Pencoretan FABA dari Limbah Berbahaya Hasil dari Uji Laboratorium
Merdeka.com - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rida Mulyana menegaskan, keputusan untuk mengeluarkan limbah abu batu bara atau fly ash and bottom ash (FABA) PLTU dari kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) bukan dari hasil kesepakatan pemangku kepentingan semata. Melainkan lebih menitikberatkan pada hasil uji laboratorium.
"Jadi, memang (mengeluarkan FABA dari limbah B3) bukan karena kesepakatan semata. Tetapi memang ini kesimpulan bahwa FABA tidak lagi digolongkan sebagai limbah B3 karena memang bukti empiris dari laboratorium yang menunjukkan bahwa FABA tidak laik dimasukkan dalam limbah B3," ungkapnya dalam webinar bertajuk Potensi Pemanfaatan Sumber PLTU Untuk Kesejahteraan Masyarakat, Kamis (1/4).
Rida mengungkapkan, sejauh ini, berbagai hasil pengujian terhadap limbah abu batu bara hasil pembakaran PLTU memperlihatkan tidak memenuhi syarat masuk dalam kategori bahan berbahaya. Sehingga, aneh apabila limbah itu tidak dapat dimanfaatkan secara baik.
-
Kenapa limbah organik penting diolah? Meskipun limbah organik bisa membusuk secara alami, kita tidak boleh membuang limbah organik secara sembarangan.
-
Mengapa pengelolaan limbah B3 penting untuk kesehatan? Limbah B3 yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan manusia.
-
Mengapa uji emisi penting? Uji emisi bertujuan untuk meminimalisir gas rumah kaca dan udara berbahaya yang dihasilkan dari mesin kendaraan bermotor, yang dapat mempengaruhi kualitas udara dan kesehatan manusia.
-
Pertamina, siapa yang bertanggung jawab dalam pengurangan limbah fesyen? Sebagai figur publik, Andien merasa bertanggung jawab terhadap upaya pengurangan limbah fesyen, khususnya di Indonesia.
-
Siapa yang sampaikan masukan terkait BBM low sulfur? 'ASDP perlu mempersiapkan diri dengan baik jika penerapan BBM low sulfur ini diimplementasikan untuk semua sektor pengguna. Ini termasuk melakukan penyesuaian pada mesin dan peralatan yang digunakan, serta memastikan bahwa seluruh operasional dapat berjalan lancar tanpa hambatan berarti. Ini memerlukan kolaborasi yang baik dengan Badan Usaha Penugasan, serta pemangku kepentingan lainnya,'
-
Kenapa limbah cair berbahaya? Berbagai bahan polutan ini jika tidak dikelola dengan baik, hanya akan terbuang ke sungai dan menyebabkan pencemaran.
"Melalui uji karakteristik racun atau yang biasa kita kenal dengan Internasional Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) bahwa FABA bukan bahan berbahaya dan beracun," bebernya.
Pun, dengan uji radionuklida pada FABA PLTU menunjukkan nilai konsentrasi yang tercemar lebih rendah dari tingkat kontaminasi yang diprasyaratkan. Sebagaimana yang diatur pada PP Nomor 22 Tahun 2021 tersebut.
Oleh karena itu, dia mendorong adanya percepatan dan perluasan pemanfaatan FABA dalam waktu dekat. Menyusul seragamnya berbagai hasil penelitian yang menyatakan FABA laik dikeluarkan dari golongan limbah B3.
"Dengan dikeluarkannya FABA dari limbah B3 maka harus akan semakin luas pemanfaatannya. Dan itulah yang terjadi," tukasnya.
LIPI Nilai Tepat
Sebelumnya, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai keputusan pemerintah yang menetapkan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara pada PLTU dan pabrik sawit menjadi kategori bukan bahan berbahaya dan beracun (non B3) merupakan langkah yang tepat.
"Limbah batu bara PLTU dan pabrik sawit tidak ada yang berbahaya. Limbah FABA ini justru bernilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk penunjang infrastruktur seperti bahan baku pembuatan jalan, conblock, semen hingga bahan baku pupuk," kata Peneliti Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI, Nurul Taufiqu Rochman dalam keterangannya di Jakarta, seperti dikutip Antara, Selasa (23/3)
Dia menjelaskan saat ini tidak satu pun negara yang mengategorikan limbah batu bara dan sawit sebagai B3, jadi aneh jika limbah itu tidak dimanfaatkan. "Komposisi dari limbah FABA ini sudah kami analisa dan sebagainya tidak ada yang berbahaya," ujarnya.
Menurut dia, limbah batu bara dan sawit justru menjadi bahaya ketika tidak digunakan atau ditumpuk dalam jumlah banyak. Padahal, limbah itu bisa digunakan untuk berbagai produk. "Jadi, kerugian besar jika limbah itu tidak digunakan," ujar Nurul.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mochamad Ridwan Kamil, meresmikan Gedung Laboratorium Lingkungan Jawa Barat
Baca SelengkapnyaRachmat menyebut, polusi udara di Jakarta di sebabkan oleh emisi kendaraan bermotor dengan BBM berbasis fosil dan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU).
Baca SelengkapnyaJokowi menegaskan, tanah bekas tambang juga harus segera direklamasi.
Baca SelengkapnyaBanyak Pabrik Beroperasi, DLH Kota Batam Bakal Cabut Izin Perusahaan Langgar Aturan Olah Limbah B3
Baca SelengkapnyaKetersediaan batu bara yang melimpah menjadikan komoditas ini sebagai penggerak perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaPolda Metro Jaya membentuk satuan tugas (satgas) guna mengurangi masalah polusi udara yang menyelimuti Ibu Kota dan sekitarnya.
Baca SelengkapnyaPercepatan transisi energi fosil ke EBT diperlukan untuk mewujudkan target emisi karbon netral atau net zero emission pada 2060 mendatang.
Baca SelengkapnyaSikap tergesa-gesa pemerintah melakukan pensiun dini operasional PLTU Cirebon-1 berpotensi menimbulkan malapetaka bagi masyarakat kelas menengah bawah.
Baca SelengkapnyaKedua perusahaan tersebut beroperasi di Jakarta Utara.
Baca SelengkapnyaLangkah konkret bakal dia terapkan untuk mengendalikan emisi yang berasal dari sumber-sumber itu.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan kajian Asian and Pacific Economic Review (APER) di kawasan ASEAN, Eniya menyebut angka investasi hijau saat ini lebih tinggi 70 persen.
Baca Selengkapnya