Pemerintah diingatkan hati-hati respons arus globalisasi
Merdeka.com - Sejumlah pengamat dan praktisi ekonomi yang dulu pernah mengambil kebijakan di pemerintah kembali memberikan masukan dan kritik terhadap jalannya pengambilan kebijakan negara dalam empat tahun terakhir. Masukan tersebut dituangkan dalam sebuah buku yang membahas pengalaman Indonesia dalam menghadapi pertentangan antara globalisasi, nasionalisme dan kedaulatan di masa lalu, saat ini dan kedepan, terutama dalam kancah perubahan dunia resmi diluncurkan.
Buku yang diterbitkanan Insitute of Southeast Asian Studies (ISEAS) dengan judul Indonesia and the New World: globalization, nationalism and sovereignty dengan penyunting Arianto A. Patunru (ANU), Mari Pangestu (FEBUI) dan M. Chatib Basri (FEBUI) ini memuat sejumlah tulisan dari ahli Indonesia dan internasional yang menganalisa isu-isu ini dari kaca mata ekonomi, sosial, politik, dan keamanan yang pernah dipresentasikan pada saat konferensi tahunan, Indonesia Update yang ke-35 di Australian National University (ANU).
"Berbagai pandangan dalam buku ini dapat melahirkan inspirasi dan memperkaya sudut pandang kita dalam menganalisi masalah dan tantangan Indonesia ke depan, karena itu layak untuk mendapat perhatian baik dari kalangan pemerintah, praktisi dan akademisi," kata ekonom senior Mari Elka Pangestu.
-
Apa yang dipilih di pemilu 2019? Pemilu 2019 menandai pemilihan presiden keempat dalam era reformasi Indonesia. Dalam pertarungan presiden, terdapat dua pasangan calon utama, yaitu Joko Widodo (Jokowi) - Ma'ruf Amin, dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
-
Mengapa hasil pemilu 2024 berpengaruh terhadap arah kepemimpinan negara? Melansir laman Komisi Pemilihan Umum, dalam sebuah negara demokrasi, pemilu adalah salah satu pilar utama dari proses akumulasi kehendak masyarakat. Pemilu sekaligus merupakan proses demokrasi untuk memilih pemimpin.
-
Mengapa Pilkada DKI 2017 menarik perhatian? Pilkada DKI 2017 menjadi salah satu pemilihan kepala daerah yang menarik perhatian. Saat itu, pemilihan diisi oleh calon-calon kuat seperti Basuki Tjahaja Purnama, Anies Baswedan, dan Agus Harimurti Yudhoyono.
-
Apa yang dipilih dalam Pilkada? Pilkada itu apa? Pilkada merupakan singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah.
-
Siapa yang dipilih di Pilkada? Pilkada adalah proses pemilihan demokratis untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.
-
Kenapa sengketa Pilpres 2024 dianggap kompleks? 'Kita tetap akan optimistis sepanjang yang secara maksimal bisa kami lakukan,' kata Suhartoyo di Pusdiklat MK, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, seperti dikutip Kamis (7/3). Meski dalam batas penalaran yang wajar, Suhartoyo menjelaskan bahwa waktu 14 hari terasa tidak mungkin menyidangkan dan memutus sengketa hasil yang kompleks dengan dugaan kecurangan. Apalagi jika pihak berperkara yang mengajukan bisa lebih dari satu pihak. Namun, berkaca pada periode 2019, Suhartoyo menegaskan MK bisa bekerja sesuai waktu yang ditetapkan.
Dalam pandangan Mari, dimensi globalisasi saat ini semakin kompleks dan rumit, seperti pisau bermata dua. Globalisasi meningkatkan akses untuk memperbaiki taraf hidup dan juga meningkatkan kepekaan. Di satu pihak, globalisasi memberi manfaat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, kenaikan pendapatan per kapita dan penurunan kemiskinan.
Globalisasi tak terbendung dan bahkan menjadi semacam kebutuhan pokok sehari-hari, antara lain ketika manusia di pelbagai pelosok dunia terhubung secara instan lewat media sosial. Namun di lain pihak, globalisasi juga telah meningkatkan kepekaan suatu negara kepada berbagai guncangan dan dampak negatif globalisasi.
"Akibatnya sentimen anti-globalisasi meningkat, pemicunya antara lain pengalaman pahit akibat krisis keuangan dunia serta ketimpangan ekonomi yang semakin lebar di depan mata karena keuntungan dari globalisasi tidak merata."
Menurut Mari, kompleksitas globalisasi memunculkan pilihan-pilihan politik, yang mengejutkan, seperti terpilihnya Presiden Duterte di Filipina, Trump di Amerika Serikat, dan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Manifestasi dari pilihan pilihan tersebut berujung pada kebijakan-kebijakan yang umumnya cenderung lebih bersifat populis dan isolasionis sebagai upaya melindungi diri dari dampak globalisasi dan atas nama kedaulatan.
Dalam beberapa hal, fenomena ini juga terasa di Indonesia. Berbagai kebijakan serta diskursus publik diwarnai oleh semangat anti-globalisme. Dalam hal ekonomi, proteksionisme dan nasionalisme kembali meningkat dan penolakan atas ‘pengaruh asing’ dimanifestasikan ke dalam kebijakan seperti pelarangan impor atas nama swasembada, dan restriksi di bidang investasi. Respons 'melindungi' seperti ini tidak dapat disalahkan, karena memang ada sisi gelap dari globalisasi seperti kepekaan terhadap guncangan ekonomi, perdagangan manusia, penistaan pekerja migran, fake news, dan sebagainya.
"Namun seyogyanya berbagai pengalaman itu mengharuskan pendekatan yang lebih berhati-hati dalam merespons globalisasi agar mendukung desain kebijakan yang lebih tepat untuk menjawab isu yang muncul. Pencapaian swasembada pangan misalnya, tidak harus diartikan melarang impor sama sekali. Artinya, pendekatan untuk menencukupi kebutuhan dalam negeri dengan harga yang terjangkau, termasuk dengan pengelolaan impor agar stok dalam negeri cukup dan harga stabil juga perlu ditekankan. Swasembada sebagai target juga perlu dibarengi peningkatkan produktivitas dan produksi dalam negeri sehingga mengurangi kepekaan terhadap guncangan eksternal, seperti kenaikkan harga pangan yang dialami di 2008," kata Mari
Buku ini berisi pandangan beberapa peneliti terkemuka yang membahas berbagai isu penting seputar globalisasi, nasionalisme dan kedaulatan di Indonesia. Tulisan dalam buku ini mencakup sejarah keterlibatan Indonesia dengan dunia internasional, posisi Indonesia dalam konflik Laut Cina Selatan, serta merebaknya kembali nasionalisme di bidang ekonomi dan keamanan.
Buku ini juga membahas dampak globalisasi terhadap kemiskinanan dan ketimpangan, nasib buruh dan serta kesejahteraan masyarakat pada umumnya, terutama kaum perempuan. "Buku ini cukup komprehensif dalam mengupas berbagai pengalaman menghadapi globalisasi," kata Mari Pangestu. (mdk/idr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terdapat lima aspek utama yang perlu diperhatikan terkait kebijakan ekonomi dan politik di bawah kepemimpinan Trump.
Baca SelengkapnyaTrump menegaskan rencananya untuk memberlakukan tarif atau pajak pada semua barang yang diimpor ke Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaDia menyinggung dinamika perekonomian saat masa kepemimpinan periode pertama Trump sepanjang 2017-2021.
Baca SelengkapnyaPerbedaan tersebut tidak terlepas dari latar belakang Trump yang berasal dari Partai Republik, yang memiliki pendekatan berbeda dengan Presiden Joe Biden.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani menjelaskan bahwa Trump merupakan sosok yang dikenal proteksionisme dalam melindungi neraca dagang negaranya.
Baca SelengkapnyaTerpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS diprediksi akan membawa perubahan signifikan dalam kebijakan perdagangan global, termasuk dengan Indonesia.
Baca SelengkapnyaPontesi menangnya Donald Trump ini berdampak langsung pada nilai tukar atau kurs Rupiah.
Baca SelengkapnyaTrump berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia.
Baca SelengkapnyaKekhawatiran bagi Indonesia karena sikap proteksi Donald Trump terhadap perdagangan internasional.
Baca SelengkapnyaSebagian orang AS yang takut jika Trump kembali menjabat sebagai presiden.
Baca SelengkapnyaTrump sering kali menekankan prinsip "America First".
Baca SelengkapnyaKripto bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, seperti inovasi teknologi.
Baca Selengkapnya