Lima negara 'surga' bagi pengemplang pajak

Merdeka.com - Tax Justice Network, lembaga advokasi perpajakan berbasis di Inggris, telah meluncurkan indeks kerahasiaan keuangan atau financial secrecy index (FSI) 2015. Studi itu memuat daftar negara masih getol menyembunyikan data keuangan individu atau perusahaan asing.
Dengan kata lain, itu menjadi indikator negara tersebut masih berstatus tax haven atau surga bagi para pengemplang pajak dan pelarian uang haram.
Diperkirakan sebanyak USD 21 trilun-USD 32 triliun aset global ditempatkan di 'surga' tersebut, guna menghindari pajak di tempat asal. Adapun uang haram yang mengalir ke sana mencapai USD 1 triliun-USD 6 triliun per tahun.
Lebih jauh diungkapkan, Sejak 1970, negara-negara Afrika telah kehilangan USD 1 triliun lantaran dilarikan elitnya ke negara tax haven. Sementara, rakyatnya harus menanggung utang luar negeri yang begitu besar. Mengingat, Afrika merupakan kreditur terbesar di dunia.
Praktik ini juga merugikan negara-negara Eropa yang cenderung lebih maju ekonominya. Yunani, Italia, dan Portugal harus menderita bertahun-tahun akibat penghindaran pajak dilakukan warganya.
Berikut adalah lima negara dengan indeks kerahasiaan keuangan atau financial secrecy index (FSI) tertinggi tahun ini, seperti dikutip dari situs resmi Tax Justice Network, Selasa (10/11):
Swiss
Swiss masih menjadi jawara dalam urusan menyembunyikan data keuangan orang atau perusahaan asing. Meskipun, Negara di Eropa Tengah tersebut telah melonggarkan regulasi terkait kerahasiaan informasi keuangan.
Swiss juga masih agresif dalam mengejar pembocor atau whistleblower data rahasia terkait keuangan.Â
Di sisi lain, negara penghasil cokelat itu juga berkomitmen untuk mulai melakukan penukaran informasi keuangan pada 2018. Namun, skalanya masih terbatas dengan beberapa negara saja.
Hong Kong
Negara kota itu masih enggan meneken perjanjian multilateral terakit keterbukaan informasi keuangan.Â
Kontrol China membuat Hong Kong steril dari inisiatif transparansi. Makanya, Hong Kong masih membolehkan saham tak ditulis nama pemiliknya atau sering disebut saham atas unjuk (bearer stock).
Padahal, praktik ini seringkali menjadi alat mencuci uang hasil kejahatan.
Amerika Serikat
Amerika Serikat menduduki peringkat tiga. Naik tiga tingkat dari posisi enam pada FSI 2013.
Itu lantaran Paman Sam masih enggan menerima ajakan kerja sama multilateral terkait keterbukaan informasi. Di sisi lain, dana asing yang mengalir masuk ke AS kian besar.
Padahal, AS telah menjadi pionir dalam mencegah penghindaran pajak lewat penyusunan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA).
Singapura
Sama seperti Hong Kong, Singapura tak serius dalam membuka data keuangan perusahaan multinasional. Namun, Negeri Singa itu terlihat sedikit lebih serius ketimbang Hong Kong dalam hal penegakan hukum dan menekan ekses buruk dari sistem kerahasiaan informasi.
Kepulauan Cayman
Negara Kepulauan teritori Inggris itu masih menjadi salah satu tempat pelarian dana asing terbesar di dunia. Namun, tingkat ketertutupannya berkurang setelah negara terletak di Laut Karibia itu menjadi satu dari 14 jurisdiksi yang meratifikasi perjanjian kerja sama Common Reporting Standar (CRS).
Dengan demikian, Cayman Islands sepakat terlibat dalam pertukaran informasi mulai 2017.
(mdk/yud)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya