Kondisi Ekonomi Afghanistan: Inflasi Meroket dan Sektor Perbankan Nyaris Tumbang
Merdeka.com - Sistem perbankan di Afghanistan mendekati kondisi yang buruk dan nyaris runtuh. Hal itu diungkapkan oleh pimpinan salah satu pemberi pinjaman terbesar negara itu kepada BBC.
Dikutip dari BBC, Kepala Eksekutif Islamic Bank of Afghanistan, Syed Moosa Kaleem Al-Falahi mengatakan bahwa industri keuangan negara itu berada dalam cengkeraman krisis eksistensial karena kepanikan di antara nasabah.
"Ada penarikan besar-besaran yang terjadi saat ini," kata Al-Falahi, yang berbicara dari Dubai - tempat dia tinggal sementara karena situasi di Kabul.
-
Bagaimana BNI menghadapi krisis? BNI terbukti tangguh dalam menghadapi krisis yang terjadi di tahun 1998, 2005, 2008, dan 2020. BNI melakukan berbagai transformasi bisnis digital untuk tetap bisa mengerek kinerja keuangan, salah satunya dengan membangun ekosistem digital nelayan.
-
Mengapa banyak perusahaan global terancam bangkrut? Banyak tanda menunjukkan ancaman kebangkrutan bagi perusahaan-perusahaan global, terutama karena krisis utang dan kenaikan biaya pinjaman yang menjadi isyarat 'kiamat' baru bagi korporasi di seluruh dunia.
-
Siapa yang mengalami kesulitan keuangan? Meskipun kabar suami Zaskia Gotik yang sedang mengalami kesulitan keuangan, rumah tangga mereka dengan Sirajuddin semakin harmonis.
-
Di mana kesenjangan terjadi? Masalah kesenjangan ini tidak hanya terjadi dalam aspek sosial masyarakat, tetapi juga berbagai aspek lainnya. Mulai dari kesenjangan ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga kesenjangan digital.
-
Apa yang terjadi di Indonesia? Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan dalam sepekan ke depan hampir seluruh wilayah di Indonesia akan dilanda suhu panas.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
"Hanya penarikan yang terjadi, sebagian besar bank tidak berfungsi, dan tidak memberikan layanan penuh," tambahnya.
Diketahui bahwa ekonomi Afghanistan sudah goyah bahkan sebelum Taliban mengambil alih kendali negara tersebut pada Agustus 2021.
Ditambah lagi, Afghanistan sangat tergantung pada bantuan asing atau sekitar 40 persen dari produk domestik bruto (PDB) berasal dari bantuan internasional, menurut Bank Dunia.
Tetapi sejak pengambilalihan Taliban, negara-negara Barat telah membekukan dana internasional, termasuk aset yang dapat diakses Afghanistan dengan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF).
Menurut Al Falahi, masalah ini mendorong Taliban mencari sumber lain untuk dukungan keuangan. "Mereka menantikan China dan Rusia, dan beberapa negara lain juga," sebut Al Falahi.
"Sepertinya cepat atau lambat mereka akan berhasil berdialog," katanya.
Laporan surat kabar China, Global Times mengatakan ada potensi besar untuk kerja sama dalam membangun kembali Afghanistan. Namun, Taliban berada di bawah tekanan untuk memperbaiki masalah ekonomi Afghanistan sekarang.
Inflasi Melonjak
Angka inflasi melonjak di Afghanistan, dan mata uang negara di sana juga anjlok. Sejumlah besar warga juga banyak yang kehilangan pekerjaan dan kekurangan uang.
Program Pangan Dunia PBB telah memperingatkan bahwa hanya 5 persen rumah tangga di Afghanistan yang cukup makan setiap hari. Setengah dari mereka yang disurvei mengatakan mereka kehabisan makanan setidaknya sekali dalam dua pekan terakhir.
Jadi mengakses dana internasional dan bantuan asing adalah kunci untuk kelangsungan hidup Afghanistan.
Tetapi negara-negara seperti AS telah mengatakan bahwa sementara mereka bersedia mempertimbangkan untuk bekerja dengan Taliban akan tergantung pada beberapa prasyarat, termasuk perlakuan rezim mereka terhadap perempuan dan minoritas.
Al Falahi menegaskan, meskipun pernyataan Taliban yang mengatakan bahwa perempuan tidak diizinkan untuk bekerja untuk sementara, tetapi perempuan sudah bisa bekerja di bank.
"Ada semacam ketakutan di antara para perempuan, mereka tidak datang ke kantor, tetapi sekarang secara bertahap mereka mulai datang ke kantor," ungkapnya.
Komentar Al Falahi juga diselingi dengan pernyataan baru-baru ini oleh Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan.
Sementara itu, dalam sebuah wawancara dengan BBC, Khan mengatakan bahwa Taliban sedang mencoba untuk menunjukkan sikap yang lebih modern dan direformasi kepada dunia, dibandingkan dengan bagaimana mereka berperilaku terakhir kali mereka berkuasa - semacam Taliban 2.0.
"Saat ini mereka lebih fleksibel, mereka sangat kooperatif," kata Khan.
"Mereka tidak memaksakan aturan dan regulasi yang ketat untuk saat ini," imbuhnya.
Reporter: Natasha Khairunisa Amani
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Indonesia mulai memasuki pesta demokrasi yang dapat memengaruhi risk appetite investor dan pelaku usaha.
Baca SelengkapnyaMenurut pemerintah, deflasi saat ini dipengaruhi oleh penurunan permintaan pasar global akibat konflik internasional.
Baca SelengkapnyaIndeks kinerja manufaktur atau Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia terkontraksi di level 49,3.
Baca SelengkapnyaKekacauan dunia terjadi dipicu oleh potensi resesi Amerika Serikat hingga perang yang terjadi di Eropa dan Timur Tengah
Baca SelengkapnyaPemerintah harap konflik Timur Tengah tidak berkepanjangan.
Baca SelengkapnyaBI mengeluarkan data berdasarkan survei konsumen bahwa daya beli masyarakat menurun, khususnya pada kelompok kelas menengah.
Baca SelengkapnyaTensi geopolitik global masih melanjutkan peningkatan seiring berlanjutnya konflik di Timur Tengah.
Baca SelengkapnyaHal itu berdasarkan rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 25 Oktober 2023
Baca Selengkapnyatetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).
Baca SelengkapnyaHal itu didukung oleh kondisi dari APBN kebijakan fiskal, kebijakan moneter dari Bank Indonesia dan sektor keuangan yang stabil.
Baca SelengkapnyaKetegangan geopolitik yang meningkat pada Oktober 2024 disebabkan oleh Israel yang memperluas serangan terhadap Hamas dan Hizbullah di Lebanon.
Baca SelengkapnyaRupiah diprediksi akan terus melemah hingga beberapa bulan ke depan
Baca Selengkapnya