Menkeu: Aneh, rasio pajak terus turun saat pertumbuhan masih tinggi
Merdeka.com - Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro memaparkan, penerimaan pajak hingga akhir Oktober 2015 mencapai kisaran angka Rp 766 triliun. Angka tersebut diperoleh dari penerimaan pajak non migas sebesar Rp 723 triliun dan migas sekitar Rp 43 triliun.
Penerimaan pajak yang masih berada di kisaran angka 60 persen itu dinilai lantaran patokan target pajak yang terlalu tinggi sehingga sulit dicapai Ditjen Pajak.
Namun, menurut Menteri Bambang, terjadi anomali dalam data rasio penerimaan pajak terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) atau tax ratio. Menteri Bambang memaparkan, rasio penerimaan pajak sejak 2012 hingga 2014 terus menurun, padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia masih di atas 5 persen.
-
Apa target pertumbuhan ekonomi Indonesia? Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan Pemerintah menyepakati target sasaran pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2025 mendatang berada pada rentang 5,3 persen sampai 5,6 persen.
-
Kenapa pertumbuhan ekonomi Indonesia harus di atas 7%? 'Kalau kita mau menuju Indonesia emas, pertumbuhan ekonomi kita harus di atas 7 persen. Pendapatan per kapita kita harus di atas 10 ribu dolar AS. GDP kita harus 5-6 terbesar di dunia. Oleh karena itu dibutuhkan mesin pendongkrak ekonomi,' ujar Bahlil saat Kuliah Umum di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Jatinangor, Jawa Barat, Kamis (17/7).
-
Bagaimana ekonomi RI bisa tumbuh 6,22% sampai 2045? 'Penerapan ekonomi hijau dalam jangka panjang diproyeksikan dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22 persen hingga 2045,' kata Airlangga di Jakarta, Kamis (4/7).
-
Bagaimana pertumbuhan ekonomi bisa dicapai? Pengembangan kuantitas produksi berikut umumnya disebabkan oleh semakin majunya teknologi, adanya inovasi bisnis yang efisien serta eskalasi minat konsumen pada tren tertentu.
-
Kenapa kemenko perekonomian perlu tingkatkan pertumbuhan ekonomi? Pertumbuhan (ekonomi) pertahun 5% tidaklah cukup. Jadi kita butuh tumbuh 6% sampai 7%. Namun salah satu yang menjadi catatan yaitu ICOR (Incremental Capital Output Ratio) kita di tahun ini terlalu tinggi yaitu 7,6. Ini artinya bahwa investasi yang kita masukkan belum terlalu optimal,“ tutur Menko Airlangga.
-
Kenapa target pertumbuhan ekonomi penting? Sehubungan dengan itu, salah satu manfaat yang dirasakan pemerintah ketika terjadi pertumbuhan ekonomi adalah pembangunan dan pemerataan infrastruktur masyarakat dapat dilaksanakan secara cepat karena pendapatan per kapita sudah melonjak.
"Tax ratio itu adalah penerimaan pajak terhadap PDB nominal. Kenapa turun itu aneh? Karena pada periode itu, 2012, 2013, 2014 pertumbuhan ekonomi kita bagus, 2012 masih tumbuh lebih dari 6 persen, 2013 masih 5,8, 2014 masih 5 persen," papar Menteri Bambang di Hotel Harris, Sentul, Bogor, Sabtu (7/11).
Menteri Bambang menilai, ada potensi penerimaan pajak yang hilang disebabkan oleh persoalan administrasi perpajakan yang perlu dibenahi.
Dia mengatakan, tahun ini penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp 1.294 triliun, naik dari realisasi 2014 sebesar Rp 985 triliun. Apabila tax rasio 2014 berada di angka 12 persen, maka seharusnya penerimaan pajak tahun ini bisa mencapai Rp 1.265 triliun.
"Jadi kalau tax rationya 12 persen harusnya kita dapat Rp 1.265 triliun. Nah 2015 banyak yang bilang wah ini target pajaknya ketinggian Rp 1.294 triliun, kalau 12 persen itu saya bawa ke 2015 harusnya kita dapat Rp 1.375 triliun. Bukan Rp 1.294 triliun," ungkap Bambang.
Menteri Bambang melihat, target pajak yang dipatok tahun ini bukan angka yang tidak memiliki dasar.
"Ini sebenarnya kita bicara bukan sesuatu yang muluk-muluk. Karena logikanya kalau ekonomi masih tumbuh, tax ratio harusnya minimum tidak turun. Malah yang benar harusnya naik meski pun sedikit-sedikit. Tax ratio itu haruslah berjalan lurus dengan pertumbuhan ekonomi," ucap Bambang.
Lebih lanjut dia mengatakan, tax ratio sebesar 12 persen masih jauh dari tax ratio negara-negara lain yang sudah berada di kisaran angka 14 persen.
Berdasarkan catatan merdeka.com, rasio pajak sejak 2007 hingga 2014 berturut-turut ialah 12,4 persen, 13,3 persen, 11 persen, 11,3 persen, 11,8 persen, 11,9 persen, 11,9 persen, dan 12,4 persen.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hingga akhir April 2024, pemerintah telah mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp624,19 triliun.
Baca SelengkapnyaPajak penghasilan (PPh) non migas terkontraksi sebesar 5,41 persen dengan realisasi sebesar Rp443,72 triliun, sekitar 41,73 persen dari target.
Baca SelengkapnyaMayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.
Baca SelengkapnyaPrabowo menilai, rasio pajak indoensia masih jauh lebih rendah dibanding negara-negara tetangga, semisal Malaysia, Thailand hingga Kamboja.
Baca SelengkapnyaKinerja APBN masih menunjukkan hasil positif hingga September 2023. Pendapatan negara dan belanja negara tetap tumbuh.
Baca SelengkapnyaTerdapat penurunan nilai penerimaan pajak hingga April 2024.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, UKT seharusnya bisa naik dalam dua tahun sekali seperti tarif tol.
Baca SelengkapnyaPemerintah bisa menunda kenaikan ppn 12 persen seperti penundaan pajak karbon, yang seharusnya efektif dimulai 1 April 2022.
Baca SelengkapnyaGaji karyawan cenderung naik terlihat dari sumbangan pajak yang terus meningkat.
Baca SelengkapnyaPemerintah masih punya cukup anggaran sisa dari tahun sebelumnya untuk membiayai negara, di luar harus mendongkrak PPN.
Baca SelengkapnyaRealisasi pendapatan negara pada Mei 2024 tersebut anjlok 7,1 persen secara year on year (yoy).
Baca SelengkapnyaAngka ini sudah 88,69 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Baca Selengkapnya