Pengakuan pemerintah, ekonomi memburuk tapi tidak krisis
Merdeka.com - Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla tengah menghadapi persoalan ekonomi yang cukup pelik. Tren pertumbuhan ekonomi yang terus melambat diperparah dengan anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dan lesunya kinerja perdagangan di pasar saham.
Indikator perlambatan ekonomi terlihat pada semester I 2015 di mana ekonomi cuma tumbuh 4,7 persen. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasi pada semester yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,1 persen. Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar juga sama. Rupiah sudah menembus angka Rp 14.000 per dolar.
Kemarin, Presiden Joko Widodo memanggil sejumlah menteri bidang ekonomi ke Istana Negara, Jakarta. Nampak hadir Menko bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Perdagangan Thomas Lembong dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
-
Apa yang Jokowi ajak untuk ditanggulangi? 'Selain itu kejahatan maritim juga harus kita tanggulangi seperti perompakan, penyelundupan manusia, narkotika, dan juga ilegal unregulated unreported IUU Fishing,'
-
Bagaimana Jokowi atasi krisis air? Jokowi menyampaikannya, beberapa negara saat ini dilanda krisis Air. Untuk itu, Ia mengimbau agar potensi air di dalam negeri bisa dimanfaatkan melalui beragam infrastruktur, dengan begitu air tidak langsung mengalir ke laut.
-
Bagaimana Jokowi meminta kepala daerah mengelola anggaran? 'Fokus. Jangan sampai anggaran diecer-ecer ke dinas-dinas semuanya diberi skala prioritas enggak jelas. Ada kenaikan 10% semua diberi 10 persen. Enggak jelas prioritasnya yang mana,' kata Jokowi.
-
Kenapa Presiden Jokowi mengajak investor Tiongkok berinvestasi di Indonesia? Mengingat sejumlah indikator ekonomi di Indonesia menunjukkan capaian positif, antara lain pertumbuhan ekonomi yang konsisten di atas 5 persen, neraca dagang yang surplus 41 bulan berturut-turut, Purchasing Manager Index (PMI) berada di level ekspansi selama 25 bulan berturut-turut, dan bonus demografi.
-
Siapa Ajudan Presiden Jokowi? Kapten Infanteri Mat Sony Misturi saat ini tengah menjabat sebagai ajudan Presiden Joko Widodo.
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
Pokok pembahasannya soal kondisi ekonomi terkini. Terutama soal anjloknya nilai tukar rupiah. Presiden Jokowi meminta menteri ekonomi membuat kebijakan besar untuk menyikapi kondisi ini.
"Presiden meminta dan merinci satu paket kebijakan besar yang harus selesai minggu depan ini. Menyangkut sektor riil, keuangan, ada yang menyangkut deregulasi, kebijakan baru, tax holiday," ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution di Istana Negara.
Dia mengatakan, tujuan dari paket kebijakan itu untuk memperlancar kegiatan ekonomi, mendorong masuknya valuta asing. Termasuk menyelamatkan Rupiah dari keterpurukan. "Kita memerlukan itu karena tidak ada jalan lain."
Memburuknya kondisi perekonomian diakui sendiri Presiden Joko Widodo. Presiden mengatakan, kondisi ini juga dialami negara lain.
"Perlu kita ketahui bersama bahwa ada perlambatan ekonomi yang kita alami, tetapi tak hanya negara kita yang mengalami. Negara lain mengalami yang lebih berat dibanding kita," kata Jokowi di Istana Bogor beberapa waktu lalu.
Merdeka.com mencatat pengakuan pemerintah soal memburuknya kondisi ekonomi saat ini, meski berulang kali pemerintah menegaskan ekonomi nasional tidak krisis. Berikut paparannya.
Waspada
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku gerah dengan banyaknya anggapan bahwa Indonesia saat ini tengah mengalami krisis ekonomi. Menurut dia, Indonesia saat ini bukan mengalami krisis ekonomi tetapi hanya bersifat waspada adanya perlambatan perekonomian global.
"Saya katakan kita memang tidak dalam kondisi normal tapi bukan krisis. Kata waspada adalah kata yang tepat menurut saya," ujar Bambang di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (27/8).
Melambat sejak 2012
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan perlambatan ekonomi Indonesia sudah terjadi sejak 2012. Namun, saat itu pemerintah dan pelaku usaha tak segera berbenah.
Menteri Bambang mengungkapkan, pemerintahan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terlalu terlena dengan kesuksesan menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga enam persen pada 2011. Maka saat terjadi pelemahan harga komoditas pada akhir 2012, mereka menganggap hal itu hanya sementara.
"Kalau di sini (Indonesia) usaha komoditas dinikmati di 2009-2010 dan masalah muncul di akhir 2011 ketika itu turun. Cuma orang lupa dan menganggap turunnya sebentar. Ternyata tidak, dan (berlanjut) sampai hari ini. Kerena gelembung stimulasi moneter di negara maju yang berimbas ke ekonomi global masuk ke Indonesia jadi harga naik luar biasa," ujar Menteri Bambang di Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (27/8).
Dia menegaskan pemerintah dan pengusaha agak ceroboh dalam melihat kondisi tersebut. Padahal, pemerintah dan pengusaha harus bergerak cepat menyingkapi kondisi tersebut agar tidak meluas ke perlambatan ekonomi yang lebih besar.ÂÂ
Kuncinya saat itu, lanjut Menteri Bambang, tentu dengan tidak lagi mengandalkan komoditas ekspor bahan mentah. "Jadi perlambatan sudah terjadi, intinya kita memang harus bergerak cepat untuk tidak bergantung pada komoditas," pungkas dia.
Ekonomi irasional
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 4.100 dan nilai tukar Rupiah sudah menembus Rp 14.000 per dolar Amerika Serikat (USD) merupakan sentimen yang tidak masuk akal. Bahkan, pelemahan tersebut bukan mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia.
"Kondisi sekarang sudah irasional, yang terjadi sekarang enggak mencerminkan fundamental dan lebih berdasarkan pada sentimen berlebihan," ujar dia di Kantornya, Jakarta, Jumat (21/8).
Batuk sedikit, kita goyang
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai merosotnya nilai tukar Rupiah tak hanya disebabkan faktor eksternal. Kondisi perekonomian dalam negeri juga turut memicu terpuruknya Rupiah. Besarnya dana asing dalam sistem perekonomian nasional membuat Rupiah rawan goyah.
Besarnya dana asing bisa terlihat dari Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Utang Negara (SUN) yang mencapai 38 persen. Jika dibandingkan beberapa negara, persentase dana asing di surat berharga Indonesia memang terbilang tinggi. Di India kepemilikan asing pada surat berharganya hanya 7 persen, Brasil hanya 20 persen, Korea Selatan 16 persen dan Thailand 14 persen.
Sementara dana asing di SBN Indonesia berdasarkan data bank sentral, pada April lalu kepemilikan asing pada SBN pernah mencapai 40 persen, turun menjadi 37 persen dan kembali naik menjadi 38,8 persen.
Selain SBN, kata Darmin dana asing juga menguasai pasar modal Indonesia. Bahkan persentasenya mencapai 60 persen.
"Kalau sebanyak itu asing, itu artinya apa? Batuk sedikit ya keluar dia, kita goyah," jelas dia. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Stabilitas politik di tanah air selalu menjadi perhatian internasional.
Baca SelengkapnyaDalam menghadapi ketidakpastian global, Jokowi menekankan pentingnya menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.
Baca SelengkapnyaPenanganan angka kemiskian di era Jokowi diklaim lebih baik dibandingkan negara lain.
Baca SelengkapnyaJokowi minta semua menteri mencari tahu penyebab PMI Indonesia terkontraksi setelah 34 bulan berturut-turut mengalami trens ekspansi.
Baca SelengkapnyaIndonesia patut bersyukur karena pertumbuhan ekonomi masih di atas 5 persen di tengah kondisi perekonomian global yang melemah.
Baca SelengkapnyaPara pelaku usaha mengeluh ke Jokowi soal makin keringnya perputaran uang.
Baca SelengkapnyaPerekonomian Indonesia masih bisa tumbuh 5,11 persen di tengah pelemahan ekonomi global.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi berbicara mengenai kekhawatiran ekonomi di depan para investor lokal dan internasional
Baca SelengkapnyaIndonesia masih terus bertahan agar tidak masuk dalam kondisi resesi seperti yang dialami oleh negara maju.
Baca SelengkapnyaPer Agustus 2024, posisi utang Indonesia berada di angka Rp8.461,93 triliun, setara dengan 38,49 persen dari PDB.
Baca SelengkapnyaBangsa yang merdeka ialah bangsa yang mampu mengentaskan masyarakatnya dari jurang kemiskinan.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi terus memantau realisasi belanja pemerintah pusat maupun daerah.
Baca Selengkapnya