dari lilin, tetapi juga dibarengi dengan pendengaran lewat kotak musik tersebut. Kisaran harga hampers tersebut dibanderol Rp 63 - 97 ribu.
Hal ini selaras dengan latar belakang Fiona memilih nama Decresc sebagai toko lilin aromaterapinya. "Aku pribadi suka sama musik klasik, dan decresc ini kalau di not balok artinya dinamika permainan lagunya makin rendah atau slow, tapi tetap berjalan musiknya. Sama seperti lilin aromaterapi, meskipun lama-lama lilinnya habis, tapi bukan berarti kualitasnya juga berkurang," paparnya.
Jual 70 Lilin dalam Sebulan
Karena cara produksinya yang jauh berbeda dengan makanan dan melibatkan bahan-bahan khusus, pembuatan lilin Fiona lakukan secara khusus di halaman belakang rumahnya. "Aku nggak pakai sistem Pre-Order, jadi based on ready stock. Sekali nyetok, aku bikin 6 lilin dari setiap varian. Lagipula, lilin aromaterapi ini wanginya bisa hilang karena udara kalau udah lewat setahun. Jadi, masih aman kalau nyetoknya 6 buah," jelasnya.
Sampai sekarang, Decresc Scent telah berhasil menjual rata-rata 70 lilin dalam sebulan, dengan hasil jual per minggunya mencapai 12 lilin. "Jujur, aku ngerjain ini seneng banget. Karena emang passion dan suka ngejalaninnya. Bahkan kalau aku kelas pagi pun, aku rela bangun lebih pagi buat layanin pesanan yang baru diorder malem-malem, jadi gelap-gelapan deh di halaman," ujarnya.
Tak hanya meraup keuntungan yang lumayan, Fiona juga mendonasikan keuntungannya sebanyak 10 persen kepada organisasi yang membutuhkan. Dia berharap, ke depannya bisa membuat hampers yang lebih besar dan eksklusif. "Aku juga punya rencana mau bikin konsep yang seasonal sih. Udah ada nih gelas yang kurasa cocok untuk natal. Tapi, konsepnya masih ku rencanakan," tutupnya.
Reporter Magang: Theniarti Ailin
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Windhy Arisanti menjadikan kondisi tersebut peluang merintis bisnis kue dan aneka camilan.
Baca SelengkapnyaHasil olahan bunga rosela bisa beraneka ragam dan punya banyak khasiat
Baca SelengkapnyaIa memulai bisnisnya saat pandemi ketika pekerjaan utamanya terdampak.
Baca SelengkapnyaUntuk tetap mempertahankan bisnisnya, Rifan melakukan berbagai inovasi produk makanan hingga bisnis oleh-oleh.
Baca SelengkapnyaBerkat bantuan Kupedes BRI, Giriwangi terus mewangi dari hati.
Baca SelengkapnyaBerawal dari kekhawatiran tak berkontribusi baik pada lingkungan, Khomsatun memproduksi sabun alami
Baca SelengkapnyaSekar Ayu Irawati, seorang pengusaha muda, telah menciptakan sebuah konsep dengan kreativitas daur ulang.
Baca SelengkapnyaBermula dari memajang kue di status, ibu rumah tangga ini raup cuan hingga puluhan juta rupiah.
Baca SelengkapnyaUsaha camilan yang dia jalankan dimulai sejak tahun 2020 saat awal pandemi.
Baca SelengkapnyaBerkat riset dan inovasi, Dinova Store masih terus bertahan hingga saat ini. Bahkan, Sri masih mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi anak muda.
Baca SelengkapnyaPandemi Covid-19 menjadi pukulan telak bagi banyak pebisnis, termasuk bagi Komang Ari Widianti.
Baca SelengkapnyaKarena tidak ada penjualan, semangat Vita untuk berjualan kaktus kembali menurun.
Baca Selengkapnya