Minimnya lahan di Indonesia jadi penyebab harga pangan melonjak
Merdeka.com - Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Benny Soetrisno menilai penerapan paket kebijakan ekonomi Indonesia belum menyentuh ke berbagai sektor, salah satunya pertanian.
Menurutnya, semakin sedikit lahan di Indonesia yang bisa digunakan untuk bertani. Hal ini lah yang menyebabkan harga pangan melonjak.
"Soal pangan, kalau kita lihat tanah dari Jakarta ke Bandung, kemudian Jakarta ke Banten, itu tanahnya lebar-lebar tapi ditumbuhi ilalang. Lebih berat lagi, itu sudah ada yang punya, dan kalau beli tanah itu sebagai lahan pertanian pasti mahal,"jelas Benny di Menara Kadin Indonesia, Jumat (23/9).
-
Dimana harga bahan pangan naik? Tak hanya beras, harga sejumlah bahan pangan di Jakarta terpantau merangkak naik.
-
Kenapa konsumsi beras di Indonesia turun? Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, mengatakan jika diselisik lebih jauh, data konsumsi beras per kapita masyarakat Indonesia mengalami penurunan.
-
Kenapa harga kedelai makin mahal? Hendro, salah seorang perajin tahu di Dusun Kanoman, mengatakan bahwa makin ke sini harga kedelai lokal semakin mahal. Oleh karena itu, mereka terpaksa mengandalkan kedelai impor untuk membuat tahu. Tapi harga kedelai impor saat ini cenderung tinggi.
-
Harga bahan pangan apa yang naik? Situs Badan Pangan Nasional (Bapanas) per Rabu 21 Februari 2024 pukul 13.00 WIB menunjukkan kenaikan harga beberapa bahan pangan, terutama beras dan cabai rawit merah.
-
Apa yang banyak dipanen di Indonesia? Tanaman yang banyak dipanen di Indonesia (4 huruf) - PADI
-
Mengapa perubahan iklim berdampak pada produktivitas pertanian? Perubahan iklim mengakibatkan pemanasan suhu bumi, kenaikan batasan air laut, dan terjadinya banjir.
Dengan minimnya lahan di Indonesia, mengakibatkan semakin sedikitnya bahan pangan yang ditanam, dan semakin sedikit pula petani yang menjadi buruh tani karena tidak memiliki lahan sendiri.
"Banyak lahan tidak terpakai, Pemerintah fokus di sini dulu, kita punya banyak tanah, tapi sudah ada yang punya, dan dianggurkan," ujarnya.
Dengan demikian, Benny meminta agar pemerintah segera menangani hal tersebut untuk meminimalisir lonjakan harga pangan. Selain itu, dia juga meminta agar ego sektoral yang masih terlihat di beberapa kementerian untuk dihilangkan, agar kebijakan dan program yang telah dikeluarkan bisa menyentuh ke seluruh masyarakat.
"Misal Kementan, kerjasama dengan Kemenperin, untuk menyediakan alat pra dan pasca panen pertanian. Beri harga yang wajar ke petani untuk memperbaiki kualitas pangan mereka," pungkas Benny.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Situasi ini sudah berlangsung lama, terutama sejak kebijakan pemerintah yang tidak lagi mendukung sektor pertanian pascareformasi.
Baca SelengkapnyaPeningkatan kebutuhan pangan sejalan dengan pertumbuhan laju penduduk.
Baca SelengkapnyaHarga beras terus mengalami kenaikan sejak tahun lalu. Impor beras menjadi solusi cepat yang dipilih pemerintah.
Baca SelengkapnyaJumlah petani di Indonesia juga terus mengalami penurunan dalam 10 tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaDampak El Nino akan menganggu komoditas tanaman utama, seperti gandum, jagung, beras, kedelai, dan sorgum.
Baca SelengkapnyaOmbudsman membeberkan penyebab mahalnya harga beras di Indonesia.
Baca SelengkapnyaArea persawahan di Jakarta tersebut terdampak kekeringan panjang
Baca SelengkapnyaPemerintah terus berupaya mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga beras.
Baca SelengkapnyaHal ini untuk memastikan bahwa petani juga mendapatkan keuntungan yang layak dari hasil pertanian mereka.
Baca SelengkapnyaBPS mencatat, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp6.295 per kilogram (kg) atau naik 2,97 persen selama Januari 2024.
Baca SelengkapnyaKenaikan harga beras tertinggi berada di Provinsi Kalimantan Tengah yang hampir mencapai Rp19.000 per kilogram (kg).
Baca Selengkapnya"Kalau pada masa Orde Baru, 65 persen pekerja dari sektor pertanian. Sekarang 25 persen."
Baca Selengkapnya