Penggabungan Volume SPM & SKM untuk Lindungi Pabrikan Kecil dari Gempuran Asing
Merdeka.com - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan bahwa penggabungan volume produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) bukan untuk menekan keberadaan pabrikan kecil. Penggabungan volume justru melindungi pabrikan kecil dari gempuran pabrikan besar asing.
Anggota Komisi Keuangan dari Fraksi PDI Perjuangan, Indah Kurnia menjelaskan, penggabungan volume produksi SKM dan SPM bertujuan untuk memperbaiki iklim persaingan di industri hasil tembakau yang belum kondusif. Jika penggabungan ini tidak terealisasi, pabrikan besar asing akan terus menikmati tarif cukai murah, sehingga pabrikan kecil yang nantinya terkena imbasnya.
"Perlu diluruskan, penggabungan batasan volume SKM dan SPM bertujuan untuk memastikan kompetisi yang adil antara perusahaan besar asing dan kecil. Saat ini beberapa perusahaan besar asing masih membayar cukai Golongan 2, walaupun secara total produksi SKM dan SPM mereka sudah di atas 3 miliar batang," kata Indah dikutip, Jumat (8/3).
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana dampak kemasan rokok polos tanpa merek pada perekonomian nasional? Parahnya lagi, lanjut Nadlifah, usulan Kemenkes untuk mendorong kemasan rokok polos tanpa merek tersebut berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat serta menekan perekonomian nasional.
-
Apa saja jenis produksi yang ada? Beberapa jenis produksi antara lain adalah:
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Kenapa produksi tembakau penting bagi Indonesia? Industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
Pabrikan yang memiliki volume produksi SKM dan SPM di atas 3 miliar batang tidak bisa disebut perusahaan kecil. Jika harga rokok per batang Rp 1.000, maka omset pabrikan tersebut mencapai Rp 3 triliun.
Maka itu, Indah menegaskan, pihak-pihak yang menolak wacana penggabungan volume produksi SKM dan SPM berarti tidak ingin menciptakan perubahan di industri rokok, serta berpihak kepada asing. Dia juga berharap pabrikan kecil terus mendukung wacana ini. Sudah saatnya pabrikan besar asing tak lagi membayar tarif cukai murah.
"Justru menjadi pertanyaan apabila ada yang tidak setuju dengan penggabungan batasan volume ini. Sejatinya, ini menguntungkan industri kecil dan industri kretek, karena tidak akan ada lagi pabrikan SKM dan SPM besar asing yang membayar tarif cukai murah," ujarnya.
Anggota Komisi Keuangan lainnya, Amir Uskara juga mendukung penggabungan volume produksi SKM dan SPM untuk segera diwujudkan. Politikus dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini tidak ingin pabrikan besar asing terus-menerus menikmati cukai murah. Jika tidak ada perubahan, dia khawatir keberadaan pabrikan kecil akan semakin berkurang. "Penundaan penggabungan justru akan menyulitkan pabrikan rokok kecil," jelas Amir.
Kementerian Keuangan pada Desember 2018 lalu mengeluarkan PMK 156/2018 tentang Tarif Cukai Tembakau. Dalam beleid tersebut, Kemenkeu menghapus Bab IV pada PMK 146/2017, yang salah satu tujuannya mengatur penggabungan batas produksi SKM dan SPM.
Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), Heri Susanto, menambahkan pabrikan rokok kecil selama ini tertekan dengan pabrikan besar asing yang menikmati tarif cukai murah.
"Jika tidak diakumulasikan antara produksi SKM dan SPM justru menjadi pertanyaan dari aspek keadilan, berarti perusahaan rokok besar asing menikmati tarif yang lebih murah. Selama ini yang menikmati pembedaan SKM dan SPM ini justru perusahaan asing, bukan perusahaan lokal," tegasnya. (mdk/idr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Andry juga menyoroti aturan zonasi larangan penjualan rokok radius 200 meter dari satuan pendidikan yang masih rancu karena tidak disebutkan dengan jelas.
Baca SelengkapnyaPenurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan hasil perhitungan dampak yang dilakukan oleh Indef dengan penerapan tiga skenario kebijakan terkait industri rokok.
Baca SelengkapnyaPemerintah berencana melarang penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca Selengkapnya"Ini menyebabkan produksi rokok mengalami penurunan terutama golongan 1 yaitu produsen terbesarnya," ucap Sri Mulyani.
Baca SelengkapnyaSejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaSalah satu pasal yang menurutnya bisa menimbulkan delik dalam hal pelaksanaan yakni adanya larangan penjualan dalam radius 200 meter di fasilitas pendidikan.
Baca Selengkapnyadalam Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) salah satu aturan yang disoroti yakni nantinya, kemasan rokok harus polos tanpa merek.
Baca SelengkapnyaSalah satu yang dikhawatirkan yakni kenaikan cukai 2025
Baca SelengkapnyaAndry mengungkapkan, dari sisi penerimaan negara, ada potensi hilangnya Rp160,6 triliun.
Baca SelengkapnyaPenggantian kemasan polos pada rokok bisa berdampak pada industri turunannya.
Baca SelengkapnyaPotensi tingginya kenaikan cukai rokok untuk tahun depan masih membayangi dan meresahkan peritel serta pelaku UMKM di Indonesia.
Baca Selengkapnya