Nilai Tukar Rupiah Menguat ke Level Rp13.614 per USD

Merdeka.com - Nilai tukar Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis (23/1) pagi, menguat menjelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia.
Pada pukul 9.47 WIB, Rupiah bergerak menguat 32 poin atau 0,24 persen menjadi Rp13.614 per USD dibanding posisi sebelumnya di level Rp13.646 per USD.
"Hari ini pasar menunggu hasil RDG BI. Konsensus tidak ada pemangkasan suku bunga, tapi ini bisa saja terjadi pemangkasan mengingat tingkat imbal hasil AS juga terus turun karena intervensi The Fed di pasar uang," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston di Jakarta, Kamis.
Ariston menuturkan, turunnya tingkat imbal hasil obligasi AS memberikan tekanan ke dolar AS, yang bisa mendorong penguatan Rupiah kembali.
Kendati demikian, sentimen negatif terhadap aset berisiko kelihatannya kembali membayangi pergerakan harga saham pagi ini.
Saat ini Indeks saham Asia bergerak turun, kemungkinan masih karena kekhawatiran penyebaran virus corona. China melaporkan penambahan korban tewas akibat virus tersebut.
"Rupiah bisa terkena imbasnya," ujar Ariston.
Ariston memperkirakan rupiah pada hari ini bergerak di kisaran Rp13.600 per USD hingga Rp13.700 per USD.
Penguatan Rupiah Sesuai Fundamental Ekonomi
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, penguatan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) masih sesuai dengan nilai fundamental. Ini menanggapi pernyataan Presiden Jokowi terkait Rupiah yang terlalu menguat sehingga membuat eksportir terancam.
"Penguatan Rupiah masih sejalan dengan fundamental, mekanisme pasar," ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (22/1).
Dia mengatakan, secara rutin pihaknya memang melaporkan perkembangan nilai tukar kepada Presiden Jokowi. Dampak dari penguatan tersebut juga disampaikan secara rinci seperti neraca pembayaran yang surplus.
"Saya laporkan waktu itu penguatan Rupiah masih sejalan dengan fundamental. Pertumbuhan meningkat dan juga kemudian neraca pembayaran surplus. Aliran modal asing masuk makanya sejalan dengan mekanisme pasar," jelasnya.
dengan mata uang asing. Penguatan nilai tukar tersebut utamanya langsung berdampak pada investasi dalam negeri.
"Penguatan nilai tukar di Indonesia itu memang bisa mendorong investasi dalam negeri karena banyak industri kandungan impor tinggi termasuk juga mendorong ekspor khususnya manufaktur," jelasnya.
"Kalau manufaktur itu ekspornya juga terkendala impor tinggi. Sekarang terlihat ekspor manufaktur meningkat. Memang iya kalau ekspor komoditas melemah karena pengaruhnya lebih ke hasil Rupiah dari ekspor lebih tinggi. Tapi ekspor komoditas tidak terlalu sensitif terhadap pelemahan Rupiah, lebih ke harga komoditas dan permintaan luar negeri," sambungnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya