Pengusaha Minta Pembayaran THR 2021 Dibuka Peluang Kompromi

Merdeka.com - Himpunan Pengusaha Pribumi (Hippi) DKI Jakarta mendesak pemerintah segera menerbitkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja tentang Juklak dan Juknis Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 dengan memperhatikan kondisi keuangan pelaku usaha akibat pandemi Covid-19.
Ketua Umum DPD HIPPI DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, bagi pengusaha yang memiliki kemampuan membayar THR agar dapat membayar tujuh hari sebelum Idul Fitri. Sebaliknya bagi pengusaha yang tidak mampu agar dapat dilakukan perundingan bipartit untuk mencari solusi yang terbaik.
"Pengusaha bukannya tidak mau membayar THR 2021, akan tetapi memang kondisi keuangan yang sudah teramat berat akibat omzet yang turun tajam, mampu bertahan saja sudah sangat baik," kata dia dalam pernyataanya, Sabtu (20/3).
Pengusaha sangat berharap pengertian yang dalam dan kesadaran yang tinggi dari Serikat Pekerja dan buruh untuk dapat melihat tantangan yang dihadapi pengusaha secara jernih. Sebab, menurutnya, ini tantangan yang teramat berat. Sudah setahun aktivitas ekonomi bergerak terbatas mengakibatkan pertumbuhan ekonomi 2020 minus 2,07 persen.
Di awal 2021 dengan tingkat penularan Covid-19 yang masih tinggi, pemerintah masih menerapkan pembatasan. Dampaknya pergerakan ekonomi masih sama dengan tahun yang lalu. Bahkan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021 yang diprediksi tumbuh positif, dikawatirkan juga masih minus.
"Ini tantangan yang harus kita hadapi bersama. Kita berharap agar program vaksinasi covid-19 berjalan lancar sehingga pemulihan ekonomi kita bergerak lebih cepat, pasar semakin bergairah, cash flow pengusaha semakin positif sehingga nantinya pengusaha dapat membayarkan THR kepada pekerjanya," jelas dia.
Ini Alasan Serikat Buruh Tolak THR 2021 Diberikan Secara Cicilan atau Dipotong
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menolak keras, terkait adanya kemungkinan pembayaran tunjangan hari raya (THR) tahun ini bakal bisa dicicil ataupun dipotong. Sebagaimana yang terjadi pada 2020 lalu.
"Berkenan masalah THR, tentu KSPI dan buruh Indonesia menolak keras bilamana Menaker mengeluarkan surat edaran atau yang bentuknya apa pun surat yang kalau mengatur THR itu bisa dibayar dicicil dan nilai THR boleh dibayarkan oleh pengusaha di bawah 100 persen," keras dia dalam konferensi pers virtual, Jumat (19/3).
Bos KSPI ini menambahkan, penolakan skema pembayaran THR baik dicicil maupun dipotong itu bersifat menyeluruh. Termasuk bagi karyawan atau pekerja buruh yang mempunyai waktu kerja di bawah satu tahun.
"Sehingga, untuk pekerja yang satu tahun ke atas masa kerjanya THR dibayar 100 persen. Sementara bagi yang di bawah 1 tahun atau 12 bulan maka dibayarkan secara proporsional, misalnya 6 bulan masa kerja, maka THR yang dibayarkan adalah 6 dibagi 12 bulan dikali upah yang diterima. itu yang kami minta," terangnya.
Dia bilang, penolakan skema pembayaran THR dengan cara dicicil ataupun dipotong sangat wajar. Mengingat hingga saat ini PP 78/2015 masih berlaku.
"Karena dasar hukumnya PP 78/2015 hingga hari ini (berlaku), walaupun sudah keluar 4 PP turunan dari omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja, PP 78/2015 tidak dicabut. Dasar pemberian THR itu adalah PP 78/2015 yang belum dicabut sampai hari ini. Dengan demikian, dia masih berlaku," ucap dia menekankan.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya