Pemanfaatan EBT dalam Bauran Energi Primer Masih Rendah
Merdeka.com - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dalam bauran energi primer masih rendah, yakni hanya 11,2 persen. Sedangkan 88,8 persennya masih didominasi energi fosil.
Dia menjelaskan, roadmap pengembangan kilang dan petrokimia, green fuel serta hilirisasi produk, batubara masih mendominasi sebesar 38 persen bauran energi primer. Diikuti minyak bumi sebesar 31,6 persen, dan gas alam sebesar 19,2 persen.
"Dan kita punya target bauran EBT meningkat ke 23 persen, dan tersisa empat tahun lebih untuk hal itu," kata Dadan di Jakarta, Selasa, (16/11).
-
Apa fokus Pertamina di bidang energi? Sebagai BUMN Energi nasional, Pertamina fokus menjawab 3 (tiga) isu strategis yakni Energy Security (ketahanan energi), Energy Affordability (keterjangkauan biaya energi), dan Environmental Sustainability (keberlanjutan lingkungan).
-
Bagaimana Kutai Timur memanfaatkan energi terbarukan? Keberadaan bentang alam karst dengan banyak sumber mata airnya juga dimaksimalkan untuk transisi energi. Kabupaten Kutai Timur secara perlahan sudah mulai beralih ke energi terbarukan.
-
Bagaimana Pertamina menggunakan sumber daya alam untuk bioenergi? Pertamina akan memanfaatkan bahan bakar nabati seperti tebu, jagung, singkong dan sorgum untuk mengembangkan bioenergi.
-
Mengapa Pemprov Kaltim mendorong Perusda untuk beralih ke energi terbarukan? Hal ini sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo agar Indonesia perlahan beralih ke energi terbarukan.
-
Bagaimana Pertamina mengembangkan produk sekunder dari panas bumi? Beberapa produk sekunder yang sedang dikembangkan oleh Pertamina Geothermal Energy diantaranya green methanol, green hydrogen, dan ekstraksi silika,' jelas Julfi.
-
Kenapa energi terbarukan penting untuk lingkungan? Sumber energi seperti batu bara dan minyak bumi menghasilkan banyak emisi yang merusak lingkungan, sedangkan energi terbarukan seperti tenaga surya, tenaga angin, dan biomassa hampir tidak menghasilkan emisi sama sekali.
Dominasi batubara dalam pangsa pasar pemanfaatan energi nasional berarti juga emisi karbon yang dikeluarkan ikut besar. Artinya tidak environmental sustainable. Sementara itu, pemanfaatan EBT masih dinilai cukup rendah.
Padahal menurutnya, Indonesia memiliki banyak potensi dalam pengembangan EBT. Namun, pemanfaatannya yang masih minim. Menurut pemaparannya, ada enam jenis EBT yang pemanfaatannya masih rendah.
Di antaranya, tenaga surya yang memiliki potensi sebesar 3.295 GW dan Hidro sebesar 95 GW, diikuti Bioenergi 57 GW. Sementara itu, Bayu sebesar 155 GW, Panas Bumi 24 GW dan Laut 60 GW.
Kendati demikian, menurut data per September 2021, ke enam EBT ini baru dimanfaatkan total sebesar 10.889 MW. Dengan rincian tenaga Surya sebesar 194 MW, Hidro 6.432 MW, Bioenergi 1.923 MW, Bayu 154 MW, Panas Bumi 2.186 dan Laut masih belum ada pemanfaatan.
Roadmap Pemanfaatan EBT
Lebih lanjut, Dadan memaparkan roadmap penerapan EBT menuju net zero emission hingga 2060. Pada bagian, ini Dadan menyoroti beberapa poin penting di dalam roadmap ini.
Di antaranya, pengembangan EBT hingga mencapai 100 persen dalam bauran energi nasional. Kemudian mengurangi emisi beroperasinya PLTD yang semakin besar. Lalu, Pengurangan konsumsi energi fosil, baik di sektor residensial, transportasi maupun sektor pembangkit listrik. Serta, pemanfaatan peralatan efisiensi energi dalam skala besar.
Mengacu pada roadmap, untuk 2021-2025, pada 2021 keluarnya perpres EBT, Perpres Retirement Coal, Co-firing PLTU, CCT, Konversi PLTD ke gas dan EBT.
Lalu pada 2022, penerapan UU EBT dan target penggunaan kompor listrik di 2 juta rumah tangga per tahun. Kemudian, pada 2024 ditarget interkoneksi, smart grid dan smart meter. Serta pada 2025, EBT 23 persen didominasi PLTS.
Dengan rasio elektrifikasi sebesar 100 persen, penggunaan 1.217kWh/kapita, pumped storage mulai COD, dan penurunan emisi 198 juta ton CO2.
"Indonesia ini akan semakin maju dan banyak butuh energi, sekarang konsumsi listrik baru sekitar 1000-an perkapita pertahun, salah satu yang indikator kemajuan negara adalah konsumsi listriknya harus meningkat, ini harus didorong penyediaannya," tuturnya.
Selanjutnya, pada 2027, penurunan impor LPG secara bertahap, pada 2030 EBT 26,5 persen didominasi Hidro, Panas Bumi, dan PLTS. Kemudian, 2031 retirement PLTU tahap pertama subcritical, interkoneksi antar pulau mulai COD dan 2035 EBT 57 persen didominasi PLTS, Hidro, dan Panas Bumi.
Dilanjutkan 2036 Retirement PLTU tahap kedua subcritical, critical, dan sebagian super critical. Papda 2040 EBT 66 persen didominasi PLTS, Hidro dan Bioenergi. 2048 PLTAL skala besar mulai COD, 2049 PLTN pertama mulai COD dan 2050 EBT 93 persen didominasi PLTS, Hidro dan Bioenergi.
Fase selanjutnya antara 2051-2060, pada 2051 pemanfaatan hidrogen semakin masif, 2054 sisa PLTGU di bawah 1 GW, sisa PLTU di bawah 1 GW, dan EBT 100 persen dengan dominasi PLTS, Hidro dan Angin.
"Seluruh motor berbasis listrik, kompor listrik 52 juta rumah tangga, Jargas 23 juta SR, Listrik 5.308 kWh per kapita, dan penurunan emisi 1.526 juta ton CO2," tandasnya.
Reporter: Arief Rahman H.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah target mencapai bauran EBT 23 persen di 2025.
Baca SelengkapnyaRendahnya realisasi bauran EBT ini tak lepas dari belum tercapainya target investasi di sektor energi hijau.
Baca SelengkapnyaMenteri ESDM beberkan penyebab bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia tidak akan mencapai target di 2025.
Baca SelengkapnyaPemerintah tidak ingin Indonesia sembrono dalam mengekspor energi hijau.
Baca SelengkapnyaJika tak juga dieksekusi, Bahlil mengancam akan menyerahkan hal tersebut kepada pihak swasta.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani minta semua pihak mendorong Kementerian ESDM untuk terus menggenjot pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan.
Baca SelengkapnyaPembangunan pembangkit listrik dan jaringan transmisi masih jauh dari target.
Baca SelengkapnyaPembangunan infrastruktur pendukung energi bersih di lapangan terhambat.
Baca SelengkapnyaKetersediaan batu bara yang melimpah menjadikan komoditas ini sebagai penggerak perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaUntuk penerapannya, Eniya melihat peluang di kawasan Indonesia Timur. Sebab, beberapa wilayah di sana masih belum punya sistem jaringan memadai.
Baca SelengkapnyaPemerintah seharusnya mengevaluasi faktor penyebab kegagalan pencapaian target investasi energi terbarukan selama ini.
Baca SelengkapnyaSetidaknya ada 7 negara dengan pemberian subsidi bahan bakar fosil terbesar di tahun 2021, termasuk Indonesia.
Baca Selengkapnya