Orang Kaya Hanya Belanja Sembako Berujung di-Rumahkannya Karyawan Industri Ritel
Merdeka.com - Konsumsi rumah tangga menjadi penyumbang terbesar ekonomi Indonesia. Tengok saja pertumbuhan ekonomi kuartal I-2019. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, komponen konsumsi rumah tangga menyumbang 56,82 persen terhadap PDB. Sedangkan pada kuartal II-2020, konsumsi rumah tangga menyumbang 57,85 persen. PDB menjadi salah satu alat ukur untuk menggambarkan perkembangan ekonomi negara.
Dilihat dari sumbangan konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi, pada kuartal III-2019, konsumsi rumah tangga mampu menyumbang 2,69 persen dari total pertumbuhan ekonomi 5,02 persen. Namun di masa pandemi yakni pada kuartal I-2020, konsumsi rumah tangga hanya menyumbang 1,56 persen.
Di masa pandemi ini, konsumsi rumah tangga atau belanja masyarakat memang turun drastis. Pemerintah Jokowi pun terus berupaya memperbaiki daya beli masyarakat di masa pandemi Covid-19. Salah satunya dilakukan dengan mendorong sisi permintaan melalui realisasi bantuan sosial seperti program subsidi gaji dan semi bansos (bantuan sosial) seperti kartu prakerja.
-
Kenapa inflasi tinggi merusak daya beli? Namun, inflasi yang terlalu tinggi atau tidak terkendali dapat merusak daya beli masyarakat, menyebabkan ketidakpastian ekonomi, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
-
Bagaimana Jokowi ingin tingkatkan kesejahteraan rakyat? 'Pak Joko Widodo menetapkan kebijakan akan menghentikan, menjual kekayaan kita dalam bentuk mentah dengan murah ke luar negeri,' ujar Prabowo.
-
Bagaimana Jokowi bantu warga? 'Tadi sudah saya sampaikan yang meninggal segera akan diberikan santunan, kemudian yang rumahnya rusak untuk menenangkan beliau-beliau masyarakat akan segera bantuannya diberikan dan dimulai pembangunannya. Tetapi sekali lagi, dengan catatan lahan untuk relokasi sudah ditetapkan dari Pak Bupati,' jelas Jokowi usai meninjau lokasi banjir lahar dingin di Nagari Bukik Batabuah, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Selasa (21/5).
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
-
Bagaimana Jokowi menjaga pasokan pangan jangka pendek? Kalau fokusnya menjaga inflasi di sisi konsumen, maka impor adalah solusinya.
-
Kenapa orang masih belanja di masa sulit? Fenomena ini dikenal dalam ilmu ekonomi sebagai Lipstick Effect. Lipstick Effect merujuk pada kecenderungan masyarakat untuk tetap membeli barang-barang yang dianggap mewah meskipun di tengah kondisi ekonomi yang mencekik.
"Daya beli memang masih rendah, kita melihat bahwa ini yang harus kita perhatikan," tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Seminar Nasional Rakornas Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Tahun 2020, di Jakarta, Senin (2/11).
Peneliti Indef, Bhima Yudhistira mengatakan pada kuartal III-2020 konsumsi rumah tangga masih mengalami kontraksi minus 4,04 persen. Kondisi ini bermakna masyarakat, khususnya kalangan menengah ke atas belum percaya terhadap penanganan pandemi yang dilakukan pemerintah.
Rendahnya konsumsi ini berdampak pada pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 yang terkontraksi sebesar minus 3,49 persen. Kontraksi juga terjadi pada kuartal II-2020 sebesar minus 5,23 persen.
Dia menilai kalangan menengah dan atas masih diliputi kekhawatiran untuk belanja di luar rumah masih cukup tinggi. Ini membuat kelas menengah dan atas mengalihkan uang ke simpanan perbankan atau aset aman.
Situasi ini sulit mengalami perubahan jika masalah fundamental gerak masyarakat masih terbatas, sebab masalah pandemi belum juga diselesaikan. "Masyarakat khususnya menengah ke atas belum percaya terhadap penanganan covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah," kata Bhima di Jakarta, Kamis, (5/11).
Keputusan masyarakat kaya atau menengah atas untuk menjahan belanja berdampak langsung ke industri ritel tanah Air. Tak hanya itu, pengusaha ritel juga mengeluhkan kebijakan yang tidak singkron antara pemerintah daerah dan pusat. Lalu, bagaimana kondisi pengusaha ritel saat ini?
Orang Kaya Hanya Belanja Sembako
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy N Mandey mengaku belum melihat tanda-tanda perbaikan konsumsi masyarakat. Terlihat pada pola konsumsi pengunjung yang berbelanja ritel modern.
Roy menjelaskan masyarakat yang berbelanja di ritel modern terbagi menjadi dua. Mereka yang berada di kelas ekonomi menengah atas dan kelas ekonomi menengah. Dari berbagai kesempatan, masyarakat kelas ekonomi lemah kehilangan daya beli karena beberapa hal, salah satunya berkurangnya pendapatan.
Sementara itu, mereka yang berada di kelas ekonomi menengah masih menahan diri untuk berbelanja. Sebagai kelompok yang dianggap memiliki pemahaman edukasi yang lebih baik, mereka jadi lebih berhati-hati saat berbelanja. Di tengah ketidakpastian ini, mereka hanya berbelanja kebutuhan pokok saja.
"Kelompok menengah atas ini menahan diri untuk belanja. Mereka punya uang tapi lebih membelanjakan ke produk kesehatan dan bahan pokok," kata Roy dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk Efek Resesi di Tengah Pandemi, Jakarta, Sabtu (7/11).
Dia menambahkan kebijakan PSBB juga ikut memengaruhi jumlah kunjungan masyarakat ke ritel modern. Saat PSBB kunjungan masyarakat hanya 1-15 persen dari kondisi normal. Sementara saat masa PSBB transisi kunjungan masyarakat ke ritel modern menjadi 25 persen dari kondisi normal.
"Jadi ini karena PSBB yang juga mengganggu dan menahan orang untuk berbelanja," kata dia.
Ekonom Universitas Indonesia, Fitrah Faisal Hastiadi, menambahkan penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta beri pengaruh pada pertumbuhan ekonomi nasional. Dia membandingkan penerapan PSBB pertama diawal virus menyebar dengan dikembalikannya PSBB transisi menjadi PSBB (PSBB kedua).
Dari indikator PMI, penerapan PSBB sangat berpengaruh. Sebelum pandemi Covid-19, indeks PMI berada di level 51. Indeks PMI turun di bulan Februari-Maret menjadi 47.
Saat penerapan PSBB pertama, indeks PMI turun menjadi 27. Lalu saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan PSBB transisi, di Agustus indeks PMI meningkat ke level 58. Namun, ketika diberlakukan kembali PSBB, indeks PMI kembali turun di level 47.
"Ketika PSBB (kedua) anjlok di level 47. Anjloknya lebih sedikit tetapi ini sudah untuk kembali lagi," kata Fitrah.
Pengusaha Ritel Rumahkan Karyawan
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy N Mandey, menilai banyak kepala daerah yang tidak memiliki pemahaman dari perintah Presiden Joko Widodo tentang makna gas dan rem dalam penanganan Covid-19. Imbasnya kepala daerah membuat kebijakan penanganan Covid-19 yang tidak tepat. Apalagi, kebijakan ini bersamaan dengan rendahnya daya beli atau konsumsi masyarakat.
Seringnya mereka tidak memahami maksud presiden yang maksudnya untuk menyeimbangkan kebijakan agar kesehatan dan ekonomi berjalan beriringan.
"Kepala daerah ini pemahaman tentang gas dan rem, bagaimana menjaga kesehatan dan ekonomi, sering kali tidak dimiliki oleh rata-rata kepala daerah," ungkap Roy dalam diskusi Polemik Trijaya bertajuk Efek Resesi di Tengah Pandemi, Jakarta, Sabtu (7/11).
Alih-alih membuat kebijakan yang seimbang antara sektor kesehatan dan ekonomi, kepala daerah malah mengenyampingkan sektor perekonomian. Penerapan kebijakan yang mengabaikan sektor ekonomi ini dinilai memiliki agenda kepentingan dan motif lain.
Roy pun mencontohkan kebijakan yang dianggap mengesampingkan sektor ekonomi yakni jam operasional ritel yang hanya boleh 5 jam di suatu daerah. Kebijakan ini menurutnya membuat dunia usaha tidak bekerja maksimal.
Sebab, ritel modern misalnya yang biasa beroperasi 12 jam sehari menjadi 5 jam. Pengurangan jam operasional tersebut bukan hanya berdampak pada daya beli masyarakat. Tetapi juga pekerja di toko ritel yang harus dipangkas.
Dampak lebih lanjutnya perusahaan terpaksa hanya butuh mempekerjakan sebagian karyawan. Otomatis, sebagian sisanya dirumahkan dan akhirnya berpengaruh pada pendapatan masyarakat.
Apalagi, di daerah-daerah tertentu produk yang dijual perusahaan ritel berasal dari UMKM . Alhasil kebijakan untuk sektor ritel turut mempengaruhi UMKM. "Barang di toko ritel itu 35 persennya produk UMKM yang harus terjual dalam waktu cepat," kata dia.
Dampak lanjutannya kata Roy akan memengaruhi penerimaan pajak negara. Untuk itu dia menilai, dalam kasus tertentu sebaiknya otonomi daerah perlu menjadi bahan evaluasi. Sehingga dalam kondisi genting, sebaiknya arah kebijakan satu komando dari pemerintah pusat saja.
"Saya berharap ke depan otonomi daerah ini perlu diratifikasi kembali. Untuk hal yang besar sebaiknya komando ada di pusat karena ketika otonomi daerah saat pandemi gini situasinya kondisi yang kita tahu seperti ini," tutur Roy.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, Budihardjo Iduansjah menyebut bahwa ada perubahan pola konsumsi masyarakat kelas menengah.
Baca SelengkapnyaAirlangga menuturkan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang terdaftar melalui Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan angka yang terlalu rendah.
Baca SelengkapnyaAda perbedaan signifikan pada kelompok kelas menengah yang berbelanja menjadi lebih sedikit.
Baca SelengkapnyaKebijakan pemerintah membuat daya beli masyarakat semakin amburadul.
Baca SelengkapnyaJumlah kelas menengah ini turun menjadi kelompok menuju ke kelas menengah
Baca SelengkapnyaPerforma ritel grade B dan C yang umumnya merupakan ritel strata, juga terlihat makin melemah dampak perluasan ruang belanja online.
Baca SelengkapnyaDia menilai, saat ini, inflasi pangan masih terlampau tinggi yang berpotensi untuk menurunkan daya beli masyarakat kelas menengah.
Baca SelengkapnyaBPS mencatat jumlah kelas menengah pada tahun 2019 mencapai 57,33 juta orang.
Baca SelengkapnyaTekanan yang dihadapi masyarakat kelas menengah juga tercermin dari indikator penduduk berdasarkan golongan pendapatan.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan retail di Indonesia hanya tumbuh sebesar 3,2 persen hingga kuartal II-2023 (year on year).
Baca SelengkapnyaSri Mulyani mengakui ada kelas menengah yang jatuh dalam jurang kemiskinan
Baca SelengkapnyaPemerintah perlu memberikan bantuan bagi kelas menengah untuk mendorong daya beli kelompok masyarakat itu kembali bangkit.
Baca Selengkapnya