Penjelasan ini buktikan Rizal Ramli tak paham pulsa listrik
Merdeka.com - Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli kembali kembali melahirkan kontroversi. Setelah merevisi target kebutuhan listrik nasional dari 35.000 mega watt (MW) menjadi 16.167 MW, dia menuding adanya mafia dalam penerapan harga listrik pulsa atau prabayar.
Sejak beberapa tahun terakhir, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) gencar menawarkan pembelian listrik dengan sistem pulsa. Cara ini dianggap lebih efisien. Namun di mata Menko Rizal, masyarakat justru dirugikan. Dia 'mencurigai' adanya kecurangan di balik pulsa listrik.
Dari ilustrasinya, bila masyarakat membeli pulsa listrik sebesar Rp 100.000, listrik yang didapat ternyata cuma Rp 73.000. Tentunya ada selisih lumayan besar dalam perhitungannya. Dia menuding, selisih itu dicaplok mafia pulsa listrik.
-
Bagaimana Rizal Ramli bisa jadi Menteri? Prestasinya yang bagus di Bulog, membuat presiden Gusdur ketika itu mengangkatnya sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada bulan Agustus 2000 dan segera mencanangkan kebijakan 10 Program Percepatan Pemulihan Ekonomi.
-
Apa cita-cita Rizal Ramli? Meskipun buku tersebut dilarang beredar, namun ternyata Buku Putih Perjuangan Mahasiswa ITB yang disusun oleh Rizal Ramli dan kawan-kawannya bahkan telah beredar di kampus-kampus lain bahkan sempat dimuat di koran dan majalah yang pada akhirnya koran dan majalah tersebut diberedel oleh pemerintahan Soeharto.
-
Siapa yang menginspirasi Rizal Ramli? Keluar dari penjara, Rizal tidak menyelesaikan kuliahnya di ITB. Ia kemudian mencoba mencari beasiswa untuk kuliah di luar negeri. Dengan berbekal rekomendasi dari Rektor ITB dan juga dari Adnan Buyung Nasution ketika itu, dia kemudian mencoba mendaftar beasiswa di Ford Foundation.
-
Bagaimana Rizky Irmansyah membantu Rizal? Rizky Irmansyah dikenal memiliki jiwa sosial yang tinggi. Ia membantu seorang korban bullying bernama Rizal dari Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, dengan memberikan bantuan biaya sekolah hingga Rizal lulus SMA.
-
Apa cita-cita Ramzy? 'Sebenarnya saya ingin masuk ke dunia politik, tapi ingin belajar hukum dulu supaya nanti kalau sudah masuk politik bisa jadi orang yang benar secara hukum,' urai Ramzy.
-
Dimana Ramzi mendaftar? Setelah menimbang berbagai pilihan, Ramzi akhirnya mengambil keputusan untuk berpartisipasi dalam Pilkada Cianjur. Ia secara resmi mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Cianjur pada tanggal 28 Agustus 2024.
Sudah lantang berteriak adanya mafia pulsa listrik, Rizal justru dianggap tidak paham masalah yang diungkapkannya. "Kita mau bayar bulanan atau pulsa sama saja. Bedanya di pembayaran di awal dan akhir. Kalau pra bayar kita beli dulu kuantitas energi kita pakai. Itu Pak Rizal Ramli dapat data dari mana?" tanya Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reforms, Fabby Tumiwa kepada merdeka.com.
Ucapan Rizal mengenai pulsa listrik seolah menunjukkan ketidakpahamannya di sektor energi. Apalagi setelah pernyataan itu muncul beragam penjelasan yang meluruskan pernyataan Rizal Ramli. Merdeka.com mencatat pernyataan yang membuktikan Rizal tak paham soal pulsa listrik:
Hitungan Menko Rizal aneh
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reforms, Fabby Tumiwa mempertanyakan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli yang menyebut listrik menggunakan voucher tidak adil.
Menurut Fabby, penggunaan listrik pra bayar atau sistem voucher seharusnya jauh lebih murah atau irit dibanding pasca bayar. Soalnya, di listrik pasca bayar, masyarakat harus membayar biaya beban.
"Benar Pak Rizal Ramli ngomong begitu? Setau saya mau kartu pra bayar atau pasca bayar itu mekanismenya saja yang berbeda, tarif sama. Tarif listrik sendiri diputuskan pemerintah dengan DPR," ucap Fabby saat berbincang pada merdeka.com di Jakarta, Senin (7/9).
Fabby sendiri mengaku heran dengan pernyataan menteri Rizal Ramli yang menyebut beli pulsa listrik Rp 100.000 tapi hanya dapat Rp 73.000. Fabby tidak tahu asal atau cara hitung-hitungan Rizal.
"Kan sama kita sama mau bayar bulanan atau pulsa sama saja. Bedanya di pembayaran di awal dan akhir. Kalau pra bayar kita beli dulu kuantitas energi kita pakai. Itu Pak Rizal Ramli dapat data dari mana?" tanyanya.
Rizal Ramli salah menjelaskan
Pejabat internal PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang tidak ingin disebut namanya, memberikan penjelasan terkait hal ini. Menurutnya, mungkin yang dimaksud Rizal Ramli bukan Rp 73.000 melainkan 73 Kwh (kilo watt per hour). Jika dikonversi ke rupiah sekitar Rp 94.000 dengan hitungan beban listrik rumah tangga 1.300 watt. Dia menjelaskan hitungannya.
Jika masyarakat membeli pulsa listrik Rp 100.000, akan dipotong sekitar 3-10 persen untuk pajak penerangan jalan (PPJ). "Besaran pajak itu yang menentukan pemda, PLN hanya diberi tugas memungut saja. Misalnya kena pajak 3 persen (Rp 3.000), maka sudah tinggal Rp 97.000," ujarnya kepada merdeka.com, Senin (7/9).
Setelah itu, pelanggan juga dikenakan biaya administrasi bank. Dia menjelaskan, pembayaran pembelian pulsa token listrik melibatkan peran perbankan. Jadi otomatis dikenakan biaya administrasi. Masing-masing bank memiliki ketentuan besaranÂ
Misalnya kita ambil saja biaya administrasi bank sekitar Rp 3.000. Jadi tadi Rp 97.000 dikurangi Rp 3.000 jadi tinggal Rp 94.000. Inilah nominal pulsa listrik yang didapat konsumen," jelasnya.
Dari situ dia menjelaskan, Rp 94.000 dibagi dengan biaya listrik per kwh. Untuk pelanggan 1.300 watt, tarif per kwh sebesar Rp 1.352. Maka Rp 94.000 dibagi Rp 1.352 menjadi sekitar 70 kwh. "Inilah yang diperoleh masyarakat. Artinya bukan beli pulsa Rp 100.000 dapatnya Rp 73.000," katanya.
Pengamat sebut Rizal Ramli asal bunyi
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reforms, Fabby Tumiwa meminta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli untuk hati-hati mengeluarkan pernyataan. Ucapan seorang menteri bisa berbahaya apa lagi tidak didukung dengan data yang kuat.
Fabby mengkritik pernyataan Rizal Ramli yang menyebut ada mafia dalam penerapan listrik pra bayar atau listrik dengan pulsa token. Menurut Fabby, listrik pra bayar maupun pasca bayar sama saja dan hanya berbeda dalam sistem pembayaran.
"Rizal Ramli itu menteri, jangan asal ngomong. Dia dapat data dari mana (beli pulsa listrik Rp 100.000 dapat Rp 73.000). PLN bisa dipenjara kalau ini benar," ucap Fabby ketika dihubungi merdeka.com di Jakarta, Senin (7/9).
Sepengetahuan Fabby, tarif listrik pra bayar maupun pasca bayar sama dan sudah di atur oleh PLN bersama DPR. Tidak benar jika ada yang mengatakan listrik menggunakan pulsa lebih boros dari meteran biasa.
PLN jelaskan rumus pulsa listrik
Kepala Divisi Niaga Perusahaan Listrik Negara (PLN) Benny Marbun menjelaskan pembelian pulsa listrik tidak sama seperti telepon. Jika konsumen membeli pulsa telepon Rp 100.000, maka dia mendapat Rp 95.000.
"Kalau beli pulsa listrik Rp 100.000 dapatnya bukan Rp 75.000, tetapi 75 kWh. So, berbeda satuan," katanya dalam pesan pendek, Selasa (8/9).
Dia mengilustrasikan pembelian pulsa listrik Rp 100.000 oleh pelanggan rumah tangga dengan daya 1300 VA.
Apa saja yang diperhitungkan dalam pembelian token tersebut? Administrasi bank Rp 1.600. Ini tergantung bank, ada yang mengenakan Rp 2.000
Biaya materai nol, lantaran transaksi hanya Rp 100.000 Jika transaksi Rp 250.000- Rp 1 juta, biaya materai Rp 3.000. Transaksi di atas Rp 1 juta rupiah kena Rp 6.000.
Pajak Penerangan Jalan (PPJ) Rp 2.306. PPJ di Jakarta 2,4 persen dari tagihan listrik. "PPJ dipungut atas dasar Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Seluruh hasil pungutan PPJ disetorkan ke Pemda."
Dari situ, pelanggan bisa mengetahui sisa rupiah untuk listrik. Rumusnya, nilai transaksi dikurangi biaya administrasi bank plus PPJ. "Sisa rupiah untuk listrik: Rp 100.000-(Rp 1.600 + Rp 2.306)= Rp 96.094."
Jika tarif listrik golongan 1300 VA sebesar Rp 1.352/kWh. Maka, pelanggan golongan tersebut mendapat listrik sebesar 71,08 kWh.
"Listrik yang diperoleh: Rp 96.094/1352= 71,08 kWh," kata Benny. "Besaran kWh inilah yg dimasukkan ke meter, bukan Rp 71 ribu."
Rizal Ramli gagal paham
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan dugaan tersebut hanya gagal paham semata. Pasalnya, token listrik yang tercantum dalam meteran bukan lagi memakai nilai Rupiah tetapi kapasitas listrik dari Rp 100.000.
"Dugaan keluhan beli Rp 100.000 dapat listrik Rp 70.000 hanyalah karena mispersepsi. Angka 70-an yang diperoleh dikira sama dengan Rp 70.000. Sehingga seolah-olah ada mafia mengambil yang mengambil Rp 30.000," ujar dia dalam Rapat di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/9).
Menurut dia, masyarakat keliru dengan adanya angka 70-an dalam nota usai pembelian pulsa token listrik. Angka tersebut menunjukkan daya listrik yaitu 70 kilowatt per hour (Kwh) bukan merupakan nilai Rupiah.
"Demikian juga ketika token 20 digit dimasukkan ke meter prabayar yang bertambah di meteran adalah angka 'KWH' bukan 'Rupiah' seperti ketik top-up pulsa handphone," pungkas dia.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Febrie mengatakan dari pemeriksaan itu, penyidik ingin mengetahui sejauh mana tata niaga timah ini yang dikelola.
Baca SelengkapnyaAda 1,5 juta warga terdampak dari mati listrik total di Sumatera sejak Rabu 2 Juni.
Baca SelengkapnyaLaporan subsidi listrik yang melenceng ini dikemukakan oleh Strategi Nasional Pencegahan Korupsi.
Baca SelengkapnyaPemadaman listriK PLN masih sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia seperti di Kapanewon Ngawen, Kabupaten Gunungkidul.
Baca SelengkapnyaKenaikan subsidi listrik itu berisiko muncul karena aturan power wheeling memperbolehkan pembangkit swasta untuk menjual listrik EBET.
Baca SelengkapnyaSindiran itu disampaikan Bobby saat menanggapi penjelasan calon nomor urut 02 Edy Rahmayadi mengenai konektivitas transportasi di daerah terpencil.
Baca SelengkapnyaKomisi VI DPR menggelar rapat dengan sejumlah perusahaan BUMN terkait pengajuan Penyertaan Modal Negara (PMN).
Baca SelengkapnyaSalah satu anggota DPR menanyakan ketidaksesuaian data kemiskinan milik Kemensos
Baca SelengkapnyaDia disebut tidak mengetahui potensi kekayaan alam di wilayah yang dipimpinnya itu.
Baca SelengkapnyaTom Lembong menyebutkan, dia siap adu data menanggapi setiap poin yang dilontarkan Luhut dan Bahlil.
Baca SelengkapnyaHakim kesal saat mendengar kesaksian mantan Senior Manajer Implementasi BAKTI Kominfo Erwien Kurniawan.
Baca SelengkapnyaTagihan itu muncul usai meteran listrik dirumahnya harus diganti dengan yang baru.
Baca Selengkapnya