Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengurai Polemik Harga Mi Instan Berpotensi Naik Tiga Kali Lipat

Mengurai Polemik Harga Mi Instan Berpotensi Naik Tiga Kali Lipat Ilustrasi mie instan. Shutterstock/Bohbeh

Merdeka.com - Isu soal kenaikan harga mi instan hingga tiga kali lipat muncul membuat masyarakat resah. Bagaimana tidak, mi instan selama ini selalu menjadi penyelamat di saat lapar dengan harga yang cukup hemat. Selain itu, membuat mi instan juga tergolong mudah dan tidak membutuhkan waktu yang lama.

Isu kenaikan harga mi instan ini pertama kali dilontarkan Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo. Mentan meminta masyarakat berhati-hati dan waspada akan adanya kenaikan harga mi instan yang berbahan gandum itu. Kenaikan itu disebut-sebut sebagai dampak dari adanya perang Rusia-Ukraina.

Saat ini, harga mi instan belum melambung tinggi. Namun, pedagang pasar dan retail di Bali mengaku telah merasakan kenaikan harga sedikit demi sedikit.

Salah satu pedagang sembako di Pasar Katrangan Denpasar, Ni Made Kartini (41) mengatakan, mi instan jenis goreng kini dijualnya dengan harga Rp3.500 dari yang sebelumnya Rp3.000 per bungkus. Sedangkan mi rebus masih di angka Rp3.000, sehingga dalam satu dusnya dia membeli kepada distributor seharga Rp110.000 dari yang sebelumnya Rp100 ribu.

"Sekarang berkurang ngambilnya, biasanya nyari dua dus, sekarang satu dus saja lama habisnya. Untuk kenaikan dari distributor kalau akan naik pasti sebelumnya diberitahu mau naik," kata Kartini di Denpasar.

Kementerian Pertanian kemudian menjelaskan soal potensi kenaikan harga mi instan hingga 3 kali lipat ini. Pertama, Indonesia saat ini masih menjadi negara pengimpor gandum terbesar di dunia. Indonesia mengimpor gandum salah satunya dari Ukraina dan Rusia dengan total persentase dari kedua negara mencapai 98 persen. Rusia dan Ukraina selama ini memang menjadi produsen gandum terbesar di dunia.

Pada tahun 2021 impor gandum Indonesia mencapai USD 956 juta. Kebutuhan gandum terbesar digunakan untuk industri produk pangan olahan, seperti mi instan, kue, dan roti.

Walaupun gandum bukan komoditas pangan utama Indonesia, tetapi kebutuhan gandum di Indonesia sangatlah tinggi. Sebab, gandum sangat sulit untuk dibudidayakan, sehingga kebutuhan gandum tentu memerlukan impor dari negara penghasilan gandum.

Harga Gandum Sangat Mahal

Celakanya, saat ini harga gandum dunia mengalami kenaikan yang sangat tinggi dipicu oleh geopolitik perang antara Rusia dan Ukraina. Kenaikan harga gandum tersebut sangat mempengaruhi produksi mi instan di Indonesia karena berbahan baku gandum.

Harga gandum sangat mahal karena ketidakpastian global yang terjadi di dunia yang diakibatkan perang Ukraina – Rusia, perubahan iklim, dan pandemi covid-19 membuat harga pangan dan energi menjadi sangat tinggi.

Selain itu, sejumlah negara penghasil gandum, seperti Rusia, India, Serbia, Mesir, Afghanistan, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Kosovo, mengeluarkan kebijakan restriksi. Langkah ini diambil untuk tetap menjaga stabilitas pangan di negara mereka masing-masing.

Sepanjang Juni 2022, International Food Policy Research Institute (IFPRI) menyebut ada berbagai kebijakan restriksi ekspor di beberapa negara, baik berupa larangan, izin, dan atau pajak ekspor.

"Perang Rusia - Ukraina juga sangat mempengaruhi pasokan gandum untuk kebutuhan global. Menurut laporan FAO, sekitar 50 negara menggantungkan sekitar 30 pweawn impor gandumnya dari Rusia dan Ukraina," Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan), Kuntoro Boga Andri, dalam keterangan resmi, Kamis (11/8).

Oleh karena itu, Kementan meminta masyarakat dan pelaku industri pangan untuk terus waspada terhadap potensi krisis pangan global. Meskipun begitu, kondisi Indonesia memang masih terbilang aman. Ketersediaan komoditas pangan strategis masih terjamin dan harga relatif stabil.

Lalu, Bagaimana dengan Stok Gandum Dalam Negeri?

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan stok gandum di dalam negeri untuk produksi mi instan cukup untuk dua bulan lebih. Ini diutarakan pasca timbul kekhawatiran atas berkurangnya pasokan dan kenaikan harga gandum, yang jadi bahan baku pembuatan tepung terigu untuk mi instan.

"(Stok gandum) cukup untuk dua bulan lebih," kata Plt Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Syailendra di Jakarta, Kamis (11/8).

Syailendra meyakini, pasokan gandum dari sejumlah negara penghasil seperti Australia, Brasil, Argentina, dan India akan kembali membesar pada Oktober 2022 mendatang.

"Gandum itu InsyaAllah di Oktober ini sudah panen semua, dan itu (harganya) akan turun, dan sekarang cenderung turun," ujar dia.

Syailendra pun tidak terlalu mempermasalahkan kenaikan harga gandum bakal turut menekan harga mi instan di pasaran nasional. Sebab, porsi gandum dan tepung terigu dalam ongkos produksi produk mi instan menurut perhitungannya hanya sebesar 15 persen.

"Gandumnya sendiri, tepung terigu itu hanya 15 persen kontribusinya pada cost production mi instan. Selebihnya ada packaging, itu bisa 30-40 persen," terang dia.

Stok Gandum Melimpah, Harga Mi Instan Bakal Turun

Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasanmengatakan, stok gandum perlahan sudah mulai tercukupi seiring musim panen raya di sejumlah negara. Sehingga harga mie instan juga bakal turun per Oktober 2022 mendatang.

Mendag menilai, itu jadi buah keberhasilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam melobi sejumlah negara penghasil gandum.

"Nah Bapak Presiden (melakukan) diplomasi, sekarang barangnya keluar nih gandum. Sudah banyak membanjiri pasar, Australia panen raya, Kanada panen raya, Amerika panen raya, jadi gandum melimpah. Mungkin Oktober sudah turun trennya turun harganya," ungkapnya di Jakarta, Kamis (11/8).

"Iya kemarin naik sedikit, tapi nanti trennya turun Oktober-November karena sekarang produknya berlebih," imbuh Mendag Zulkifli Hasan.

Dia juga tidak memungkiri kalau harga mi instan beberapa waktu lalu memang sedikit terangkat. Utamanya karena mengikuti tekanan inflasi, yang melesat hingga 4,94 persen per Juli 2022. "Jadi kalau mi, memang naik sedikit. Inflasi kita kan 4,9 (persen) kira-kira segitu naiknya selama berapa bulan. Jadi kecil naiknya," kata dia.

Penyebabnya, lantaran harga gandum di pasar internasional sebagai bahan baku tepung terigu untuk produk mie instan terangkat.

"Kenapa terigu itu naik sedikit, karena di Australia itu panennya gagal, Kanada gagal, Amerika gagal. Maksudnya gagal itu tidak panen raya, tidak sesuai harapan. Kemudian Rusia-Ukraina perang barangnya tidak bisa keluar," tutupnya.

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Harga Beras Meroket, Sri Mulyani Khawatir Menggerus Masyarakat Paling Miskin
Harga Beras Meroket, Sri Mulyani Khawatir Menggerus Masyarakat Paling Miskin

Masyarakat Indonesia sangat tergantung dengan komoditas ini, kenaikan harga beras semakin menghimpit masyarakat paling miskin.

Baca Selengkapnya
Harga Pangan Merangkak Naik Jelang Idul Adha, Ini Hal Ditakutkan Sri Mulyani
Harga Pangan Merangkak Naik Jelang Idul Adha, Ini Hal Ditakutkan Sri Mulyani

Harga-harga pangan meningkat yang menyumbang kepada inflasi,

Baca Selengkapnya
BPS: Harga Cabai dan Gula Sudah Naik dari Awal November 2023
BPS: Harga Cabai dan Gula Sudah Naik dari Awal November 2023

Rata-rata harga cabai merah pada pekan pertama di bulan November 2023 mencapai Rp53.998 per Kg.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Wanti-Wanti Masyarakat Menengah ke Bawah, Daya Beli Bakal Turun Imbas Harga Pangan Naik
Sri Mulyani Wanti-Wanti Masyarakat Menengah ke Bawah, Daya Beli Bakal Turun Imbas Harga Pangan Naik

Inflasi naik di bulan Febuari terutama harga beberapa komoditas.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Mulai Waspadai Harga Beras Naik 7,7 Persen dari Awal Tahun, Ada Apa?
Sri Mulyani Mulai Waspadai Harga Beras Naik 7,7 Persen dari Awal Tahun, Ada Apa?

Selain beras, Sri Mulyani menyebut ada beberapa harga pangan juga mengalami kenaikan, seperti bawang putih 1,9 persen, cabai merah 17 persen.

Baca Selengkapnya
Di Depan Relawan, Jokowi Ungkap Dua Faktor Utama Masalah Pangan hingga Harga Beras Naik
Di Depan Relawan, Jokowi Ungkap Dua Faktor Utama Masalah Pangan hingga Harga Beras Naik

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan masalah pangan dalam negeri masih terjadi.

Baca Selengkapnya
Diam-Diam, Harga Eceran MinyaKita Naik Jadi Rp15.700 per Liter dan Berlaku Pekan Depan
Diam-Diam, Harga Eceran MinyaKita Naik Jadi Rp15.700 per Liter dan Berlaku Pekan Depan

Permendag terkait HET MinyaKita telah diharmonisasi pada Kamis (18/7) malam.

Baca Selengkapnya
Info Terbaru: Harga Minyak Goreng MinyaKita Naik Pekan Depan
Info Terbaru: Harga Minyak Goreng MinyaKita Naik Pekan Depan

Pada sisi lain, naiknya harga Minyakita dari Rp14.000 menjadi Rp15.500 dinilai tetap akan lebih murah dari minyak goreng kemasan premium.

Baca Selengkapnya
Siap-Siap, Harga Minyak Goreng MinyaKita Naik Setelah Idul Adha 2024
Siap-Siap, Harga Minyak Goreng MinyaKita Naik Setelah Idul Adha 2024

Setidaknya ada 10 komponen dalam penghitungan HPP, di antaranya yaitu harga CPO, ongkos angkut pabrik, biaya pengolahan, pengemasan, serta biaya distribusi.

Baca Selengkapnya
Harga Sejumlah Kebutuhan Pokok Naik, Pedagang dan Pembeli di Jawa Tengah Sama-sama Mengeluh
Harga Sejumlah Kebutuhan Pokok Naik, Pedagang dan Pembeli di Jawa Tengah Sama-sama Mengeluh

Kenaikan harga membuat penjual dan pembeli sama-sama merana

Baca Selengkapnya
Pedagang Keluhkan Susahnya Dapat Beras Premium Jelang Ramadan, Kalaupun Ada Harganya Mahal
Pedagang Keluhkan Susahnya Dapat Beras Premium Jelang Ramadan, Kalaupun Ada Harganya Mahal

Saat ini harga beras kualitas premium rata-rata telah mencapai Rp18.000 per kilogram. Angka ini naik hingga 20 persen dari harga normal tahun 2023.

Baca Selengkapnya
Mendag Usul Harga MinyaKita Naik Jadi Rp15.700 Per Liter
Mendag Usul Harga MinyaKita Naik Jadi Rp15.700 Per Liter

Saat ini, HET MinyaKita masih ditetapkan sebesar Rp14.000 per liter.

Baca Selengkapnya