Konsumsi capai Rp 605 M, cukai rokok harus naik setara Singapura
Merdeka.com - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak pemerintah untuk meningkatkan cukai rokok. Saat ini, cukai rokok hanya dibatasi hingga 57 persen saja.
"Di Singapura, cukai rokok 70 persen hingga 80 persen dan terus meningkat sehingga tidak terjangkau oleh uang saku anak-anak dan orang miskin," ujar Tulus seperti dilansir Antara, Senin (30/5).
Tulus mengatakan cukai rokok sangat penting untuk membentengi agar perokok dari rumah tangga miskin dan anak-anak tidak makin terperangkap oleh konsumsi rokok. Sebab, saat ini harga rokok masih murah.
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Bagaimana dampak kemasan rokok polos tanpa merek pada perekonomian nasional? Parahnya lagi, lanjut Nadlifah, usulan Kemenkes untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek tersebut berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat serta menekan perekonomian nasional.
Menurut Tulus, Indonesia saat ini telah mengalami darurat konsumsi rokok karena jumlah perokok aktif menempati posisi ketiga di dunia setelah China dan India. Perokok aktif di Indonesia tidak kurang dari 29,3 persen dari total populasi.
"Konsumsi rokok telah memiskinkan masyarakat, khususnya di rumah tangga miskin. Mereka rata-rata menghabiskan satu bungkus rokok perhari," tegas dia.
Tulus mengatakan data Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahun menyebutkan konsumsi rokok pada rumah tangga termiskin menempati posisi kedua setelah beras, mengalahkan pembelanjaan untuk telur, daging, susu dan pendidikan anak.
"Karena itu, peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia sangat relevan. Bila uang untuk membeli rokok dialihkan untuk konsumsi makanan bergizi seperti susu, daging, telur dan buah akan membawa dampak yang lebih positif terhadap masyarakat," pungkas dia.
Sebelumnya, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyebut masyarakat Indonesia bisa menghemat Rp 605 miliar bila para perokok tidak merokok satu hari saja.
"Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013 dan riset dari Pusat Data dan Informasi Kementerian kesehatan, jumlah penduduk usia di atas 10 tahun yang merokok 24,3 persen," kata Tulus seperti ditulis Antara, Senin (30/5).
Tulus mengatakan 24,3 persen itu setara dengan 48.400.322 jiwa. Bila rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap setiap hari adalah 12 batang dan harga sebungkus rokok berisi 12 batang adalah Rp1 2.500, maka pembelanjaan rokok setiap hari adalah Rp 605.004.150.000.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah menaikkan target penerimaan cukai di 2024.
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif cukai rokok sangat berpengaruh pada keputusan seseorang untuk merokok, semakin mahal maka prevalensi perokok semakin bisa ditekan.
Baca SelengkapnyaSebab saat cukai naik terlalu tinggi, harga rokok pun langsung ikut meningkat.
Baca SelengkapnyaTarget dari Kemenkes di tahun 2030 penurunan jumlah perokok mencapai 5,4 persen di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAngka prevalensi perokok tetap tinggi dan penerimaan negara belum optimal
Baca SelengkapnyaPenetapan tarif cukai yang ideal dan tidak eksesif untuk mengurangi perpindahan konsumsi ke rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaRokok menjadi salah satu penyebab atau biang kerok kemiskinan di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemerintah menilai, fenomena ini sudah menjadi tantangan dari tahun ke tahun.
Baca SelengkapnyaAturan ini membuat selisih harga rokok antar golongan semakin jauh
Baca SelengkapnyaBanyak masyarakat di Indonesia beralih mengkonsumsi rokok murah.
Baca SelengkapnyaTernyata kenaikan tarif cukai rokok juga ditanggung masyarakat yang mengonsumsi rokok.
Baca Selengkapnya"Ini menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan terutama golongan 1 yaitu produsen terbesarnya," ucap Sri Mulyani.
Baca Selengkapnya