Pemerintah Cabut Larangan Ekspor Batubara Demi Jaga Stabilitas Energi Global
Merdeka.com - Pada Januari 2022, Pemerintah melarang ekspor batubara keluar negeri. Kebijakan yang hanya berlangsung satu bulan tersebut dinilai tidak konsisten dengan upaya pemerintah menurunkan emisi karbon sebagaimana tertulis dalam Perjanjian Paris.
Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 1A, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Luthfi Fuady menjelaskan larangan ekspor tersebut sebenarnya dilakukan bukan dalam rangka menekan emisi karbon. Melainkan untuk menjaga ketersediaan batubara sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Sebaliknya, dalam rangka menekan emisi karbon, pemerintah lewat Dirjen Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merancang skema pengurangan batubara sebagai sumber energi.
-
Gimana cara Mentan mengurangi impor? 'Apresiasi juga kepada Pak Amran yang dengan semangat untuk mengurangi impor hasil-hasil pertanian seperti beras, gula, jagung, dan seterusnya. Saya percaya kalau seluruh potensi bangsa ini didorong untuk memenuhi kebutuhan itu, pasti impor kita dapat dikurangi dan kita kembali bergantung pada hasil dalam negeri,' katanya.
-
Kapan kebijakan ini berlaku? Mulai awal tahun 2025, hanya aplikasi yang memiliki fungsi inti dan memerlukan akses ke gambar serta video pengguna yang akan diizinkan untuk mengakses seluruh galeri.
-
Apa yang Kemendag lepas ekspornya? Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didi Sumedi melepas ekspor kosmetik dari Sidoarjo ke Malaysia senilai 7 juta Ringgit Malaysia (RM) atau lebih dari Rp20 miliar, pada Senin.
-
Dimana larangan itu diterapkan? Dalam laporan yang dikutip dari Android Headlines pada Kamis (14/11), tindakan pelarangan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat dalam perang semikonduktor yang saat ini berlangsung di pasar.
-
Kapan larangan berlaku? Keputusan yang diambil pekan lalu ini membatalkan undang-undang tahun 2004 yang mengatur sekolah-sekolah agama Islam di Uttar Pradesh.
-
Kenapa Jokowi ingin hentikan penjualan bahan mentah? 'Karena pak Jokowi mengatakan kepada saya, 'mas Bowo mas Bowo Menhan tidak mungkin Indonesia makmur kalau kita jual bahan-bahan kita murah ke luar negeri,' ujar dia.
"Larangan batubara tersebut untuk menjaga ketersediaan bahan bakar PLTU untuk PLN. Dirjen Ketenagalistrikan sudah membuat rancangan yang memuat pengurangan batubara secara bertahap," kata Luthfi dalam Webinar Investasi Berkelanjutan dan Perdagangan Karbon: Peluang dan Tantangan, Jakarta, Senin (20/6).
Hal senada juga diungkapkan Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia, Hasan Fawzi. Menurutnya larangan sementara batubara dilakukan pemerintah karena saat itu Indonesia tengah dihadapkan pada kondisi darurat. Sehingga untuk menjaga ketersediaan energi dalam negeri dilakukan pembatasan ekspor batubara.
"Kalau dicermati memang ada kondisi extra ordinary. Ada dinamika suplai chain yang terjadi akibat gangguan geopolitik dan recovery yang terlalu cepat," kata Hasan.
Dia menjelaskan hingga kini kondisi global masih dalam ketidakpastian yang tinggi. Tak lain salah satunya dipicu oleh geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Eropa melakukan boikot terhadap Rusia yang membuat terjadinya krisis energi.
Di sisi lain terkendalinya pandemi Covid-19 membuat sejumlah negara mulai mengalami pemulihan ekonomi. Namun pemulihan yang terjadi nyatanya lebih cepat dari perkiraan. Sehingga kebutuhan energi meningkat dalam waktu singkat. Hanya saja hal ini kurang diantisipasi oleh para penyedia energi. Mengingat selama pandemi kebutuhan energi sempat berkurang.
"Dulu kebutuhan energi berkurang. Tapi pas recovery kebutuhannya meningkat cepat, termasuk karena ada kondisi geopolitik global," kata Hasan.
Kondisi ini pun membuat pemerintah akhirnya kembali membuka keran ekspor batubara. Terlebih harga komoditas juga meningkatkan pesat. "Negara-negara di Eropa yang berkomitmen dengan masa transisi dari fosil ke yang EBT, ini jadi negara yang panic buyer. Mereka jadi sangat membuka diri dengan energi fosil dari tempat kita dan sebagainya," kata Hasan
Selain untuk menikmati booming harga komoditas, pencabutan larangan ekspor juga untuk menjaga stabilitas kebutuhan energi global. Jika keran ekspor tetap ditutup, maka bisa menciptakan ketidakpastian yang lebih tinggi. Bahkan dampaknya bisa merambah ke berbagai harga komoditas yang langsung terasa di masyarakat.
"Dampaknya akan makin luas ke ekonomi, sosial dan stabilitas sebuah negara," kata dia.
Meski begitu, Hasan meyakini pemerintah akan tetap pada komitmennya dalam menurunkan emisi karbon. Salah satunya dengan pengembangan energi baru terbarukan (EBT). Mengkonversi penggunaan energi fosil dengan sumber energi yang lebih berkelanjutan.
"Saya yakin arahnya menggantikan fisik dengan yang sifatnya berkelanjutan," kata dia mengakhiri.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Presiden Jokowi telah meresmikan perdagangan bursa karbon di Indonesia.
Baca SelengkapnyaHal ini dilakukan dalam rangka hilirisasi hasil bumi.
Baca SelengkapnyaPemerintah harus memberi dukungan yang kuat kepada industri baja di Indonesia, termasuk melalui regulasi yang tepat.
Baca SelengkapnyaPercepatan transisi energi fosil ke EBT diperlukan untuk mewujudkan target emisi karbon netral atau net zero emission pada 2060 mendatang.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi telah meresmikan perdagangan bursa karbon di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSemula pajak karbon akan mulai diterapkan pada tahun 2022, namun kebijakan tersebut ditunda hingga 2025 mendatang.
Baca SelengkapnyaLuhut mengatakan, rencana pemerintah menyetop ekspor gas alam dari Indonesia masih menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca SelengkapnyaLuhut mengatakan langkah itu jadi upaya untuk menekan emisi karbon di Indonesia dan dunia. Ini juga sejalan dengan upaya penerapan energi bersih di Tanah Air.
Baca SelengkapnyaAda beberapa negara yang tak setuju dengan berbagai kebijakan pemerintah Indonesia.
Baca SelengkapnyaKetersediaan batu bara yang melimpah menjadikan komoditas ini sebagai penggerak perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaProgram transisi energi sepertinya baru akan terasa dampaknya setelah 2025.
Baca SelengkapnyaBPS mencatat, tiga besar negara tujuan ekspor non-migas Indonesia pada Januari 2024 adalah ke negara China, Amerika Serikat, dan India.
Baca Selengkapnya