Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pemerintah tak perlu turuti saran IMF dan Bank Dunia

Pemerintah tak perlu turuti saran IMF dan Bank Dunia Logo Bank Dunia. (c) worldbank.org

Merdeka.com - Jelang akhir tahun, ramai muncul proyeksi ekonomi 2014. Pelbagai lembaga, dari dalam maupun luar negeri, melansir prediksinya masing-masing. Kebanyakan bernada cukup pesimis memandang nasib negara berkembang.

Alasan utamanya, Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) bersiap mengakhiri paket stimulus moneter di pasar-pasar keuangan global.

Alhasil, pelaku pasar manapun sulit menemukan sumber dana murah yang selama ini mengalir dari ke negara seperti India, Brasil, dan tak terkecuali Indonesia selama dua tahun terakhir.

Orang lain juga bertanya?

Kebanyakan proyeksi menangkap sinyal Indonesia bakal melesu tahun depan, dengan faktor tak cuma perkara stimulus.

Bank Dunia mengatakan pertumbuhan ekonomi di Tanah Air pada 2014 paling mentok 5,3 persen. Realisasi investasi melambat, khususnya untuk komoditas mesin dan alat berat.

Dana Moneter Internasional (IMF) senada, turut memvonis bahwa penyakit kronis Indonesia belum bisa sembuh pada 2014. Yaitu defisit akun neraca berjalan serta neraca perdagangan yang memicu nilai tukar Rupiah anjlok mulai empat bulan lalu sampai sekarang.

Kebetulan, IMF dan Bank Dunia sangat getol memberikan saran buat pemerintah Indonesia. Keduanya aktif mempresentasikan pandangan mereka soal kebijakan yang perlu diambil, supaya persoalan ekonomi tahun depan bisa dilalui lebih mulus.

Bank Dunia menggelar seminar di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) awal pekan ini. Disusul kemudian jumpa pers IMF di Bank Indonesia, kemarin, Selasa (17/12).

Meski dikemas dengan bahasa berbeda-beda, dua lembaga kondang itu memberi resep yang sama buat pemerintah: perbaiki persoalan struktural ekonomi di Tanah Air. Indonesia wajib mengatasi ketergantungan pada impor yang selama ini bikin defisit akun pembayaran, sehingga kurs anjlok.

Dalam perspektif Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop, tak ada jalan lain, kecuali pemerintah harus semakin ramah pada investor asing. Dari analisisnya, negara ini bahkan masih kekurangan realisasi Penanaman Modal Asing (PMA).

Dia pun mengusulkan cara jitu, supaya investor asing kembali bergairah menanamkan modal di Indonesia dan menggerakkan perekonomian. Kalau perlu, keran impor juga tak perlu dibatasi.

"Ada beberapa hal yang harus dibenahi untuk menopang PMA. Misalnya merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI-red)," kata Diop.

Tak lama sesudahnya, Deputi Senior IMF Benedict Bingham menyatakan pencabutan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) wajib dijalankan segera. Namun itu tak cukup, karena harga komoditas dunia dirasa masih stagnan. Sehingga produk-produk primer unggulan Indonesia, seperti pertanian dan hasil pertambangan, perlu segera dialihkan ke sektor manufaktur. "Harga komoditas yang turun tidak dapat mengimbangi impor Indonesia," ujar Bingham.

Bagi Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada Revrisond Baswir, saran-saran dari IMF dan Bank Dunia sebetulnya tidak baru. Secara prinsipil, dia membenarkan bahwa masalah struktural perekonomian di dalam negeri wajib dibenahi.

Cuma, caranya tak dengan menggenjot PMA dan mengurangi hambatan impor seperti diutarakan Bank Dunia. Langkah itu, kata Revrisond, sampai kapanpun hanya akan menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi para investor asing.

Dia lantas mengelaborasi pendapat Bank Dunia dan IMF, yang menurutnya bermuara pada saran serupa sehingga patut diwaspadai.

"Saran-saran itu saya kira agak berbahaya. Walaupun kita masuk ke manufaktur, tapi kalau kita bergantung dengan modal asing, yang akan terjadi, yang diincar hanya pasar dalam negeri dengan bahan-bahan baku yang justru diimpor," ujarnya kepada merdeka.com tadi malam.

Hal itu terkonfirmasi dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Selama tiga tahun ini, seiring dengan lonjakan PMA, impor Indonesia didominasi barang modal dan baham baku.

Pakar koperasi akrab disapa Soni itu membantah pernyataan ekonom Bank Dunia yang membela hobi impor pemerintah. Diop sebelumnya mengatakan pola impor Indonesia masih aman dengan acuan proporsi volumenya sangat rendah dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB).

Dari penilaian Revrisond, kunci peralihan ke manufaktur yang paling sehat berasal dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sebab, kemungkinan untuk memanfaatkan barang modal dan bahan baku dari Indonesia saja tanpa perlu mengimpor jauh lebih besar.

"Kalau mau benar-benar mengatasi defisit neraca berjalan memang harus ekspor, tapi harus diusahakan berbasis sumber daya lokal," tegasnya.

Revrisond pun mengkritik pemerintah yang melulu mengajak masyarakat percaya bahwa pertumbuhan ekonomi tinggi penting. Dia yakin tidak ada korelasi antara pertumbuhan di atas 6 persen yang didengung-dengungkan selama ini, dengan penciptaan lapangan kerja, atau penguatan industri dalam negeri.

Justru, jika berniat mengatasi masalah struktural tanpa mengikuti saran IMF atau Bank Dunia, pemerintah menurutnya wajib berkorban. Caranya, memangkas pertumbuhan, dan mengalihkan alokasi anggaran menggenjot sektor riil, yang berbasis dalam negeri.

Dia yakin, PMA seperti dibayangkan Bank Dunia, tidak akan pernah tertarik bila diminta menghentikan kebiasaan impor bahan penolong dan bahan baku, lalu menggantinya dari Indonesia.

"Saya tidak pernah tertarik dengan isu pertumbuhan ekonomi, karena yang penting kualitasnya. Biarlah pertumbuhan tidak terlalu tinggi, tapi punya efek memicu tenaga kerja lebih besar di masa mendatang," kata Revrisond. (mdk/ard)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pengembangan Ekonomi Hijau di Indonesia Belum Menggiurkan Buat Investor
Pengembangan Ekonomi Hijau di Indonesia Belum Menggiurkan Buat Investor

Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam penerapan ekonomi hijau.

Baca Selengkapnya
Waspada, Kondisi Pasar Keuangan Global Memburuk Dipicu Ketegangan di Timur Tengah
Waspada, Kondisi Pasar Keuangan Global Memburuk Dipicu Ketegangan di Timur Tengah

tetap tingginya inflasi dan kuatnya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat mendorong spekulasi penurunan Fed Funds Rate (FFR).

Baca Selengkapnya
Menteri Bahlil Protes Kebijakan GMT Berpotensi Ganggu Hilirisasi di Indonesia
Menteri Bahlil Protes Kebijakan GMT Berpotensi Ganggu Hilirisasi di Indonesia

Penerapan kebijakan tersebut dinilai hanya menguntungkan negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat.

Baca Selengkapnya
Di ISF 2023, Luhut Tegaskan Indonesia Tak Mau Didikte Negara Lain
Di ISF 2023, Luhut Tegaskan Indonesia Tak Mau Didikte Negara Lain

Luhut mempersilakan investor asing masuk Indonesia untuk terlibat dalam program transisi energi.

Baca Selengkapnya
Debat Cawapres: Cak Imin Bicara Investasi Disalahgunakan & Jadi Beban Baru, Mahfud MD Bilang Sangat Normatif
Debat Cawapres: Cak Imin Bicara Investasi Disalahgunakan & Jadi Beban Baru, Mahfud MD Bilang Sangat Normatif

Salah satu yang ditekankan oleh Cak Imin yakni tentang kepercayaan pasar terhadap pemerintah

Baca Selengkapnya
DPR Beberkan Masalah-Masalah IKN yang Bikin Sulit Tarik Minat Investor
DPR Beberkan Masalah-Masalah IKN yang Bikin Sulit Tarik Minat Investor

DPR menilai IKN tetap sulit menarik minat investor karena masalah utama bukan pada pergantian pejabatnya, tetapi dasar kebijakan yang keliru

Baca Selengkapnya
Rencana Subsidi Pertamax Dinilai Bukan Solusi Masalah Sektor Migas
Rencana Subsidi Pertamax Dinilai Bukan Solusi Masalah Sektor Migas

Masalah utama di bidang migas yang dihadapi adalah produksi minyak yang saat ini masih sangat rendah.

Baca Selengkapnya
Menteri Bahlil Kesal Ada Negara-Negara yang Tak Senang Indonesia Maju
Menteri Bahlil Kesal Ada Negara-Negara yang Tak Senang Indonesia Maju

Ada beberapa negara yang tak setuju dengan berbagai kebijakan pemerintah Indonesia.

Baca Selengkapnya
Target Pemerintah Keluar dari Jebakan Pendapatan Menengah Bisa Gagal Gara-Gara Ini
Target Pemerintah Keluar dari Jebakan Pendapatan Menengah Bisa Gagal Gara-Gara Ini

Tren deindustrialisasi ditandai dengan kecenderungan pelaku usaha yang memiliki modal enggan untuk berinvestasi.

Baca Selengkapnya
Indonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global
Indonesia Harus Lebih Tegas Melawan Diskriminasi Perdagangan Global

Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit.

Baca Selengkapnya
Begini Dampak Revisi UU Pilkada Terhadap Ekonomi Indonesia
Begini Dampak Revisi UU Pilkada Terhadap Ekonomi Indonesia

Memanasnya kondisi politik di Indonesia dinilai akan menyebabkan ketidakpastian ekonomi di tanah air.

Baca Selengkapnya
Ketua MPR ke Jokowi: Kita Tidak Boleh jadi Negara Gagal dan Bangkrut
Ketua MPR ke Jokowi: Kita Tidak Boleh jadi Negara Gagal dan Bangkrut

Indonesia harus mampu untuk meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Baca Selengkapnya