Menteri Saleh: 90 persen bahan baku obat di Indonesia masih impor
Merdeka.com - Tingkat ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan baku farmasi sangat tinggi. Hampir semua bahan baku obat di Indonesia didatangkan dari negara lain. Menteri Perindustrian Saleh Husein mengatakan, Indonesia masih impor hingga 90 persen bahan baku obat dan kesehatan.
"Untuk kesehatan banyak yang masih impor bahan bakunya, 90 persen masih impor. Tentunya untuk mengurangi impor, kami dengan produksi bahan baku dari dalam negeri," ucap Saleh di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (19/10).
Menurut Saleh, pemerintah saat ini terus mendorong tumbuhnya industri farmasi dalam negeri. Berbagai cara dilakukan, mulai dari mempererat koordinasi hingga rencana pelonggaran izin investasi bidang kesehatan.
-
Gimana cara Mentan mengurangi impor? 'Apresiasi juga kepada Pak Amran yang dengan semangat untuk mengurangi impor hasil-hasil pertanian seperti beras, gula, jagung, dan seterusnya. Saya percaya kalau seluruh potensi bangsa ini didorong untuk memenuhi kebutuhan itu, pasti impor kita dapat dikurangi dan kita kembali bergantung pada hasil dalam negeri,' katanya.
-
Kenapa Kemenkumham mendukung penggunaan produk dalam negeri? Tujuannya adalah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional dan mendukung daya saing industri di tanah air.
-
Bagaimana Kemenkumham mendukung produk dalam negeri? “Dalam kegiatan ini kami menyediakan layanan host berupa Layanan Paspor Merdeka, Pameran “Kemudian coaching clinic bidang Kekayaan Intelektual (KI), Administrasi Hukum Umum (AHU), dan Hak Asasi Manusia (HAM),“ imbuhnya lagi.
-
Kenapa Presiden Jokowi mengutamakan produk dalam negeri? Menurut Hendi, Presiden Jokowi sudah memberikan arahan agar belanja Kementerian, Lembaga dan Pemda mengutamakan Produk Dalam Negeri yakni sebesar 95 persen. Selain itu belanja Kementerian, Lembaga dan Pemda sebanyak 40 persen wajib untuk mengutamakan UMKK.
-
Bagaimana cara meningkatkan efisiensi produksi? Dengan meningkatkan efisiensi produksi, biaya produksi dapat ditekan, yang pada gilirannya dapat mengurangi tekanan inflasi. Pemerintah bisa memberikan insentif kepada perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dengan memberikan bantuan dalam bentuk pelatihan karyawan, investasi di bidang teknologi dan infrastruktur, atau mengurangi beban regulasi yang menghambat produktivitas.
Namun demikian, Saleh mengaku tidak memiliki wewenang untuk memberi pelonggaran izin. Pembinaan industri farmasi sepenuhnya menjadi wewenang dari Kementerian Kesehatan. Kementerian Perindustrian hanya membantu beberapa teknis-teknis yang diperlukan.
"Sekarang pembinaannya di Kementerian Kesehatan. Paling koordinasi misalnya teknis-teknis dengan kami. Tapi lebih banyak di Kementerian Kesehatan kok," tutupnya.
Sebelumnya, tingginya impor bahan baku farmasi membuat defisit neraca perdagangan sektor farmasi sangat lebar. Berdasarkan data BPS sepanjang 2010-2014 defisit neraca perdagangan produk farmasi mencapai USD 863,5 juta.
"Penyebab defisit neraca perdagangan sektor farmasi adalah tingginya impor bahan baku, hingga mencapai 95 persen," ujar Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani dalam siaran pers yang diterima merdeka.com, Jumat (7/8).
Karena itu BKPM mencoba meyakinkan minat investor bidang farmasi agar menjadikan Indonesia sebagai basis produksinya. "Dengan demikian, kita dapat mengurangi impor sehingga dapat menyeimbangkan neraca perdagangan," ucapnya.
Selain bahan baku obat, investasi di bidang alat kesehatan juga sangat dibutuhkan. Karena, secara teknologi Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain.
"Jadi diharapkan investasi alat kesehatan juga dapat menciptakan transfer teknologi", jelas Franky.
Menurut data BKPM, sepanjang Semester I 2015, terdapat pengajuan Izin Prinsip PMA sektor farmasi senilai USD 53,13 juta dari Jerman, China dan Singapura. Sementara itu Izin Prinsip PMDN untuk sektor farmasi sebesar Rp 5,79 triliun.
Di luar itu, sepanjang Semester I 2015, tim pemasaran investasi BKPM juga mencatat adanya minat investasi USD 125 juta dari Taiwan, Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan dan Yordania. Sementara itu, realisasi investasi sektor kesehatan dan farmasi mencapai nilai Rp 260,12 Miliar untuk PMDN dan USD19,83 juta untuk PMA.
Franky menjelaskan BKPM dan Kementerian Kesehatan menyepakati berkoordinasi melakukan penyederhanaan perizinan di bidang kesehatan, misalnya Izin Mendirikan Rumah Sakit.
"Kami akan berkoordinasi agar dengan izin-izin lain tidak saling mempersyaratkan, namun tetap memenuhi standar akreditasi rumah sakit yang baik," ucapnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
"Kita berencana menambah produsen komponen BBO yang berasal dari industri dalam negeri, karena saat ini kita masih bergantung pada import," kata Anies
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan, alat kesehatan di Indonesia masih didominasi impor.
Baca SelengkapnyaAda faktor yang belum terselesaikan hingga WNI sering berobat ke luar negeri.
Baca SelengkapnyaIndonesia per tahunnya butuh sekitar 4,5-4,7 juta ton garam farmasi.
Baca SelengkapnyaKhusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.
Baca SelengkapnyaDiharapkan ada realisasi investasi dari pengusaha di luar negeri.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi juga telah memberikan instruksi untuk mencari solusi guna menekan harga obat di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBudi menyebut, pemerintah terus menggencarkan transformasi kesehatan.
Baca SelengkapnyaZulhas menilai, dengan memberantas produk impor ilegal maka sejumlah manfaat positif akan dirasakan Indonesia.
Baca SelengkapnyaPengenaan bea masuk hingga 200 persen ini juga telah dirundingkan langsung dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas beberapa waktu lalu.
Baca SelengkapnyaDengan murahnya barang impor itu, banyak pelanggan beralih. Alhasil, semakin banyak produk impor yang masuk ke Indonesia berdasarkan pada permintaan tadi.
Baca SelengkapnyaBanyak negara kini memilih berjaga untuk kepentingan dalam negeri dengan cara menutup keran ekspor pangannya,
Baca Selengkapnya