Pengusaha Tak Setuju Rencana Pemberian Insentif ke Pemda yang Larang Kantong Plastik
Merdeka.com - Sejumlah pelaku usaha yang tergabung dalam berbagai asosiasi menolak rencana pemberian insentif oleh pemerintah kepada Pemerintah Daerah (Pemda) yang menerbitkan Perda Larangan Penggunaan Kantong Plastik.
Pemberian insentif tersebut dinilai tidak efektif dan tidak tepat sasaran serta akan mematikan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di sektor tersebut.
Wakil Ketua Asosiasi lndustri Olefin, Aromatik dan Plastik lndonesia (Inaplas), Suhat Miyarso mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat penolakan kepada Kementerian Keuangan pada Selasa, 8 Januari 2019. Dalam surat tersebut, Inaplas menyatakan jika insentif yang diberikan kepada Pemda tidak akan menyelesaikan masalah sampah plastik.
-
Apa itu UMKM? UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis usaha kecil yang dijalankan oleh individu atau kelompok dengan modal terbatas, tetapi memiliki peran penting dalam perekonomian suatu negara.
-
Mengapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Apa masalah TEMU dengan UMKM? Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.
-
Bagaimana TEMU mengancam UMKM? Berdasarkan pengalaman di beberapa negara, aplikasi asal China ini juga merugikan pelaku UMKM lokal, termasuk konsumen.
-
Bagaimana Kemnaker dorong perusahaan bantu UMKM? 'Kita dorong perusahaan-perusahaan lain melakukan hal yang sama, yakni mendukung tumbuh dan berkembangnya UMKM,' ucapnya.
-
Bagaimana Ipuk membantu UMKM? TUR mendampingi 5-10 UMKM untuk dibantu dari berbagai sisi, seperti digitalisasi, pengurusan izin, sertifikasi seperti PIRT, dan sebagainya. Di Bunga Desa ini, mereka yang memiliki usaha mikro langsung didampingi untuk pengurusan izin administrasi usaha mereka.
Menurut dia, insentif pemerintah tersebut justru akan membuat Pemda menjadi tidak kreatif dalam mencari solusi penanganan sampah termasuk sampah plastik.
"Plastik itu sebenarnya bermanfaat buat kehidupan. Ketika sudah menjadi sampah, dan mengganggu lingkungan, maka yang harus dibenahi adalah manajemen sampahnya. Bukan mematikan industri plastiknya, dengan menerbitkan perda larangan plastik," ujar dia di Jakarta, Rabu (9/1).
Inaplas mengusulkan agar insentif tersebut dicabut dan diberikan kepada pemerintah daerah yang memilih meningkatkan kinerja pengelolaan sampah. Hal ini sesuai Undang-Undang (UU) Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008, yang salah satunya melalui metode pilah, angkut, olah dan jual (Manajemen Sampah Zero) tanpa memberlakukan larangan pemakaian kantong belanja plastik.
"Dengan metode ini semua sampah dapat ditangani seluruhnya langsung di sumbernya, sehingga tidak diperlukan tipping fee dan tempat pemrosesan akhir. Sejumlah Pemda tersebut telah bekerja lebih keras dan lebih cerdas sehingga pantas mendapat insentif," kata dia.
Suhat menyatakan, saat ini beberapa Pemda justru memilih untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah dari pada melarang penggunaan kantong belanja plastik. Di antaranya seperti Cirebon, Cilegon, Wonosobo, Tangerang, Banyumas, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Pekan Baru, Rokan Hilir, Tapanuli Tengah dan Natuna.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Christine Halim mengungkapkan, seharusnya pemerintah bisa mencontoh program waste management modern yang dilakukan sejumlah negara, seperti Singapura, Hongkong dan lainnya, ketimbang melarang penggunaan kantong plastik.
Menurut dia, jika merujuk pada pengolahan sampah di negara-negara tersebut, pemerintahnya tidak dipusingkan dengan tumpukan sampah, termasuk sampah plastik yang sampai terbawa ke laut.
"Ketimbang memberikan insentif yang membuat pemda tidak kreatif, akan jauh lebih baik, insentif tersebut dialihkan untuk membuat sistem pengolahan sampah yang modern. Hal itu juga akan membantu para Pemda, yang pusing mencari lokasi penimbunan sampah," tandas dia.
Reporter: Septian Deny
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Serikat pekerja berpendapat bahwa kebijakan ini berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tersebut.
Baca SelengkapnyaPelaku usaha ritel menolak wacana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek atau plain packaging produk tembakau.
Baca SelengkapnyaKetua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman memandang, bahwa aturan ini seakan-akan menjadikan gula sebagai barang haram.
Baca SelengkapnyaPotensi tingginya kenaikan cukai rokok untuk tahun depan masih membayangi dan meresahkan peritel serta pelaku UMKM di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPP Kesehatan disusun tanpa melibatkan para stakeholder yang terlibat di dalamnya.
Baca SelengkapnyaSelama ini rokok menjadi komoditas penyumbang omzet terbesar bagi pedagang pasar.
Baca SelengkapnyaDengan adanya pelarangan menjual rokok secara eceran maka pengeluaran masyarakat akan semakin besar untuk membeli rokok.
Baca SelengkapnyaAturan tersebut dinilai diskriminatif bagi para pelaku usaha dan pemangku kepentingan.
Baca SelengkapnyaPMK dan PP 28/2024 tidak hanya mempengaruhi industri tembakau, tetapi juga berdampak besar pada mata rantai produksi dan distribusi.
Baca SelengkapnyaPetani termbakau tegas menolak aturan-aturan yang berdampak pada mata pencariannya.
Baca SelengkapnyaPemerintah berencana melarang penjualan rokok eceran atau ketengan.
Baca SelengkapnyaTerdapat perbedaan situasi negara lain dengan Indonesia, di mana Indonesia memiliki mata rantai IHT dengan tenaga kerja signifikan.
Baca Selengkapnya