Pengusaha Khawatir Revisi Aturan Tembakau Picu Peredaran Rokok Ilegal
Merdeka.com - Rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan menuai banyak respons. Salah satunya dari Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo).
Menurut Ketua Gaprindo, Benny Wachjudi, pihaknya setuju dan mendukung target pemerintah untuk menurunkan angka prevalensi merokok anak. Meski begitu, revisi Peraturan dinilai bukalah sebuah jalan keluar yang tepat.
"Pada dasarnya PP 109/2012 sudah sangat memadai dan tidak perlu direvisi. Kalaupun ada yang kurang, kami menilai bukan pada aturannya sendiri, melainkan lebih kepada implementasinya, khususnya sosialisasi dan edukasi masyarakat serta penegakan peraturannya. Dapat kami tambahkan bahwa PP 109/2012 juga sudah sudah secara tegas melarang penjualan rokok kepada anak di bawah 18 tahun dan ibu hamil," kata Benny, Selasa (13/7).
-
Bagaimana cara mencegah paparan asap rokok pada anak? Jadi yang pertama kali harus dilakukan adalah membuat lingkungan bebas dari asap rokok. Larang merokok di dalam rumah atau mobil, dan hindari juga mengizinkan anak menghirup asap rokok pasif.
-
Bagaimana cara berhenti merokok? 'Dan kita tahu cara melakukannya, dengan menaikkan pajak rokok dan meningkatkan dukungan penghentian,' lanjutnya.
-
Siapa yang bisa bantu berhenti merokok? Siapkan dukungan dengan mendiskusikan metode berhenti merokok bersama dokter Anda, seperti kelas berhenti merokok, konseling, atau obat-obatan yang membantu mengurangi keinginan merokok.
-
Kenapa berhenti merokok penting? Berhenti merokok memiliki dampak yang luar biasa dalam mengurangi risiko kematian.
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
"Sehubungan dengan usulan revisi terkait memperbesar ukuran gambar Kesehatan dari 40 persen menjadi 90 persen, kami berpandangan justru rencana ini berpotensi menimbulkan hal yang tidak terduga seperti meningkatnya rokok ilegal yang akan berdampak pada turunnya pendapatan negara dari pajak dan cukai," jelas dia.
Selain itu, penambahan luas gambar peringatan kesehatan menjadi 90 persen disebut melanggar hak pelaku usaha untuk menampilkan merek dagang dan logo perusahaan yang dilindungi undang-undang.
Benny turut menyampaikan bahwa studi yang dilakukan di negara-negara lain mengungkap bahwa perluasan peringatan kesehatan terbukti tidak dapat menurunkan prevalensi perokok anak secara efektif. Perluasan peringatan di kemasan malah membuka peluang pemalsuan. Sebab, merek dan identitas produk tidak terlihat jelas.
Hasil Riset
Sementara itu, dari hasil riset IPSOS mengungkap bahwa 32 persen General Trade (pedagang rokok tradisional atau warung) sama sekali tidak tahu adanya peraturan larangan penjualan rokok kepada anak-anak, karena mereka tidak pernah mendapat sosialisasi pemerintah tentang aturan tersebut. Sebagian menyimpulkan larangan itu hanya berlaku bagi pelanggan rokok, dan bukan untuk pedagang.
Bahkan, pedagang rokok tradisional tersebut juga mengira bahwa produk rokok dapat diperjualbelikan kepada siapa saja, selama rokok tersebut legal.
Ketika dilakukan kajian lebih lanjut mengenai pernah atau tidaknya para pedagang ini menjual rokok kepada anak, 34 persen mengaku pernah melakukan dengan asumsi bahwa rokok tersebut untuk kebutuhan orang dewasa, atau orang tua sang anak. Asumsi tersebut didasari pada pembelian rokok dalam bentuk kemasan utuh, dan bukan eceran.
Di antara mereka juga mengungkapkan, bahwa jika mereka melarang pembelian oleh anak, hal ini akan berpengaruh pada berkurangnya pendapatan.
"Dengan banyaknya pedagang rokok tradisional berlokasi di lingkungan pemukiman dan seiring dengan tujuan menekan akses anak di bawah umur kepada rokok, Pemerintah perlu melakukan suatu upaya untuk meningkatkan pengetahuan pedagang terkait regulasi penjualan rokok kepada anak, apa yang melatarbelakangi regulasi tersebut, serta menerapkan sanksi kepada para pedagang yang tetap melakukannya," kata Soeprapto Tan, Managing Director IPSOS di Indonesia.
Menyikapi hal ini, Soeprapto juga mendapati fakta dari para pedagang bahwa untuk menjadikan Peraturan ini lebih efektif diperlukan kegiatan edukasi oleh Pemerintah sebagai regulator maupun pelaku industri rokok.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pengetatan iklan di luar ruang berpotensi untuk memukul kinerja industri rokok dan olahan tembakau turunannya hingga memicu PHK massal.
Baca SelengkapnyaRPP UU Kesehatan dinilai melarang total kegiatan penjualan dan promosi produk tembakau.
Baca SelengkapnyaJumlah produksi rokok saat ini secara nasional sebesar 364 miliar batang per tahun.
Baca SelengkapnyaMenurut Menkes, perbincangannya dengan kelompok pelaku usaha sejauh ini positif.
Baca SelengkapnyaPenerapan pasal tembakau pada RPP Kesehatan akan menyebabkan penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun.
Baca SelengkapnyaTerdapat perbedaan situasi negara lain dengan Indonesia, di mana Indonesia memiliki mata rantai IHT dengan tenaga kerja signifikan.
Baca SelengkapnyaUMKM di Indonesia baru saja bangkit dari pandemi dan memiliki peran penting dalam perekonominan nasional.
Baca SelengkapnyaGAPPRI mengusulkan agar pasal-pasal terkait produk tembakau yang bernuansa pelarangan diubah menjadi pengendalian.
Baca SelengkapnyaKetua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman memandang, bahwa aturan ini seakan-akan menjadikan gula sebagai barang haram.
Baca SelengkapnyaDengan adanya pelarangan menjual rokok secara eceran maka pengeluaran masyarakat akan semakin besar untuk membeli rokok.
Baca SelengkapnyaPengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok secara langsung dan tidak langsung sebesar sebesar Rp34,1 triliun.
Baca SelengkapnyaSejumlah pedagang sembako juga menolak rencana pelarangan penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca Selengkapnya