Kritik pedas untuk pemerintah tarik dana dari rakyat lewat harga BBM
Merdeka.com - Pemerintahan Jokowi-JK memutuskan untuk menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per 5 Januari mendatang. Di mana, Premium turun sebesar Rp 150 menjadi Rp 7.150 per liter dari saat ini Rp 7.300 per liter.
Sementara itu, solar turun Rp 800 menjadi Rp 5.950 per liter dari Rp 6.700 per liter.
"Mengapa tidak 1 Januari? Karena kami ingin memberikan kesempatan kepada SPBU, pengecer untuk menghabiskan stok dengan harga lama dan Pertamina juga melakukan penataan sistem," ucap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said saat konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/12).
-
Apa tugas Pertamina terkait subsidi energi? Pertamina siap menjalankan penugasan Pemerintah menyalurkan subsidi energi 2024 tepat sasaran.
-
Apa saja yang Pertamina salurkan? Pertamina Patra Niaga siap menyalurkan BBM dan LPG subsidi sesuai dengan kuota yang ditetapkan Pemerintah.
-
Apa yang Pertamina tambah? Pertamina Patra Niaga terus menambah persediaan LPG 3 kg untuk wilayah Jawa Tengah dan DIY.
-
Apa yang Pertamina turunkan harganya? Pertamina Patra Niaga kembali melakukan penyesuaian turun harga untuk Pertamax Series dan Dex Series.
-
Apa saja manfaat tanki BBM & LPG untuk Pertamina? Selain sebagai bentuk penguatan dan efisiensi rantai distibusi energi nasional, Riva mengatakan bahwa proses pembangunan tanki BBM dan tanki LPG juga berdampak besar bagi industri dalam negeri serta membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitarnya.
-
Kapan Pertamina menyalurkan subsidi energi? Pertamina mendapat tugas menyalurkan BBM Bersubsidi untuk Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) Minyak Tanah dengan kuota 0,5 Juta Kilo Liter (KL), JBT Minyak Solar dengan kuota 17,8 Juta KL, dan LPG Tabung 3 Kg sebesar 8,03 Juta Metric Ton (MT).
Meski mengalami penurunan, harga Premium dan Solar di Tanah Air masih di atas harga keekonomian. Pemerintah memungut dana ketahanan energi, di mana besarannya Rp 200 per liter untuk Premium dan Solar Rp 300 per liter.
Jika mengecualikan pungutan itu, maka harga keekonomian Solar hanya sebesar Rp 5.650 per liter dan Premium Rp 6.950 per liter.
Sudirman Said memperkirakan bisa meraup dana ketahanan energi sekitar Rp 15 hingga Rp 16 triliun per tahun. Itu dipungut dari penjualan premium sebesar Rp 200 per liter dan Solar Rp 300 per liter.
Sudirman mengatakan, pemungutan dana ketahanan energi merupakan implementasi pasal 30 Undang-Undang No 30 tahun 2007 tentang energi. Di mana pengembangan energi terbarukan harus dibiayai pendapatan negara berasal dari energi fosil.
"Harusnya kita memungut dana premi, dana fosil tapi tidak pernah. Tapi ini mumpung keadaan harga lagi rendah, waktunya melakukan itu," katanya.
"Itu akan menjadi dana simpanan, dan mekanismenya yang akan kami atur dengan Menteri Keuangan. Kami tidak punya mekanisme penganggarannya, tapi prinsipnya dulu disepakati."
Menurut Sudirman, pihaknya bakal mengelola dana ketahanan energi tersebut. Pemanfaatannya bakal diawasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi VII DPR-RI.
Pemungutan dana bakal dimulai 5 Januari mendatang. Itu bertepatan dengan pemberlakuan penurunan harga bahan bakar minyak.
Kebijakan pemerintah memungut dana dari rakyat ini menuai kritikan. Rakyat seolah memberi subsidi ke pemerintah. Berikut kritikan pedas untuk pemerintah atas kebijakan ini.
Pemerintah tak konsisten
Direktur INDEF, Enny Sri Hartati menilai, pemerintah tidak konsisten dalam menjalankan kebijakan harga keekonomian BBM. Pasalnya, ini dapat terlihat ketika harga minyak mentah dunia mengalami penurunan pemerintah tidak bereaksi lebih cepat dalam menangani hal tersebut.
"Kalkulasi ekonomi pemerintah tidak konsisten dan transparan. Ketika harga minyak mentah dunia mengalami penurunan sejak satu bulan lalu, pemerintah baru sekarang menurunkan harga BBM. Katanya pemerintah menggunakan sistem mekanisme harga pasar, maka harus konsisten," ujarnya kepada merdeka.com, Jakarta, Kamis (24/12).
Menurutnya, dana ketahanan energi memang diperlukan pemerintah mengingat pentingnya kedaulatan energi ke depan. Namun, penarikan dana ini seharusnya diikuti dengan langkah yang kongkrit. Saat ini, pemerintah sudah mengambil dana tapi langkah ke depannya belum dijelaskan.
"Memang ke depan ada kedaulatan energi tidak boleh energi diimpor, yang harus dijalankan pemerintah berlaku adil di publik, harus ada langkah kongkrit dari pemerintah untuk menghilangkan ketergantungan energi impor," jelas dia,
Apabila pemerintah tidak memiliki langkah kongkret dalam membereskan harga keekonomian BBM maka akan terjadi kemarahan publik. Saat ini sebagai langkah awal, pemerintah harus dapat meningkatkan daya beli masyarakat.
"Harga BBM turun Rp 150 tidak nendang, tidak efek pada harga di konsumen dan kebutuhan pokok serta transportasi umum," ungkapnya.
Rakyat subsidi pemerintah
Direktur Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean mengkritik kebijakan pemerintah yang menarik dana pungutan dari penjualan Premium dan Solar terhitung mulai 5 Januari 2015 mendatang.
Bagi konsumen Premium, besaran pungutan yang dibebankan sebesar Rp 200 per liter. Sementara untuk Solar, besaran pungutannya Rp 300 per liter.
Harga Premium per 5 Januari mendatang turun menjadi Rp 7.150 per liter dari saat ini Rp 7.300 per liter. Harga BBM terbaru tersebut sudah termasuk dana ketahanan energi dipungut pemerintah.
Jika mengecualikan pungutan itu, maka harga keekonomian Solar hanya sebesar Rp 5.650 per liter dan Premium Rp 6.950 per liter.
"Kemarin untuk dana energi baru, berapa untuk itu? Ini kan harus clear. Alokasinya harus jelas. Di APBN kan kita tidak melihat ada ini. Â Pemerintah jangan jadikan publik kasarnya publik mensubsidi pemerintah. 200 itu enggak kecil lho. Jangan uang ini ngambang-ngambang. Pertanggungjawaban tidak jelas," ucap Ferdinand di Jakarta, Kamis (24/12).
Pemerintah ngawur tarik dana dari rakyat
Direktur Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean menilai pemerintah bertindak ngawur. Kata dia, pungutan dana Ketahanan Energi yang dibebankan kepada rakyat tersebut tidak ada dasar hukumnya.
"Pemerintah ngawur di sektor BBM, regulasi tak jelas, publik hanya bisa berpasrah. Padahal publik harus dilindungi. Ada ketidakadilan dari pemerintah atas rakyatnya sendiri," kata Ferdinand dalam sebuah diskusi bertajuk 'Refleksi Kabinet Kerja Jokowi-Jk Tahun 2015' di Matraman, Jakarta Timur, Kamis (24/12).
Menurut Ferdinand, tidak ada dasar hukum pemerintah mengambil pungutan dari masyarakat. Namun, Menteri ESDM Sudirman Said yang mengatakan pemungutan dana ketahanan energi merupakan implementasi pasal 30 Undang-Undang No.30 tahun 2007 tentang energi.
"Tapi negara ambil dana energi dari siapa? Rakyat, kontraktor, karena ketika harga minyak tinggi, pemerintah tidak lakukan pungutan dari sektor migas. Kemarin-kemarin mereka nikmati keuntungan luar biasa," jelas Ferdinand.
"Kenapa sekarang ketika minyak turun, di mana rakyat harusnya berhak nikmati justru dibebankan pungutan tidak layak, karena dasar hukumnya tak ada. Pungutan ke publik harus diturunkan ke PP. PP-nya tidak ada," imbuhnya.
Tutupi kerugian Pertamina
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menuding rencana pemerintah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hanya untuk menutupi kerugian PT Pertamina (Persero) yang mencapai Rp 12 triliun. Alasannya, meski BBM turun, pemerintah masih menjual Premium dan Solar di atas harga keekonomian.
Menurut dia, kerugian Pertamina bukan karena penjualan Premium tetapi adanya kesalahan manajemen.
"Kita tidak ingin ketika pemerintah mengubah harga BBM, itu mengaitkan dengan kerugian Pertamina. Karena itu adalah miss management, korupsi, tata kelola yang tidak baik, sistem distribusi yang panjang, masih impor yang berlebihan, tidak membangun kilang baru, itu kesalahan management, itu mengakibatkan kerugian," ujar Said kepada wartawan saat acara catatan akhir tahun di Jakarta, Rabu (23/12).
Said menegaskan pemerintah dan Pertamina saat ini tengah membebankan kerugian korporasi ke masyarakat dengan menjual harga Premium dan Solar di atas keekonomian.
"Karena itu kita minta berapa pun nanti diturunkan dikaitkan dengan masih adanya kerugian pertamina," tegas dia.
Seperti diketahui, pemerintah memutuskan menurunkan harga Bahan Bakar Minyak per 5 Januari mendatang. Di mana, Premium turun sebesar Rp 150 menjadi Rp 7.150 per liter dari saat ini Rp 7.300 per liter.
Harga BBM terbaru tersebut sudah termasuk dana ketahanan energi dipungut pemerintah. Besarannya Rp 200 per liter untuk Premium dan solar Rp 300 per liter.
Jika mengecualikan pungutan itu, maka harga keekonomian Solar hanya sebesar Rp 5.650 per liter dan Premium Rp 6.950 per liter.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pembayaran Rp132,44 triliun tersebut merupakan pembayaran untuk Dana Kompensasi TW I-III 2023.
Baca SelengkapnyaArifin mengatakan perlu peran BPH Migas dan PT Pertamina, sekaligus pemerintah daerah dalam pengendalian dan pengawasan BBM bersubsidi melalui digitalisasi.
Baca SelengkapnyaHarga minyak mentah dunia terus menunjukan tren pelemahan hingga USD74,5 per barrel. Meski demikian, penurunan itu tidak diikuti oleh harga BBM Pertamina.
Baca SelengkapnyaMenteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan anggaran tersebut disiapkan demi menjaga stabilitas harga energi.
Baca SelengkapnyaNantinya, jika BBM jenis Pertalite dibatasi, maka pemerintah akan mensubisidi BBM jenis Pertamax.
Baca SelengkapnyaSeharusnya alokasi subsidi BBM ditujukan pada sektor konsumen, bukan untuk produknya.
Baca SelengkapnyaPemerintah akan memperketat penjualan solar bersubsidi.
Baca SelengkapnyaPemerintah mengalokasikan secara total subsidi energi sebesar Rp444,2 triliun untuk tahun 2024.
Baca SelengkapnyaBahlil mengatakan bahwa penurunan ini didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi tahun 2025 agar lebih tepat sasaran.
Baca SelengkapnyaEddy menuturkan, jika melihat pemanfaatan subsidi BBM yaitu Pertalite, maka subsidi tersebut justru banyak yang tidak tepat sasaran.
Baca SelengkapnyaRata-rata konsumsi sepeda motor tersebut mencapai 1 liter dalam satu hari.
Baca SelengkapnyaSubsidi BBM terdiri dari minyak tanah dan minyak solar sebesar 18,33 sampai dengan 19,44 juta kiloliter.
Baca Selengkapnya