Pemerintah Bermimpi UMKM Pembuat Sarung Bisa Berpenghasilan Dolar

Merdeka.com - Staf Khusus Menko Perekonomian dan Founder/Advisor IOI, I Gusti Putu Suryawirawan, memaparkan bahwa bonus demografi Indonesia diproyeksi dimulai pada 2030. Oleh karena itu, salah satu target yang dapat membuka akses lapangan kerja seluas mungkin adalah dengan memberdayakan Usaha Kecil Menengah Mikro (UMKM). Terlebih, UMKM menjadi sarana serapan tenaga kerja terbesar di Indonesia dengan tingkat serapan sebesar 97 persen.

"UMKM ini harus kita buka aksesnya seluas mungkin, jangan sampai UMKM diperlakukan sama seperti perusahaan besar. Kalau memang masih start-up, ya kita harus dukung," ujar Putu dalam Webinar Insan Bisnis dan Industri Manufaktur Indonesia (IBIMA), Selasa (10/11).

Namun demikian, selain aktif memberikan dukungan pada UMKM, sektor tersebut juga membutuhkan reformasi dalam lingkup bisnis. "Kita harus mampu membawa mereka menjadi world class UMKM. Artinya, ke depannya, mereka yang UMKM hanya memakai sarung atau menghasilkan sarung, tapi pendapatannya dolar. Karena mereka mampu berbisnis secara global," paparnya.

Putu menilai bahwa saat ini bukanlah sebuah tantangan sulit untuk mengembangkan bisnis secara global. Terutama dengan adanya teknologi dan informasi yang memungkinkan efisiensi terhadap kelangsungan bisnis.

Sayangnya, masih ada peraturan-peraturan yang menghambat para pegiat UMKM dalam berkembang. "Ini yang harus kita kawal sama-sama, yaitu peraturan pelaksanaannya. Tapi, tolong berpartisipasi, jangan seperti sekarang. Undang-Undang sudah jadi, tapi tidak ada yang mau tahu, tidak ada yang mau baca. Lalu, begitu kena pada dirinya, itu orang baru bereaksi," imbuhnya.

Sementara itu, karena pandemi masih melanda, Putu berharap vaksin bisa cepat ditemukan. Dengan ditemukannya vaksin, maka roda perekonomian bisa kembali berputar. Beberapa industri seperti tempat hiburan dan garmen dapat beraktivitas seperti pada biasanya dan dapat bertumbuh lagi. Kendati demikian, Putu juga mengimbau para UMKM untuk berinisiatif memanfaatkan teknologi informasi.

"Tadi kan karena ada teknologi, sebenarnya tidak perlu nunggu vaksin. Bisa dipasarkan misalnya lewat online. Lalu, tetap laksanakan protokol kesehatan juga, artinya kalau kita perlu datang ke tempat umum, jalankan saja 3M. Jadi, jangan takut dan harus maju. Harapannya, 2030, kita bisa jalankan bonus demografi dan betul-betul bisa memiliki lapangan kerja yang kompetitif," tutupnya.

Rambah Pasar Dunia, UMKM Perlu Standarisasi

Senada dengan Putu, CEO PT. Yogya Presisi Tekrikatama Industri (YPTI), Petrus Tedja Hapsoro juga menyatakan dukungannya pada UMKM agar dapat bersaing di pasar global. Namun, bukan berarti jalannya semudah membalikkan telapak tangan. Sektor UMKM perlu mengerti betul pasar mereka seperti apa, agar dapat efektif menjajakan produk mereka.

"Contohnya kami saat ini di industri otomotif dan dirgantara, kami memang bisa produksi barang yang dibutuhkan dari negara-negara Eropa. Namun, perlu perjalanan. Untuk mendapatkan sertifikasi besi komponen pesawat saja saya butuh 15 tahun," kisahnya.

Sehingga, yang perlu menjadi perhatian adalah, masyarakat UMKM perlu mendalami standar saat akan masuk ke pasar global. "Dari segi keterampilan, mungkin kita mampu. Tapi, jangan lupa ada regulasi dan standar, makanya butuh dukungan pemerintah terhadap regulasi dan apabila ingin masuk pasar tersebut, berikan mentor atau pemberian wawasan, karena tanpa mentoring, perkembangannya akan lebih lama lagi," tutup Petrus.

Reporter Magang: Theniarti Ailin