Pengusaha: Kondisi Industri Rokok Legal Sedang Tidak Baik
Merdeka.com - Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan kembali bersuara atas kebijakan pemerintah terkait kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) dalam 3 tahun terakhir. Menurutnya, kenaikan cukai sangat eksesif dan efek berganda (multiplier effect) bagi kelangsungan usaha industri hasil tembakau (IHT) legal di tanah air.
Henry Najoan mengungkapkan, kenaikan cukai rokok tahun 2020 saat awal pandemi Covid-19, CHT naik rata-rata 23 persen, Harga Jual Eceran (HJE) naik 35 persen. Kemudian, tahun 2021 di masa pandemi Covid-19 kenaikannya masih sangat luar biasa, CHT naik rata-rata 12,5 persen.
Kemudian tahun 2022, di mana pemerintah masih berupaya memulihkan perekonomian nasional akibat pandemi Covid-19, disusul kondisi pertumbuhan ekonomi dan inflasi masih lesu, daya beli sangat lemah, CHT naik rata-rata 12 persen.
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Siapa yang mendorong penerapan cukai? Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah lama mendorong upaya pemerintah untuk menekan konsumsi gula.
-
Bagaimana cukai mempengaruhi konsumsi gula? Menurut WHO, cukai ini dapat menjadi langkah efektif untuk menurunkan konsumsi gula. Data mereka menunjukkan bahwa kenaikan harga minuman berpemanis hingga 20 persen dapat menurunkan konsumsi hingga 20 persen, sehingga membantu mencegah obesitas dan diabetes.
Henry Najoan menegaskan, kenaikan tarif cukai yang sangat eksesif secara berturut-turut menyebabkan disparitas harga rokok legal dibanding rokok ilegal makin lebar. Ini juga terlihat dari hasil kajian lembaga riset Indodata tahun 2021 dinyatakan bahwa peredaran rokok ilegal mencapai 26,30 persen, atau estimasi potensi besaran pendapatan negara yang hilang akibat peredaran rokok ilegal adalah sebesar Rp53,18 triliun.
"Sejatinya kondisi industri hasil tembakau legal tidak sedang baik-baik saja. Inilah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan situasi riil IHT legal nasional saat ini," kata Henry Najoan di Jakarta, Jumat (28/1).
Catatan kritis kedua, menurut Henry Najoan, hingga saat ini penindakan rokok ilegal yang dilakukan pemerintah belum dapat mengungkap sampai ke ranah hulu (produsen).
Sebab, meningkatnya peredaran rokok illegal makin merugikan penerimaan negara, dan merugikan produsen rokok legal. Selain itu juga berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat, karena kualitas rokok ilegal tidak terkontrol mulai dari bahan bakunya sampai proses produksinya.
Karena itu, untuk melawan perdagangan rokok ilegal, Henry Najoan mendorong pemerintah dengan mempertimbangkan pendekatan multi-metode, termasuk membangun kemitraan, meningkatkan validitas dan keandalan data, meluncurkan kampanye pendidikan dan kesadaran publik.
Kemudian, meningkatkan upaya peningkatan kapasitas. Kemudian memprioritaskan intensifikasi pemberantasan peredaran rokok illegal Kebijakan cukai yang sangat eksesif selama 3 tahun ini, tidak selaras dengan kebijakan pembinaan industri hasil tembakau nasional yang berorientasi menjaga lapangan kerja, memberikan nafkah petani tembakau, dan menjaga kelangsungan investasi.
"Implikasi kebijakan cukai yang sudah berlangsung 3 tahun berturut-turut ini berdampak negatif bagi kelangsungan industri rokok yang legal, potensi PHK tenaga kerja, petani tembakau, dan bahkan kesehatan yang dijadikan tirani oleh kebijakan cukai," kata Henry Najoan.
Pelanggaran Lain
Catatan kritis ketiga, kehadiran Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pada Bab VII Cukai, Pasal 40B Ayat (1) menyatakan Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penelitian dugaan pelanggaran di bidang cukai.
Pada Ayat (2) dinyatakan dalam hal hasil penelitian dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran administratif di bidang cukai, diselesaikan secara administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
Dalam konteks itu, Henry Najoan menengarai bahwa pelanggaran atas rokok ilegal menggunakan azas ultimum remedium (mengesampingkan pidananya).
"Jika dugaan itu benar, seharusnya sanksi tegas diberikan bagi pelaku rokok ilegal sehingga memberikan efek jera, bukan diselesaikan secara administratif yang punya kesan negotiable dengan mengesampingkan pidana," terang Henry Najoan.
Berdasarkan kajian Tim Gappri (2019), dampak ekonomi dari keberadaan industri rokok terhadap perekonomian Indonesia cukup besar. Pada 2019, diperkirakan output yang tercipta dari keberadaan industri ini mencapai Rp840,9 triliun.
Juga keberadaan industri rokok akan berdampak pada peningkatan nilai tambah ekonomi yang diukur oleh Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pada 2019, keberadaan industri rokok diperkirakan berkontribusi pada penciptaan PDB sebesar Rp454,8 triliun.
"Nilai tersebut setara dengan 2,9 persen PDB 2019. PDB tersebut terkumpul dari hampir seluruh aktifitas perekonomian, karena begitu luasnya keterkaitan langsung dan tidak langsung industri rokok, dan kontribusinya bagi penciptaan pendapatan rumah tangga nasional sebesar Rp141 triliun," terang Henry Najoan.
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaMeskipun kebijakan kenaikan harga dan tarif cukai rokok bertujuan untuk mengurangi konsumsi, namun mayoritas konsumen lebih memilih rokok ilegal.
Baca SelengkapnyaPengusaha menyoroti kinerja fungsi cukai yang tidak tercapai sebagai sumber penerimaan negara serta pengendalian konsumsi.
Baca SelengkapnyaSemakin tingginya harga rokok mendorong perokok pindah ke alternatif rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaKondisi penurunan produksi ini juga berdampak terhadap realisasi penerimaan negara dari CHT.
Baca SelengkapnyaSebab saat cukai naik terlalu tinggi, harga rokok pun langsung ikut meningkat.
Baca SelengkapnyaTernyata kenaikan tarif cukai rokok juga ditanggung masyarakat yang mengonsumsi rokok.
Baca SelengkapnyaCukai hasil tembakau terus turun meskipun jumlah perkokok tidak berkurang.
Baca SelengkapnyaAngka prevalensi perokok tetap tinggi dan penerimaan negara belum optimal
Baca SelengkapnyaPenetapan tarif cukai yang ideal dan tidak eksesif untuk mengurangi perpindahan konsumsi ke rokok yang lebih murah.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan data penindakan Bea Cukai, 94,96 persen rokok ilegal tidak menggunakan pita cukai.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan survei yang dilakukan oleh Indodata, peredaran rokok ilegal di Indonesia mencapai 46,95 persen pada tahun 2024.
Baca Selengkapnya