Kronologi Anggota DPR Cecar dan Ancam Usir Dirut MIND ID dari Ruang Rapat
Merdeka.com - Komisi VII DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan holding BUMN tambang atau MIND ID pada Selasa (30/6) siang. Ada beberapa agenda dalam RDP ini meliputi kinerja BUMN tambang di masa pandemi Covid-19, kontribusi BUMN tambang di masa pandemi Covid-19 dan proyeksi pendapatan pemerintah sebelum dan sesudah akuisisi 51 persen saham PT Freeport Indonesia.
Dalam rapat ini, anggota komisi VII DPR menyoroti masalah pendanaan Freeport. Selama ini DPR belum mendapat kejelasan mengenai pendanaan untuk proyek MIND ID, termasuk akuisisi saham Freeport hingga pembangunan smelter.
Direktur Utama Holding Pertambangan MIND ID, Orias Petrus Moedak menjawab pertanyaan dari Anggota Komisi VII DPR RI tersebut.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Apa yang dibahas DPR dengan bos PT Timah? Anggota DPR Amin Ak sampai keras mencecar Bos PT Timah terkait kasus korupsi rugikan negara Rp271 triliun melibatkan banyak pengusaha.
-
Apa yang dibahas dalam dialog DPR RI? “Tentunya lewat dialog ini, kita bisa menjembatani diskusi untuk membahas agenda strategis dari setiap anggota AIPA dengan Tiongkok. Karena tentu setiap negara punya isu dan concern tersendiri yang harus ditindaklanjuti. Termasuk mendalami isu-isu skala kawasan dan regional yang juga harus diselesaikan bersama,“ urai Puteri.
-
Bagaimana DPR mendorong kerja sama investasi? Menutup keterangannya, Puteri juga mengajak Australia untuk terus memperkuat kolaborasi dan kerja sama investasi di sejumlah sektor prioritas yang digencarkan Pemerintah Indonesia.
-
Mengapa DPR mencecar bos PT Timah? Anggota DPR Amin Ak sampai keras mencecar Bos PT Timah terkait kasus korupsi rugikan negara Rp271 triliun melibatkan banyak pengusaha.
-
Siapa yang mempertanyakan Tapera di DPR? Video tersebut saat anggota Komisi V DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Irine Yusiana Roba Putri mempertanyakan terkait Tapera, berikut transkrip pertanyaannya:
"Jadi waktu membeli Freeport itu memang harganya waktu itu USD3,85 miliar, dan kami melakukan pinjaman penerbitan obligasi, waktu itu USD4 miliar dengan bunga rata-rata sekitar 6 persen, atau kita harus membayar bunga kurang lebih USD240-250 juta tiap tahun, dan utang kami itu ada yang tempo 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun, dan 30 tahun," beber Orias, Selasa (30/6).
Melihat situasi akibat Covid-19 ini, Orias memperkirakan apabila operasional MIND ID tidak juga membaik dan tidak bisa membayar utang dengan jatuh tempo yang paling dekat, yakni 2021 dan 2023, maka diperlukan skema pendanaan baru.
"Untuk yang 3 tahun dan 5 tahun, kami melihat covid-19 ini kami memperkirakan apabila ini berdampak negatif pada operasi kami, akan kesulitan bagi kami untuk mencari pendanaan untuk yang USD1 miliar yang jatuh tempo tahun depan," kata Orias.
"Jadi kami sejujurnya masuk ke pasar kemarin untuk melakukan refinancing untuk yang jatuh tempo 2 tahun ini dalam 2021 dan 2023. Jadi kami menerbitkan pinjaman USD2,5 miliar dan kami refinancing yang akan jatuh tempo di dalam 2021 dan 2023, jadi setengahnya kami bayar. Jadi USD1 miliar kami pakai untuk membayar setengah dari utang di 2021. Kemudian USD 500 juta lagi utang 2023," urainya.
Dicecar DPR
Menanggapi rencana ini, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Demokrat, Muhammad Nasir menilai pembiayaan utang dengan utang baru tidak masuk akal. Sebab, rencana ini akan membutuhkan sokongan dana atau utang baru untuk membayar utang yang lama, yang akan habis jatuh temponya. Sehingga, menurut Natsir, perlu dibentuk pansus untuk mengurai pendanaan Freeport.
"Saya sarankan soal Freeport dan pembelian saham maupun penambahan utang itu buat Pansus saja. Kalau nggak, ini (negara bisa) tergadai nanti," kata dia.
Nasir menilai, langkah untuk membayar utang lama dengan mencari utang baru adalah hal yang keliru dan tidak akan ada habisnya. Apalagi manajemen Freeport menjelaskan bahwa hingga 2021, Freeport memang belum bisa mendapat pemasukan. Sehingga kemungkinan menambah utang semakin besar.
"Utang bayar Utang, untuk apa kita beli saham kalau kita bayar utang lagi. Kan udah ribet ini jadinya. Bayar bunga, belum pokok. Lalu, kalau produksi labanya tidak mencukupi, dari mana untuk membayar," ujar Nasir.
Dari tayangan di Kompas TV dan TV Parlemen, terlihat Nasir terus menanyakan kesiapan MIND ID menghadiri rapat tersebut. Dia sempat meradang dan mengancam mengusir Dirut MIND ID dari ruang rapat. Alasannya, jawabannya soal pembiayaan utang tidak memuaskan anggota dewan.
"Harusnya bapak sekali, bapak gini saya suruh bapak keluar dari ruangan ini. Karena enggak ada gunanya bapak di sini. Anda bukan main main DPR di sini. Anda kalau rapat harus lengkap bahannya. Enak betul anda di sini," katanya Nasir sambil menggebrak meja.
Tak berhenti di situ, Nasir bakal mengancam akan mengirimkan surat kepada menteri terkait untuk meminta penjelasan mengenai utang BUMN ini.
"Kalau Anda enggak senang Anda keluar, Anda pikir ini punya saudara Anda ini semua. Ini punya negara bukan punya pribadi. Saya bicara di sini atas nama negara. Bahannya harus lengkap. Anda jelasin selengkap lengkapnya di sini. Kamu pikir negara ini utang yang bayar siapa? Kamu? Enak betul Anda ngomongnya. Bila perlu menterinya ke sini. Saya kirim surat secara pribadi."
Menjawab kemarahan Nasir, Dirut MIND ID menegaskan bahwa dia datang ke DPR berdasarkan undangan anggota dewan. "Saya enggak main main. saya diundang saya datang," tegasnya.
Utang Salah Satu Pilihan
Menjawab Natsir, Orias mengaku jika memang harus berutang, maka itu akan dilakukan, karena bagaimanapun juga utang merupakan salah satu opsi.
"Kalau harus berutang lagi dan ada yang memberikan utang, itu termasuk salah satu opsi," jawab Orias.
"Oh kalau peminjam, dipinjamkan terus ini barang," sahut Natsir.
"Utang (buat) bayar utang ini, pinjam uang untuk bayar utang, hasil untungnya buat bayar utang," pungkas Natsir.
Reporter: Pipit Ika
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anggota Komisi VII, Muhammad Nasir blak-blakan aksi mafia migas di Inhil.
Baca SelengkapnyaMahfud menyayangkan ada conflict of interest saat rapat kerja dengan DPR
Baca SelengkapnyaSejauh ini sudah ada beberapa perusahaan yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Baca SelengkapnyaDalam rapat, Dirut PT Timah, Ahmad Dani Virsal, menjadi bulan-bulan anggota DPR.
Baca SelengkapnyaAdapun tergugat dalam permohonan praperadilan Indra Iskandar adalah KPK RI.
Baca SelengkapnyaRapat paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Fraksi NasDem Rachmat Gobel.
Baca SelengkapnyaPT Timah tengah menjadi sorotan usai Kejaksaan Agung membongkar dugaan korupsi rugikan negara Rp271 triliun
Baca SelengkapnyaPenggeledahan tersebut untuk mengumpulkan bukti kasus dugaan korupsi proyek pengadaan rumah dinas DPR RI.
Baca SelengkapnyaDalam rapat bersama Komisi VI DPR, jajaran direksi PT Timah menjelaskan laporan keuangan. Namun anggota komisi tidak puas.
Baca SelengkapnyaIndra tidak menjelaskan detail ketika ditanya tentang temuan sejumlah bukti elektronik oleh KPK
Baca SelengkapnyaNantinya, hasil sikap ini akan diserahkan ke DPP PDIP untuk didalami sesuai kewenangan partai.
Baca SelengkapnyaKomisi VI DPR menggelar rapat dengan sejumlah perusahaan BUMN terkait pengajuan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Baca Selengkapnya