Obyek cukai Indonesia kalah dibanding Malaysia hingga Thailand
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Center Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo, mengatakan selama ini penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) mendominasi penerimaan cukai sebesar 95 persen. Dengan turunnya produksi rokok semenjak 2014, penerimaan Cukai berpotensi tertekan.
Selain itu, Yustinus mengungkapkan, barang yang kena cukai di Indonesia masih sangat sedikit dibanding negara lain.
"Barang kena cukai yang ada di Indonesia saat ini hanya minuman beralkohol (minol), ethil alkohol, dan cukai hasil tembakau. Thailand objek barang kena cukainya ada 10. Sedangkan Malaysia dan Singapura ada lima," kata Yustinus dalam sebuah acara diskusi, di Cikini, Selasa (22/8).
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Dimana cukai minuman berpemanis telah diterapkan? Banyak negara telah menerapkan cukai ini dengan hasil positif. Di Meksiko, misalnya, cukai yang diterapkan sejak tahun 2014 menghasilkan penurunan konsumsi minuman berpemanis hingga 11,7 persen pada rumah tangga miskin dan 7,6 persen pada populasi umum dalam dua tahun.
-
Mengapa cukai minuman berpemanis diterapkan? Penerapan Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) pada 2024 ini perlu disambut baik karena manfaat kesehatan yang mungkin diberikannya.
Yustinus menganjurkan pemerintah untuk menambah obyek barang kena cukai. Beberapa diantaranya seperti minuman berpemanis, emisi gas buang dan bahan bakar dari energi fosil.
Hal itu, bisa membuat keuntungan baik dari sisi pendapatan negara maupun kesehatan warga. "Tetapi ini tergantung pada keberanian pemerintah," pungkasnya.
CITA menilai penerimaan cukai di Indonesia masih rendah. Diketahui target penerimaan Cukai dalam RAPBN 2018 sebesar Rp 153,6 triliun atau meningkat hanya 3,73 persen dari proyeksi 2017 Rp 149,81 triliun.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Banyak masyarakat di Indonesia beralih mengkonsumsi rokok murah.
Baca SelengkapnyaAngka prevalensi perokok tetap tinggi dan penerimaan negara belum optimal
Baca SelengkapnyaPemerintah menilai, fenomena ini sudah menjadi tantangan dari tahun ke tahun.
Baca SelengkapnyaPengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok secara langsung dan tidak langsung sebesar sebesar Rp34,1 triliun.
Baca SelengkapnyaPemerintah menaikkan target penerimaan cukai di 2024.
Baca SelengkapnyaHal itu dampak dari rencana Kementerian Keuangan yang akan menerapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).
Baca SelengkapnyaAturan ini membuat selisih harga rokok antar golongan semakin jauh
Baca SelengkapnyaPenurunan realisasi penerimaan negara dari cukai rokok menunjukkan adanya tantangan dalam perumusan kebijakan cukai saat ini.
Baca SelengkapnyaKondisi penurunan produksi ini juga berdampak terhadap realisasi penerimaan negara dari CHT.
Baca SelengkapnyaPenggantian kemasan polos pada rokok bisa berdampak pada industri turunannya.
Baca SelengkapnyaSemakin tingginya harga rokok mendorong perokok pindah ke alternatif rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaPenurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca Selengkapnya