Minyak Goreng Langka di Pasaran, Kebijakan Pemerintah Tak Efektif?
Merdeka.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan lonjakan harga minyak goreng di pasaran. Salah satunya dengan menerapkan minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter dan mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng.
Namun, Pengamat Ekonomi Mohammad Revindo menilai, kebijakan-kebijakan tersebut tidak tepat. Bahkan, akibat penerapan kebijakan ini membuat minyak goreng langka di pasaran.
"Saya melihat bahwa penerapan harga minyak goreng di tingkat eceran sebesar Rp14.000 sejauh ini di banyak tempat tidak efektif, dan bahkan berakibat pada kelangkaan," kata dia kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (7/2).
-
Bagaimana Kemendag dorong pasar minyak goreng? Kementerian Perdagangan melalui Atase Perdagangan (Atdag) Kairo terus berupaya menggenjot potensi pasar pengemasan minyak goreng Indonesia di Timur Tengah dan Afrika.
-
Dimana Kemendag genjot pasar minyak goreng? Kementerian Perdagangan melalui Atase Perdagangan (Atdag) Kairo terus berupaya menggenjot potensi pasar pengemasan minyak goreng Indonesia di Timur Tengah dan Afrika.
-
Kenapa Kemendag genjot potensi pasar minyak goreng? 'Kunjungan lapangan tersebut menghasilkan tawaran kerja sama di bidang industri pengemasan minyak goreng Indonesia. Industri pengemasan minyak goreng Indonesia memiliki peluang yang besar untuk dipasarkan di pasar regional Timur Tengah dan Afrika,' ungkap Syahran.
-
Kenapa minyak goreng jadi keruh? Proses penggorengan, terutama makanan yang bercita rasa, dapat meninggalkan residu pada minyak. Akibatnya, minyak goreng menjadi keruh.
-
Bagaimana Kemendag mengontrol harga barang kebutuhan pokok? Kementerian Perdagangan turut andil dalam penurunan laju inflasi di tahun 2023, yakni pihaknya rutin melakukan kunjungan ke pasar-pasar di tanah air untuk memantau stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan pokok.
-
Apa penyebab inflasi selain permintaan melebihi penawaran? Kenaikan biaya produksi juga bisa menjadi penyebab inflasi. Misalnya, kenaikan harga bahan baku, tenaga kerja, atau energi dapat mendorong produsen untuk menaikkan harga jual agar tetap mendapatkan keuntungan.
"Mengapa? Tentunya karena para pengecer memperoleh minyak goreng dengan harga yang lebih tinggi dari harga patokan tersebut. Tidak fair jika pengecer dipaksa menjual dengan harga tersebut atau dilakukan operasi pasar dengan harga tersebut,” lanjut dia.
Selain itu, lemahnya kendali pemerintah juga dinilai membuat kisruh harga minyak goreng yang tak kunjung turun menjadi berkepanjangan. Berbagai alasan yang disampaikan Kemendag justru menambah ketidakpastian bagi masyarakat.
Kebijakan menghilangkan minyak goreng curah serta kebijakan satu harga dengan memberikan subsidi melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di mana harga minyak goreng dipatok Rp14.000 per liter hanya menambah masalah saja.
“Kementerian Perdagangan seharusnya menjalankan operasi distribusi secara menyeluruh di titik-titik yang teridentifikasi sangat kekurangan pasokan dengan pengawasan yang super ketat," ungkapnya.
Pemerintah juga tidak cukup hanya menunggu produsen dan distributor menjalankan kebijakan. Langkah keras melalui pengawasan yang ketat harus dilakukan.
"Harapan banyak pihak (bukan hanya saya) adalah Kemendag punya war room atau situation room dimana bisa dipantau secara real time stok dan pergerakan distribusi bahan pokok di berbagai daerah, termasuk produsen dan distributor yang memasok masing-masing daerah, dibandingkan dengan estimasi kebutuhan mingguan atau bulanannya," jelas Revi.
"Dengan cara ini lonjakan harga dan kelangkaan dapat diantisipasi, dan jikapun terjadi dapat diketahui siapa yang bertanggung jawab," tuturnya lagi.
Sulitkan Penerapan di Lapangan
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Linggih menilai, perubahan kebijakan secara beruntun tidak hanya menyulitkan penerapannya di lapangan, tetapi juga berpotensi menyebabkan kerugian negara yang cukup signifikan.
"Bagaimana masyarakat tidak marah, sudah harga minyak goreng mahal, kebijakan berubah terus dan operasi pasar tidak berjalan dengan baik," tukas Demer.
Demer menjelaskan bahwa blunder terbesar adalah kebijakan menghilangkan minyak goreng curah dipasaran dan memaksakan penjualan menggunakan kantong sederhana.
"Apa ini tidak dipikirkan secara benar dan matang? Minyak goreng curah adalah cara paling mudah mendistribusikan kepada masyarakat. Kalau produsen harus menggunakan proses packaging baru, kapan akan selesai masalah ini?," jelasnya.
Kenaikan harga minyak goreng sejak tiga bulan lalu sebenarnya sudah di prediksi beberapa pihak karena harga crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah di pasar global terus meningkat dan selalu mencetak harga tertinggi sampai Februari ini.CPO merupakan bahan baku minyak goreng.
Bahkan dikatakan kenaikan harga CPO yang belum pernah terjadi sebelumnya disebabkan oleh situasi pandemi yang mengacaukan jumlah permintaan dan pasokan.
Perubahan iklim juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pasokan CPO. Oleh sebab itu, pemerintah mencanangkan kebijakan minyak goreng satu harga selama enam bulan karena harga CPO diperkirakan masih tinggi dalam beberapa bulan ke depan.
Kata Pemerintah
Pemerintah meyakini kelangkaan minyak goreng yang berlangsung beberapa waktu lalu karena dampak pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Kelangkaan dan naiknya harga minyak goreng bukan karena adanya permainan kartel.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan meyakini pandemi membuat rantai pasok dunia terganggu, dan kebutuhan tetap tinggi. Sementara, persediaan terbatas dan membuat harga CPO merangkak naik sejak tahun lalu.
"Anomalinya, harga tinggi ini karena kebutuhan yang tinggi, sementara pasokan minyak dunia terganggu," kata Oke dalam diskusi bersama Indef, Jakarta, Kamis (3/2).
Oke menjelaskan, kelangkaan CPO terjadi karena produksi yang terganggu. Selain Indonesia, Malaysia juga salah satu penyuplai CPO terbesar lainnya. Sayangnya produksi minyak nabati di Malaysia mengalami penurunan karena faktor cuaca atau curah hujan yang tinggi, dan sebagian pekerjanya telah kembali ke Tanah Air.
"Jadi ini murni karena pandemi, tenaga kerja di Malaysia dikembalikan ke Indonesia, selain juga ada alasan musim hujan, jadi produksi juga terganggu," kata dia.
Sementara itu, hasil produksi CPO di dalam negeri tidak semua digunakan untuk keutuhan minyak goreng. Setidaknya ada 120 produk turunan yang dihasilkan dari olahan sawit. Belum lagi keperluan ekspor keluar negeri yang kini permintaan dan harga yang tinggi. Sehingga perlu pengaturan yang proporsional agar industri tetap bisa berjalan dengan optimal.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pasalnya, beberapa komoditas pokok penting masih dijual di atas HET yang ditetapkan pemerintah, seperti terjadi pada minyak goreng.
Baca SelengkapnyaKebijakan ini dilakukan sebagai upaya untuk menjamin pasokan minyak goreng.
Baca SelengkapnyaHal itu sebagai upaya melancarkan alur pendistribusiannya tepat sasaran ke masyarakat.
Baca SelengkapnyaHal ini merespons isu kenaikan harga minyak kita akibat kurangnya realisasi domestic market obligation (DMO) oleh produsen.
Baca SelengkapnyaPerubahan HET MinyaKita dilakukan karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan harga biaya pokok produksi yang terus mengalami perubahan.
Baca SelengkapnyaDia menyebut, kelangkaan gas subsidi itu akibat diborong orang kaya hingga restoran.
Baca SelengkapnyaPemerintah perlu memberikan bantuan bagi kelas menengah untuk mendorong daya beli kelompok masyarakat itu kembali bangkit.
Baca SelengkapnyaAnak Buah Sri Mulyani tersebut meyakini kenaikan harga minyak mentah dunia bersifat sementara.
Baca SelengkapnyaKenaikan harga beras sekarang telah memecahkan rekor tertinggi di era pemerintahan Jokowi.
Baca SelengkapnyaKebijakan pemerintah membuat daya beli masyarakat semakin amburadul.
Baca Selengkapnya"Menteri terkait yang bertanggung jawab, itu terlalu sibuk berpolitik. Sehingga tidak mengurusi sektor riil nya. Itu rupanya akan memicu harga naik," kata Tom
Baca SelengkapnyaHarga Eceran Tertinggi (HET) Minyakita naik menjadi Rp15.700 per liter.
Baca Selengkapnya