Pengusaha Sepatu Terpaksa PHK Karyawan karena Sepi Pembeli di Tengah Pandemi Corona
Merdeka.com - Pandemi virus corona atau covid-19 yang melanda berbagai daerah di Indonesia menjadi pukulan berat bagi sejumlah pelaku bisnis UMKM nasional. Seperti Miske Niharda, pemilik usaha sepatu merk DE' monte Exclusive yang mengaku terpaksa menghentikan aktivitas produksi bisnisnya sejak tiga minggu terakhir.
Ini terpaksa dilakukan karena konsumen melakukan aksi pembatalan pesanan sepatu produksinya akibat melemahnya perekonomian domestik.
"Sedangkan bahan baku kulit untuk sepatu, sudah kita bayar. Kan harganya engga murah," keluh Miske pada Selasa (7/4).
-
Apa yang terjadi pada karyawan yang di PHK? Berdasarkan data dari pelacak independen Layoffs.fyi, hingga 30 Agustus 2024, sebanyak 422 perusahaan teknologi telah memberhentikan 136.782 karyawan.
-
Siapa saja yang terkena PHK massal di perusahaan teknologi? Beberapa nama besar seperti Tesla, Toshiba, Dell, Xerox, Paypal seakan berlomba-lomba melakukan PHK dalam jumlah besar sejak awal tahun.
-
Kenapa PHK massal terjadi di perusahaan teknologi? Penyebab PHK massal di perusahaan teknologi pun bermacam-macam. Ada yang melakukan PHK karena restrukturisasi bisnis, mengurangi biaya operasional, serta penurunan permintaan produk.
-
Kenapa karyawan menangis? Menangis Salah satu karyawannya juga tampak menangis sambil menutup wajahnya. Atasannya juga tampak menenangkan di sampingnya.
-
Mengapa pengusaha rela mengeluarkan biaya besar? 'Setiap kalori harus berjuang untuk hidupnya,' kata Jhonson.
-
Kenapa perusahaan teknologi PHK karyawan? Pengurangan tenaga kerja ini mencerminkan tren yang lebih luas di industri, didorong oleh langkah penghematan biaya, upaya restrukturisasi, dan pergeseran strategi menuju teknologi baru seperti kecerdasan buatan (AI).
Dengan berat hati, dia memutuskan untuk sementara waktu merumahkan seluruh karyawannya yang berjumlah 15 orang, karena tidak ada biaya untuk menggajinya. Bahkan, masih banyak sejumlah tagihan biaya produksi yang harus di tanggung oleh Miske.
Sebagai pelaku usaha UMKM, Miske berharap pemerintah sudi untuk memberikan dukungan moril disaat bisnisnya tengah terguncang akibat amukan virus jenis baru asal Wuhan tersebut.
"Mental kita terpukul banget, bukan hanya masalah modal" tandasnya.
Pemerintah Dinilai Lalai
Sebelumnya, enam warga mewakili para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengajukan gugatan class action kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena dianggap lalai menangani pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Gugatan itu dilayangkan kelompok pedagang eceran itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (1/4) kemarin.
Gugatan itu terdaftar dengan nomor PN JKT.PST-042020DGB. Mereka menilai Presiden Jokowi lalai menangani wabah Covid-19 sesuai Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1366. Bunyi pasal tersebut yakni setiap orang bertanggungjawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan kelalaian atau kesembronoannya.
"Nah kami merasa tergugat Presiden Joko Widodo melakukan kelalaian seperti itu," kata salah satu pedagang eceran melakukan gugatan Enggal Pamukty saat dihubungi merdeka.com, Kamis (2/4).
Enggal dan kawan-kawan mengajukan gugatan perdata dengan pasal KUHP dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Enggal menyebut ada tiga tuntutan utama dari gugatannya akibat kelalaian diambil Presiden Jokowi dalam menyikapi penyebaran Covid-19.
"Gol utama kami sebenarnya adalah nomor satunya meminta presiden RI sebagai tergugat menetapkan status karantina wilayah melalui Menkes sesuai amanat Undang-undang tentang karantina kesehatan," kata Enggal saat berbincang dengan merdeka.com.
Menurut dia, problem dasar adalah semakin lama masalah Covid-19 karena penanganan buruk dan lalai dari pemerintah. Salah satu dari 29 poin yang dimasukkan dalam gugatan itu kata Enggal yakni mengenai keputusan pemerintah yang tak segera menutup keran masuk turis atau pekerja asing khususnya dari China yang merupakan negara asal pandemi Covid-19.
Enggal merasa, akibat pemerintah tak segera memberlakukan karantina wilayah sejak wabah Covid-19 melanda tanah air akhir Februari lalu membuatnya mengalami kerugian imateril. Menurut dia, pemerintah lalai dalam memberikan rasa aman terhadap masyarakat dalam menangani Covid-19.
"Sesuai Undang-undang tentang karantina kesehatan salah satunya seluruh kebutuhan warga yang masuk ke dalam karantina wilayah tanggung jawab pemerintah pusat itu yang kami tuntut. Baru kerugian saya pribadi 12 juta dalam 20 hari ini. Jadi total kerugian imateril dan materil Rp10 miliar 12 juta tapi itu bukan tututan utama, kami begitu ingin cepat-cepat sebetulnya gol utama karantina wilayah," tandasnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Akibat sepi order, PT Sepatu Bata melakukan PHK para karyawannya secara bertahap.
Baca SelengkapnyaLangkah ini bagian dari transformasi bisnis menjadi lebih efisien ke depan.
Baca SelengkapnyaJokowi juga menduga pabrik sepatu bata tutup karena kurang efisiensi.
Baca SelengkapnyaJanji Manajemen Sepatu Bata, Alihkan Pegawai Kena PHK ke Pabrik Lain
Baca SelengkapnyaPabrik Bata Tutup di Purwakarta hingga PHK Ratusan Pegawai, Ternyata Penyebabnya Karena Ini
Baca SelengkapnyaPeraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 memicu komoditas tekstil impor secara lebih bebas ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaPerusahaan mengambil langkah untuk merumahkan buruh karena kekurangan bahan baku dan berdampak terhadap produksi.
Baca SelengkapnyaSritex memastikan hak-hak karyawan seperti gaji, terpenuhi.
Baca SelengkapnyaBayang-bayang pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan kini menghantui puluhan ribu pekerja pabrik tekstil terbesar tanah air.
Baca SelengkapnyaSurat pemecatan keluar pada 11 Juli 2023 lalu, dan berlaku pada 31 Juli 2023. Namun, para pegawai yang terkena sudah dicabut sejumlah asetnya dari perusahaan.
Baca SelengkapnyaBerada di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, berdiri megah pabrik tekstil dengan belasan ribu karyawan yang menggantungkan hidup dari lini bisnis ini.
Baca SelengkapnyaSedikitnya 11.000 buruh di industri tekstil pada perusahan besar mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Baca Selengkapnya