OJK Beberkan Penyebab Fintech Ilegal Tumbuh Subur di Indonesia
Merdeka.com - Fintech yang saat ini terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru ada 88 perusahaan. Padahal jumlah fintech yang beroperasi di Indonesia jauh lebih banyak dari itu.
Ketua Satgas Waspada Investasi OJK, Tongam Lumban Tobing, menyebutkan sesuai peraturan OJK (POJK) No 77 tahun 2016 setiap fintech wajib terdaftar di OJK. "Kegiatan fintech yang tidak terdaftar itu adalah kegiatan ilegal yang dalam hal ini dari satgas juga sudah menyampaikan laporan informasi ke bareskrim," kata Tongam di Bareskrim Polri Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (8/1).
Tongam mengungkapkan, fintech ilegal terutama yang bergerak di sektor peer to peer lending atau pinjam meminjam tumbuh subur di Indonesia. Hal ini disebabkan akses keuangan masyarakat masih minim. Di mana, masih cukup banyak masyarakat yang belum tersentuh layanan keuangan formal atau istilahnya bankable.
-
OJK sebut kondisi apa di sektor jasa keuangan? Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 25 Oktober 2023 menilai sektor jasa keuangan nasional terjaga stabil didukung permodalan yang kuat, kondisi likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga sehingga meningkatkan optimisme bahwa sektor jasa keuangan mampu memitigasi risiko meningkatnya ketidakpastian global baik dari higher for longer suku bunga global maupun peningkatan tensi geopolitik.
-
Kenapa OJK dorong penguatan governansi di sektor jasa keuangan? 'Tujuan dari kegiatan ini untuk menyosialisasikan dan mengedukasi pada civitas academica dan stakeholder mengenai upaya peningkatan governansi dan integritas di lingkungan OJK maupun sektor jasa keuangan. Penerapan tata kelola yang baik merupakan salah satu fondasi dalam pelaksanaan sebuah bisnis. Implementasi konsep three lines model dapat mendukung terciptanya tata kelola yang baik serta ekosistem keuangan yang sehat dan berintegritas,' kata Ketua Dewan Audit OJK Sophia Wattimena dalam paparannya pada Kuliah Umum di Politeknik Negeri Batam, Kepulauan Riau, Selasa (29/8).
-
Bagaimana OJK ingin tingkatkan governansi di Sektor Jasa Keuangan? 'Penerapan manajemen risiko di Sektor Jasa Keuangan perlu bertransformasi dari compliance- driven menjadi terintegrasi pada proses bisnis sehingga dapat meningkatkan kinerja, mendorong inovasi, dan mendukung pencapaian tujuan organisasi sehingga tercipta ekosistem keuangan yang bersih dan sehat,' kata Sophia.
-
Apa yang dipastikan OJK mengenai sektor jasa keuangan? Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan kinerja sektor jasa keuangan sangat baik di tengah kondisi global yang penuh tantangan.
-
Apa yang dilakukan OJK untuk investasi kripto? Kendati industri kripto mengalami kebangkitan pasca menangnya Trump dalam Pilpres AS, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tetap mengingatkan bahwa meskipun kripto menarik, instrumen ini memiliki risiko tinggi dan masih tergolong spekulatif.Oleh karena itu, OJK menekankan pentingnya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar mereka memahami dengan baik risiko dan cara berinvestasi di kripto sebelum memulai.
-
Apa upaya OJK untuk mendukung kemajuan UMKM? Kebijakan itu antara lain, , antara lain mendorong UMKM memanfaatkan pendanaan Pasar Modal melalui Securities Crowdfunding (SCF), serta bersama Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) menyediakan program kredit pembiayaan melawan rentenir yang dikhususkan untuk UMKM dan perempuan pelaku UMKM.
"Sehingga banyak sekali masyarakat yang membutuhkan uang tapi tidak terlayani dengan sektor-sektor yang formal. Oleh karena itu, para pelaku ini (memanfaatkannya) untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan membuat suatu fintech ilegal hanya dengan membuat aplikasi tanpa mendaftar di OJK," ujarnya.
Dia mengungkapkan, OJK sudah menjalin koordinasi dengan pihak Google untuk menahan penerbitan aplikasi fintech pada google play atau pun play store. "Kalau ada yang membuat aplikasi mengenai fintech tolong minta izin dulu dari OJK, ternyata emang dia open source. Jadi pada saat kriterianya tidak pada fintech bisa aja dia pilih training, edukasi, sosial sudah masuk dia. Hal ini memang yang perlu kita deteksi," ujarnya.
Dia mengungkapkan, sangat sulit sekali melakukan pencegahan dari sisi penerbitan atau pembuatan aplikasi. Sebab, dengan kemajuan teknologi banyak pihak yang dapat melakukan manipulasi saat registrasi.
"Dari sisi orang membuat aplikasi itu akan sulit bagi kita mempengaruhi. Yang kita pengaruhi adalah demand masyarakat. Demand masyarakat kita edukasi agar mereka gunakan finetch yang legal, gitu aja," ujarnya.
Di sisi lain, dia menyatakan otoritas dan pemerintah turut bertanggung jawab untuk meningkatkan literasi keuangan kepada masyarakat agar tidak jatuh korban dari pengguna fintech ilegal.
"Perlu kita tingkatkan literasi penggunaan teknologi ini terutama fintech. Satu-satunya cara adalah bagaimana kita mengedukasi masyarakat untuk melakukan cara pinjam meminjam uang terhadap fintech yang legal," ujarnya.
Dalam kesempatan serupa, Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul mengatakan saat ini pihaknya tengah memantau 36 fintech ilegal yang beroperasi di Indonesia.
"Kemudian 36 fintech yang kita pantau itu belum ada masalahnya cuma kita melakukan pemantauan bahwa 36 fintech ini tersebar servernya di berbagai macam negara. Yang ada di Indonesia sekarang yang ada di aplikasi itu dan kita ambil sampel 36 itu ternyata ada servernya di beberapa negara dan hostingannya pun juga bukan hanya dari Indonesia aja. Hostingnya dari beberapa negara juga," ujarnya.
Dengan server yang berlokasi di luar negeri tersebut disebutkan penanganan aduan fintech ilegal akan menjadi sulit. Sebab nantinya pihak kepolisian harus melakukan koordinasi dengan negara-negara dimana server tersebut berada.
"Hambatannya kita akan banyak melakukan koordinasi di beberapa negara yang punya servernya," ujarnya.
Dia juga mengingatkan masyarakat yang merasa menjadi korban fintech untuk melakukan pelaporan pada pihak kepolisian. Sebab fintech masuk ke dalam ranah delik aduan sehingga dapat diproses secara hukum jika ada laporan yang masuk.
Adapun saat ini yang paling banyak dikeluhkan oleh pengguna fintech adalah cara penagihan yang tidak manusiawi dan bunga yang terlampau tinggi. "Jadi harus melapor, kalau tidak melapor ya tidak bisa kita proses," tutupnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berdasarkan data OJK, tercatat ada 1.367 investasi ilegal sejak tahun 2017-2023.
Baca SelengkapnyaMasyarakat diharapkan selalu waspada dan tidak menggunakan pinjaman online ilegal karena berpotensi merugikan.
Baca SelengkapnyaOJK mencatat, industri fintech menunjukkan kinerja yang baik.
Baca SelengkapnyaPerbankan diminta segera melakukan Enhance Due Diligence (EDD) dan melaporkan hasilnya kepada pengawas OJK.
Baca SelengkapnyaJumlah pengaduan konsumen terkait sektor jasa keuangan yang diterima YLKI mencapai 38,20 persen pada 2023.
Baca SelengkapnyaUntuk mewaspadai investasi ilegal, masyarakat perlu mengenali karakter dan modus investasi ilegal.
Baca SelengkapnyaKomisi XI Minta Anggota OJK Baru Mampu Perkuat Pengawasan
Baca SelengkapnyaDewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Baca SelengkapnyaBeberapa bank saat ini juga sudah di tahap pengembangan sistem deteksi pola transaksi judi online.
Baca SelengkapnyaSalah satu ciri pinjaman online ilegal adalah penawaran layanan melalui pesan singkat, baik dalam bentuk SMS dan Whatsapp.
Baca SelengkapnyaOJK berkomitmen akan terus mengedukasi masyarakat mengenai sektor jasa keuangan pada berbagai aspek.
Baca SelengkapnyaOJK bersama kementerian/lembaga lain sudah menutup lebih dari 5.800 pinjol ilegal yang telah menimbulkan kerugian akibat investasi ilegal di atas Rp100 triliun.
Baca Selengkapnya