Ombudsman Duga Ada Maladministrasi Terkait Kasus Gagal Ginjal Akut Anak
Merdeka.com - Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menduga terjadinya potensi maladminsitrasi data di Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), terhadap kasus gagal ginjal akut pada anak yang disebabkan oleh obat sirup untuk anak.
"Kami meminta kepada Pemerintah untuk benar menghadirkan data yang valid dan real per bulannya. Setiap bulannya berapa hingga kejadian hari ini, yang konon melihat data per 24 Oktober 2022 kemarin bahwa sudah terjadi kasus ini ke 245 anak-anak yang merupakan pasien dan diantaranya 141 meninggal dunia khususnya bagi mereka yang berusia 5 tahun kebawah," kata Robert di Jakarta, Selasa (25/10).
Dia meminta pemerintah untuk mengakuratkan data yang ada, agar Ombudsman dan masyarakat memiliki gambaran yang komprehensif yang lengkap terkait dengan data. Sehingga Pemerintah terhindarkan dari dugaan potensi maladministrasi data yang terjadi.
-
Apa yang membuat ginjal terganggu? Kondisi ini terjadi ketika tubuh mengalami dehidrasi. Ketika dehidrasi terjadi, fungsi ginjal Anda akan terganggu.
-
Gimana cegah gagal ginjal pada anak? Mencegah gagal ginjal pada anak memerlukan pendekatan yang komprehensif, yang meliputi pola makan sehat, gaya hidup aktif, dan perhatian terhadap kesehatan secara keseluruhan.
-
Mengapa penyakit ginjal polikistik bisa menyebabkan gagal ginjal pada anak? Penyakit ginjal polikistik, yaitu gangguan ginjal yang ditandai dengan adanya banyak kista di dalam ginjal. Kista ini bisa membuat ginjal bengkak dan merusak jaringan ginjal yang normal. Penyakit ini biasanya bersifat keturunan.
-
Kenapa terlalu sering minum obat bisa bahaya untuk ginjal? 'Terlalu sering konsumsi suplemen dan obat-obatan tertentu juga bisa memperbesar risiko terjadinya batu ginjal,' jelasnya.
-
Apa itu gagal ginjal? Gagal ginjal adalah kondisi serius yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang secara signifikan, namun dengan kebiasaan baik yang konsisten, risiko terjadinya kondisi ini dapat diminimalisir.
-
Bagaimana cara mencegah gagal ginjal pada anak? Untuk mencegah gagal ginjal pada anak, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh orang tua, antara lain: Rutin berolahraga. Olahraga secara teratur dapat menjaga kesehatan ginjal dengan cara meningkatkan sirkulasi sel-sel kekebalan. Olahraga juga dapat membantu mengontrol berat badan dan tekanan darah anak, yang merupakan faktor risiko gagal ginjal. Memenuhi kebutuhan cairan. Air sangat penting untuk fungsi ginjal. Cairan tersebut membantu membuang limbah dan racun di dalam tubuh melalui urine. Pastikan anak memenuhi kebutuhan cairannya, terutama saat mereka berkegiatan aktif atau saat cuaca sedang terik. Hindari minuman manis, soda, jus, dan minuman kemasan lainnya yang mengandung gula berlebih. Membatasi asupan gula, garam, dan natrium. Gula berlebih dapat meningkatkan risiko diabetes dan membebani fungsi ginjal. Garam dan natrium berlebih dapat membuat tubuh menahan lebih banyak air, yang dapat meningkatkan tekanan darah dan membebani organ-organ tubuh, termasuk pembuluh darah dan ginjal. Tekanan darah tinggi dapat merusak ginjal seiring bertambahnya usia anak-anak. Menghindari paparan infeksi. Infeksi bakteri atau virus dapat menyebabkan peradangan atau kerusakan pada glomerulus, yaitu bagian dari ginjal yang bertugas menyaring darah dan mengeluarkan urine. Untuk mencegah infeksi, pastikan anak mendapatkan vaksinasi lengkap, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta menghindari kontak dengan orang yang sakit. Menggunakan obat secara rasional. Obat-obatan tertentu dapat menyebabkan kerusakan atau penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba jika digunakan secara berlebihan atau tidak sesuai dengan anjuran dokter. Beberapa contoh obat yang berpotensi menyebabkan gagal ginjal akut pada anak adalah obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), obat antikejang, obat antibiotik, obat antijamur, obat antimalaria, obat antiviral, obat kemoterapi, dan obat kontrasepsi. Konsultasi seputar masalah genetik. Beberapa penyakit ginjal pada anak disebabkan oleh faktor genetik atau keturunan, seperti penyakit ginjal polikistik, penyakit ginjal multikistik, asidosis tubulus ginjal, dan sindrom Alport. Jika ada riwayat keluarga yang menderita penyakit ginjal tersebut, sebaiknya konsultasikan dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut.
Dari sisi stakeholder, Ombudsman menyoroti secara khusus dua pihak yaitu Kementerian Kesehatan dan BPOM. Kementerian Kesehatan sebagai mana terlihat dalam pembagian kerja memiliki kewenangan dalam hal penyusunan kebijakan, perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan, dan juga pencegahan dan pengendalian penyakit dan pelayanan kesehatan, serta kefarmasian hingga ke alat kesehatan.
Kemudian Kementerian Kesehatan punya fungsi pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan. Menurut Robert, semestinya kasus seperti ini bisa dideteksi jauh-jauh hari.
"Di sisi lain kami melihat BPOM juga memiliki kewenangan, sekaligus membawa tanggung jawab disana terkait menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
BPOM juga memiliki fungsi untuk melakukan intelejen dan penyidikan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Terakhir, BPOM juga memiliki kewenangan pemberian sanksi adminsitratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditujukan bagi perusahaan yang terbukti melanggar ketentuan.
Maka kedia dua pihak inilah yang menjadi sorotan Ombudsman, nantinya akan menjadi objek penelitian kami, baik Kementerian Kesehatan dan BPOM sesuai dengan tugas dan fungsi pokok masing-masing institusi.
"Tetapi dari penggalian informasi dan data sejauh ini, kami paling tidak pada kesimpulan awal ini ada dugaan terjadinya potensi maladminsitrasi dikedua institusi ini," katanya.
Kelalaian di Kemenkes
Pertama, di Kementerian Kesehatan, Ombudsman melihat potensi maladminsitrasinya ini terlihat pada tidak dimilikinya data pokok terkait sebaran penyakit atau epidemologi yang kemudian berakibat pada kelalaian dalam pencegahan atau mitigasi kasus gagal ginjal akut pada anak.
"Jadi, Kementerian kesehatan sesungguhnya hingga pada Agustus kemarin masih belum mengerti dengan masalah yang ada, masih belum punya data dan baru kemudian sadar ini ada kejadian yang darurat, ketika kemudian IDAI menyuplai data yang ada barulah di tracking ke belakang sejak kapan kasus ini mulai terjadi, dna munculnya jumlah-jumlah yang belum tentu akurat," ujarnya.
Kedua, Ombudsman menilai atas ketiadaan data tersebut, Kemenkes RI tidak dapat melakukan sosialisasi berupa pemberian informasi kepada publik terkait penyebab dan antisipasi gagal ginjal akut pada anak.
Maka, dapat diartikan sebagai ketiadaan keterbukaan dan akuntabilitas informasi yang valid dan terpercaya terkait kasus gagal ginjal akut pada anak.
Ketiga, ketiadaan standarisasi pencegahan dan penanganan kasus gagal ginjal akut pada anak oleh seluruh pusat pelayanan kesehatan, baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan Fasilitas Tingkat Lanjut (FKTL), sehingga menyebabkan belum terpenuhi standar publik (SPP) termasuk pelayanna pemeriksaan laboratorium.
Kelalaian di BPOM
Ombudsman RI menyoroti adanya kelalaian dari BPOM dalam pengawasa pre market yaitu proses sebelum obat didistribusikan dan diedarkan, dan post market control yaitu pengawasan setelah produk beredar.
Robert pun merinci bentuk maladministrasi yang dilakukan oleh BPOM. Untuk sisi pre market, yaitu pertama, ombudsman menilai bahwa BPOM tidak maksimal melakukan pengawasan terhadap produk yang diuji oleh perusahaan farmasi (Uji mandiri).
"Mekanisme uji mandiri seolah-olah diberikan kewenangan negara untuk melakukan pengujian tanpa control yang kuat dari BPOM. Yang kami temukan mekanismenya itu justru adlaah uji mandiri dilakukan perusahaan farmasi, kemudian mereka melaporkan ke BPOM. BPOM terkesan pasif," ujarnya.
Kedua, Ombudsman menilai terdapat kesenjangan antara standarisasi yang diatur oleh BPOM RI dengan implementasi di lapangan. Ketiga, Ombudsman menilai BPOM RI wajib memaksimalkan tahapan verifikasi dan validasi sebelum penerbitan izin edar.
Untuk sisi post market, kelalaian yang dilakukan BPOM yaitu, Ombudsman menilai dalam tahapan ini perlu adanya pengawasan BPOM RI pasca pemberian izin edar. Lalu, BPOM RI perlu melakukan evaluasi secara berkala terhadap produk yang beredar. Hal ini bertujuan untuk memastikan konsistensi mutu kandungan produk yang beredar.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anak-anak penderita gagal ginjal akut karena cemaran obat sirup beracun sedang berjuang untuk hidup.
Baca SelengkapnyaBareskrim Polri menaikkan status hukum penanganan kasus dugaan keterlibatan pihak BPOM.
Baca SelengkapnyaAnak anak gagal ginjal perlu adanya perawatan khusus yang salah satunya dirujuk ke RSCM.
Baca SelengkapnyaMenurut KPAI, banyaknya anak-anak yang konsumsi makanan dengan kandungan gula, garam, dan lemak berlebih menjadi salah satu penyebab gangguan ginjal pada anak.
Baca SelengkapnyaPenjual yang melanggar peraturan akan dicabut izin berjualan di sekolah atau denda.
Baca SelengkapnyaPuluhan pasien anak menjalani proses cuci darah atau hemodialisis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Baca SelengkapnyaSebelum meninggal, A didiagnosis mengalami mati batang otak.
Baca SelengkapnyaAni menyatakan penanganan gagal ginjal pada anak dapat dilakukan dengan dua cara.
Baca SelengkapnyaProsedur pencucian darah menggunakan mesin khusus ini dilakukan pada pasien yang mengalami gagal ginjal.
Baca SelengkapnyaSebagai informasi korban meninggal dunia sekitar pukul 18.45 WIB
Baca SelengkapnyaWalau selalu disebut sebagai penyebabnya, namun gagal ginjal tidak selalu disebabkan junk food dan minuman manis.
Baca SelengkapnyaTidak ada pasien anak rujukan dari luar provinsi Jateng di RS Kariadi Semarang.
Baca Selengkapnya