Pengusaha rokok putih usul kenaikan cukai tak lebih dari 5 persen
Merdeka.com - Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) mengusulkan agar pemerintah menaikkan tarif cukai dan pajak terkait tembakau maksimal lima persen atau setara dengan angka inflasi. Hal ini disebabkan kondisi ekonomi dunia masih belum stabil dan produksi rokok masih stagnan.
"Ketentuan pajak dan cukai agak memberatkan para pelaku industri. Jangan seperti tahun ini yang naik 10 persen. Bahkan, tahun lalu 15 persen," ujar Ketua Gaprindo Muhaimin Moefti di Jakarta, Senin (15/5).
Selain itu, Gaprindo juga meminta agar pemerintah mengatur kenaikan cukai per tiga atau lima tahun sekali, bukan setiap satu tahun. Sehingga, para pelaku bisa menyiapkan antisipasi kenaikan cukai dan pajak.
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Mengapa penerimaan cukai rokok turun? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Kenapa produksi tembakau penting bagi Indonesia? Industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi penerimaan bea dan cukai hingga 28 April 2017 mencapai Rp 29,4 triliun. Pencapaian ini lebih rendah Rp 200 miliar dibanding periode sama tahun lalu.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi menjelaskan salah satu alasan rendahnya penerimaan cukai adalah penurunan produksi rokok dibandingkan tahun lalu. Heru memproyeksikan produksi rokok akan menurun lagi sebesar dua persen pada tahun ini.
Sejauh ini, penurunan penerimaan bea masuk tercatat sebesar Rp 10,2 triliun, atau lebih rendah Rp 300 miliar dibanding periode sama tahun lalu. Sementara itu, penerimaan dari cukai tembakau sebesar Rp 16,4 triliun, menurun Rp 400 miliar dari tahun lalu.
"Kami harapkan dari sekarang ini ke depan penerimaannya sudah mulai bisa stabil dan bahkan kami harapkan bisa menutup penurunan di Januari dan Februari itu," ujar Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi.
Lesunya daya beli masyarakat Indonesia saat ini menjadi salah satu faktor menurunnya realisasi penerimaan bea dan cukai. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, mengatakan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal pertama ini masih terbilang rendah. Salah satu penyebabnya adalah daya beli masyarakat yang masih rendah.
"Pertumbuhannya relatif tipis. Dan kalau dilihat secara keseluruhan, di kuartal pertama itu memang relatif selalu lebih rendah dibanding yang lainnya," pungkas Hariyadi.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah menaikkan target penerimaan cukai di 2024.
Baca SelengkapnyaRPP UU Kesehatan dinilai melarang total kegiatan penjualan dan promosi produk tembakau.
Baca SelengkapnyaPenurunan realisasi penerimaan negara dari cukai rokok menunjukkan adanya tantangan dalam perumusan kebijakan cukai saat ini.
Baca SelengkapnyaTernyata kenaikan tarif cukai rokok juga ditanggung masyarakat yang mengonsumsi rokok.
Baca SelengkapnyaKenaikan cukai rokok yang tak terkendali juga dapat memunculkan berbagai rokok ilegal.
Baca SelengkapnyaKondisi penurunan produksi ini juga berdampak terhadap realisasi penerimaan negara dari CHT.
Baca SelengkapnyaPemerintah menilai, fenomena ini sudah menjadi tantangan dari tahun ke tahun.
Baca SelengkapnyaTarget dari Kemenkes di tahun 2030 penurunan jumlah perokok mencapai 5,4 persen di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAngka prevalensi perokok tetap tinggi dan penerimaan negara belum optimal
Baca SelengkapnyaPenurunan produksi industri rokok diakibatkan kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.
Baca SelengkapnyaRencana kenaikan tarif cukai rokok bakal menjadi beban tambahan Industri Hasil Tembakau.
Baca SelengkapnyaPenggantian kemasan polos pada rokok bisa berdampak pada industri turunannya.
Baca Selengkapnya