Penjualan Mobil Bakal Kembali Lesu Saat Pemberian Insentif Pajak Berakhir
Merdeka.com - Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal menyebut, pemberian insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM-DTP) sebesar 100 persen dilakukan pemerintah tidak cukup berkelanjutan atau sustainable. Sebab, kebanyakan masyarakat beli kendaraan roda empat bukan karena kebutuhan, akan tetapi melihat adanya diskon.
Sementara diskon yang diberikan pemerintah sendiri ada tahapannya, di mana paling besar ditanggung 100 persen. Lalu diikuti insentif PPnBM sebesar 50 persen dari tarif yang akan diberikan pada tahap kedua, dan insentif PPnBM 25 persen dari tarif akan diberikan pada tahap ketiga hingga akhir 2021.
"Artinya diperkirakan penjualan kendaraan bermotor roda empat akan menurun sejalan dengan pengurangan diskon sampai akhir tahun," jelasnya dalam acara diskusi Mendobrak Inersia Pemulihan Ekonomi, Selasa (27/4).
Dia mengakui, pemanfaatan diskon pajak mobil ini mampu meningkatkan penjualan di tahun ini. Bahkan pertumbuhannya bisa mencapai 11 persen. Artinya memang ada efek yang luar biasa positif dari hasil stimulus PPnBM di Maret 2021.
Bahkan pada April dan Mei 2021 diperkirakan bakal ada peningkatan penjualan kendaraan bermotor lebih dari 11 persen. Akan tetapi dirinya khawatir begitu masa diskonnya habis industri otomotif akan kembali kepada kondisi terpuruk sebelum adanya stimulus.
"Diperkiakan penjualan kendaraan bermotor roda empat akan menurun sejalan dengan pengurangan diskon sampai akhir tahun. Artinya bisa meningkatkan penjualan tahun ini, tapi masa diskonnya habis, kita perkirakan akan kembali ke kondisi semula sebelum diberikan stimulus," pungkasnya.
Ini Dampak Positif Pembebasan Pajak Mobil Baru
Pemerintah akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73/2019 untuk membebaskan mobil listrik (Battery Electric Vehicle/BEV) dari pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Ini dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menurunkan emisi gas buang yang bersumber dari kendaraan bermotor.
Ketua Komisi XI DPR RI, Dito Ganinduto mengatakan, kebijakan ini mampu menjadi katalis pengembangan industri kendaraan bermotor yang lebih ramah lingkungan. Selanjutnya, dengan pembebasan PPnBM yang akan berlaku ini akan memberikan dampak terhadap peningkatan produksi kendaraan listrik nasional.
"Dampak positif lainnya, kebijakan ini mampu mendorong investasi di industri kendaraan nasional dan dapat mendorong penyerapan tenaga kerja," kata Dito kepada merdeka.com, Sabtu (13/2).
Dito mengatakan, rencana pembebasan PPnBM pada mobil listrik itu menjadi komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebanyak 26 persen pada tahun 2020 dan 29 persen pada tahun 2030. Semua itu dilakukan oleh pemerintah di tengah fokus penanganan pandemi Covid-19.
"Saya menyambut baik langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah melalui rencana perubahan PP tersebut yang akan memberikan tarif Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau BEV sebesar nol persen," jelasnya.
Pemerintah mengatur tarif PPnBM berbasis flexy engine (FE) dan emisi gas buang yang dihasilkan. Selisih tarif PPnBM mobil listrik akan makin lebar dibandingkan dengan mobil konvensional, sehingga lebih menarik bagi masyarakat.
Usulan revisi PP 73/2019 juga telah mempertimbangkan infrastruktur industri otomotif nasional yang memerlukan peningkatan secara gradual. Saat ini, PP tersebut mengatur tarif PPnBM pada kendaraan listrik sebesar 10 persen dan 15 persen.
Pemerintah juga akan merelaksasi tarif PPnBM pada mobil jenis Hybrid Electric Vehicle (HEV) dan Plug-In Hybrid Electric Vehicle (PHEV). Rencananya, tarif PPnBM periode I pada PHEV sebesar 5 persen sedangkan pada HEV 6-8 persen.
Pada periode II, tarif untuk PHEV akan naik menjadi 8 persen dan 10-12 persen untuk HEV. Perubahan skema itu akan dilakukan jika terdapat industri di dalam negeri yang memproduksi kendaraan listrik berbasis baterai dengan memenuhi batasan ketentuan minimum tingkat kandungan dalam negeri.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kukuh menyebut salah satu penyebab fenomena tersebut dapat terjadi yakni menurunnya daya beli masyarakat.
Baca SelengkapnyaPemberian insentif ini diyakini bisa mendongkrak penjualan mobil domestik yang ujungnya bisa menggairahkan ekonomi nasional.
Baca SelengkapnyaPenjualan mobil periode Januari-Mei 2024 turun drastis dibandingkan sebelumnya. Yuk simak!
Baca SelengkapnyaPenjualan mobil di Indonesia terhenti pada angka satu juta unit dan tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Baca SelengkapnyaPenjualan mobil baru pada tahun 2014 mencapai hingga 1,2 juta unit. Sementara penjualan mobil baru di sepanjang 2023 terus turun jadi berkisar 1 juta unit.
Baca SelengkapnyaMerosotnya penjualan mobil di Indonesia punya banyak faktor mendasar, seperti karena penurunan daya beli dan ketertarikan pembeli.
Baca SelengkapnyaSituasi ini menyebabkan turunnya daya beli masyarakat.
Baca SelengkapnyaTren kenaikan harga mobil di Indonesia dipengaruhi oleh sejumlah faktor
Baca SelengkapnyaPenjualan mobil yang mengalami penurunan mendorong sejumlah brand memberikan diskon yang cukup besar pada beberapa modelnya. Yuk simak!
Baca SelengkapnyaMenurut Gaikindo, kenaikan tarif tol dan wacana pembatasan BBM subsidi tidak terlalu berdampak pada penjualan mobil. Yuk simak!
Baca SelengkapnyaMobil Listrik Ramah Lingkungan Jadi Tren, Begini Cara Menghitung Pajaknya
Baca SelengkapnyaIndustri otomotif Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Pabrikan hanya berharap pada dua momentum lagi.
Baca Selengkapnya