Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pajak gagal melewati tikungan tajam

Pajak gagal melewati tikungan tajam Gedung Dirjen pajak. Merdeka.com/Arie Basuki

Merdeka.com - Kemarin, Menteri Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengabarkan bahwa penerimaan pajak tahun ini bisa mencapai Rp 1.100 triliun.

Penganut filosofi gelas setengah isi jelas langsung memuji pencapaian tersebut. Untuk pertama kalinya penerimaan pajak tembus Rp 1.000 triliun atau tertinggi dalam sejarah, mengalahkan torehan tahun lalu sebesar Rp 982 triliun.

Ditambah lagi, pencapaian itu didapat di tengah perlambatan ekonomi dan pelemahan harga komoditas andalan Indonesia.

Namun, prestasi tersebut menjadi buyar di hadapan pemegang prinsip gelas setengah kosong. Mereka tetap memandang pemerintah gagal mencapai target pajak yang sudah menjadi tradisi sejak belasan atau bahkan puluhan tahun silam.

Hanya ada dua kali anomali dalam dua belas tahun terakhir. Pada 2004, realisasi penerimaan perpajakan mencapai sekitar Rp 280,558 triliun. Naik tipis Rp 1,35 triliun (0,48 persen) dari target Rp 279,207 triliun.

Pada 2008, realisasi penerimaan pajak Rp 566,2 triliun naik dari target Rp 534,5 triliun. Pencapaian itu akibat lonjakan harga minyak internasional dan kebijakan penghapusan sanksi administrasi perpajakan atau dikenal sunset policy.

Tahun ini, penerimaan pajak ditargetkan sebesar Rp 1.249 triliun. Jika menkeu memerkirakan realisasi penerimaan pajak hanya sebesar Rp 1.100 triliun per akhir Desember.

Maka bakal ada shortfall atau selisih antara realisasi dengan penerimaan pajak sekitar Rp 149 triliun.

Tak ada yang benar atau salah absolut dalam filosofi gelas setengah isi atau kosong tersebut. Karena yang ada hanyalah perbedaan sudut pandang.

Sejak awal tahun, pemerintah terlihat jelas berambisi membuat gelas penerimaan pajak terisi penuh. Makanya berbagai terobosan diupayakan.

Semisal, bersama DPR menginisiasi pengampunan pajak plus-plus untuk wajib pajak mau memindahkan kekayaannya di luar negeri ke Indonesia. Yaitu, penghapusan utang pajak sekaligus sanksi pidana umum dan khusus, di luar terorisme, perdagangan manusia, dan narkoba.

Akhir Mei lalu, Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan wacana itu digulirkan lantaran Indonesia sudah dua kali gagal menerapkan pengampunan pajak, 1964 dan 1984. Sebab, pemerintah hanya menghapus utang pajak bagi orang kaya yang sukarela melaporkan kekayaan sebenarnya, termasuk aset di luar negeri.

Dalam bayangan Sigit kala itu, dana yang pulang kampung bisa menjadi sumber penerimaan negara sekaligus penggerak ekonomi nasional. Dia mengilustrasikan, dana orang Indonesia diparkir di Singapura mencapai Rp 3 ribu-Rp 4 ribu trilun.

Jika mereka memindahkan sekitar Rp 1.000 triliun ke Indonesia, maka pemerintah bisa meminta tebusan sekitar 10 persen atau Rp 100 triliun.

Sigit berharap berharap pembahasan draf undang-undang terkait itu sudah bisa diusulkan di rapat paripurna dan komisi di DPR pada Juni-Juli tahun ini sebagai salah satu prioritas program legislasi nasional (Prolegnas) 2015. Jika tembus, pembahasan untuk menjadi undang-undang tak perlu makan waktu lama.

"Pasal-pasalnya cuma butuh sedikit kok. Juli, Agustus, September selesai dibahas, undang-undangnya jadi bisa dijalanin tahun ini juga."

Ibarat jalan, pengampunan pajak yang diperluas ini adalah sebuah tikungan tajam ingin diambil pemerintah. Ini diluar kelaziman jalan yang ditempuh pemerintah sebelumnya, yang terlihat lurus-lurus saja.

Dan, tentu saja yang namanya tikungan tajam menyimpan risiko lebih besar. Benar saja, seiring berjalannya waktu, protes publik terus bermunculan. Pemerintah dan DPR terpaksa merevisi draf undang-undang pengampunan nasional menjadi pengampunan pajak.

Alhasil, pemerintah batal memanfaatkan terobosan itu sebagai salah satu sarana untuk mencapai target penerimaan pajak tahun ini. Kegagalan tersebut, di luar dugaan, mendorong Sigit Priadi mengambil langkah ksatria: Meletakkan jabatannya sebagai dirjen pajak. (mdk/yud)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pemerintah Kantongi Pajak Rp393 Triliun di Tiga Bulan Pertama 2024
Pemerintah Kantongi Pajak Rp393 Triliun di Tiga Bulan Pertama 2024

Per Maret 2024, realisasi PPh Migas mencapai Rp14,53 triliun atau 19,02 persen dari target.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Kantongi Pajak Rp760 Triliun Hingga Mei 2024
Sri Mulyani Kantongi Pajak Rp760 Triliun Hingga Mei 2024

Pajak penghasilan (PPh) non migas terkontraksi sebesar 5,41 persen dengan realisasi sebesar Rp443,72 triliun, sekitar 41,73 persen dari target.

Baca Selengkapnya
Penerimaan Pajak 2023 Lampaui Target, Tembus Rp1.869 Triliun
Penerimaan Pajak 2023 Lampaui Target, Tembus Rp1.869 Triliun

Jika dilihat dalam perjalanannya, penerimaan pajak sempat mengalami penurunan yang signifikan yakni pada tahun 2020.

Baca Selengkapnya
Negara Terima Pajak Rp624,19 Triliun, Ini Daftar Sumber Terbesarnya
Negara Terima Pajak Rp624,19 Triliun, Ini Daftar Sumber Terbesarnya

Terdapat penurunan nilai penerimaan pajak hingga April 2024.

Baca Selengkapnya
FOTO: Realisasi Penerimaan Pajak hingga April 2024 Turun 9,3 Persen
FOTO: Realisasi Penerimaan Pajak hingga April 2024 Turun 9,3 Persen

Hingga akhir April 2024, pemerintah telah mengumpulkan penerimaan pajak sebesar Rp624,19 triliun.

Baca Selengkapnya
Negara Kumpulkan Pajak Rp1.523,7 Triliun Per Oktober, Sudah 95,78 Persen dari Target
Negara Kumpulkan Pajak Rp1.523,7 Triliun Per Oktober, Sudah 95,78 Persen dari Target

Angka ini sudah 88,69 persen dari target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Baca Selengkapnya
Penerimaan Pajak hingga Pertengahan Maret Tembus Rp342,88 Triliun
Penerimaan Pajak hingga Pertengahan Maret Tembus Rp342,88 Triliun

Mayoritas jenis pajak utama tumbuh positif sejalan dengan ekonomi nasional yang stabil.

Baca Selengkapnya
Pemerintah Kumpulkan Rp1.196,54 Triliun Penerimaan Pajak di Agustus 2024, Ini Rinciannya
Pemerintah Kumpulkan Rp1.196,54 Triliun Penerimaan Pajak di Agustus 2024, Ini Rinciannya

Penerimaan pajak sejak Januari-Agustus 2024 telah mencapai Rp1.196,54 triliun atau 60,16 persen dari target APBN.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Kumpulkan Pajak Rp1.517 Triliun Hingga Oktober 2024
Sri Mulyani Kumpulkan Pajak Rp1.517 Triliun Hingga Oktober 2024

Adapun total penerimaan pajak berasal dari pajak penghasilan (PPh) non migas Rp810,76 triliun atau 76,24 persen dari target.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Kantongi Pajak Rp1.045 Triliun per Juli 2024
Sri Mulyani Kantongi Pajak Rp1.045 Triliun per Juli 2024

Sri Mulyani merinci, penerimaan pajak terbesar disumbang Pajak penghasilan (PPh) Non Migas mencapai Rp593,76 triliun.

Baca Selengkapnya
Target Tercapai, Sri Mulyani Semerigah Peneriman Pajak Tahun 2023 Rp1.738,8 Triliun
Target Tercapai, Sri Mulyani Semerigah Peneriman Pajak Tahun 2023 Rp1.738,8 Triliun

Angka tersebut sudah mencapai 101,3 persen dari targetAPBN 2023.

Baca Selengkapnya
Update Kondisi APBN 2023 Jelang Tutup Tahun, Bea Cukai Sumbang Berapa?
Update Kondisi APBN 2023 Jelang Tutup Tahun, Bea Cukai Sumbang Berapa?

APBN hingga pertengahan bulan Desember 2023 tercatat positif dari target yang ditentukan

Baca Selengkapnya