Penyerdehanaan cukai rokok dinilai tepat bagi keberlangsungan IHT kecil
Merdeka.com - Industri hasil tembakau (IHT) kecil mendorong pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 146 tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. IHT kecil ingin kebijakan ini tetap diberlakukan sesuai pentahapannya karena sudah mempertimbangkan aspek keadilan dan perlindungan terhadap perusahaan rokok kecil.
Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), Heri Susianto mengatakan, PMK No 146/2017 sudah tepat dari aspek persaingan usaha yang adil antara perusahaan rokok besar-menengah dan kecil.
"PMK No 146/2017 itu sudah tepat bagi keberlangsungan usaha IHT kecil," ucapnya di Jakarta Rabu (5/9).
-
Bagaimana Kemendag mendukung industri rokok? Mendag menambahkan, Kemendag akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait agar pasokan tembakau dan cengkih dapat memenuhi kebutuhan industri rokok dengan mengutamakan hasil petani dalam negeri.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Dimana cukai rokok menjadi pengendali industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Kenapa Kemendag perlu berkoordinasi dengan pelaku industri tembakau? Lebih lanjut Mendag menjelaskan, Kemendag juga akan berkoordinasi dengan pelaku industri tembakau agar industri tembakau melakukan program kemitraan dengan petani.
-
Apa saja yang diatur dalam RPMK tentang kemasan rokok? Dalam RPMK tersebut, diatur kemasan rokok nantinya tanpa merek alias polos. Kebijakan ini, bagian dari aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan.
-
Kenapa produksi tembakau penting bagi Indonesia? Industri tembakau telah berkontribusi kepada penerimaan negara sebesar ratusan triliun rupiah setiap tahunnya.
Dalam pandangannya, pemberlakuan PMK No 146/2017 tidak akan mematikan IHT kecil. Terutama pada Bab II pasal 3 tentang kumulasi jumlah produksi sigaret putih mesin (SPM) dengan sigaret kretek mesin (SKM). Pelaku produsen SPM sebenarnya tidak ada IHT menengah dan kecil. Pelaku SPM semuanya IHT besar. Semua perusahaan rokok yang memproduksi SPM juga memproduksi SKM dan masuk golongan I.
Dengan begitu, jika tidak diakumulasikan antara produksi SKM dan SPM justru menjadi pertanyaan dari aspek keadilannya karena berarti perusahaan rokok besar menikmati tarif yang lebih murah karena SPM yang mereka produksi masuk golongan II.
Karena itulah, kata Heri, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Ditjen Bea dan Cukai dituntut konsisten dalam menerapkan ketentuan yang telah dibuat.
Dia menegaskan, PMK 146/2017 sudah sesuai dengan roadmap IHT. Karena itulah, jika penundaan, apalagi pembatalan terhadap sebagian bab dan pasal dalam PMK tersebut, maka berarti suatu kemunduran dalam menjalankan roadmap IHT.
Menurut Heri, perusahaan rokok yang bersikukuh menolak kumulasi SPM dengan SKM sebenarnya melakukan praktik yang tidak tepat, karena mereka sebenarnya tergolong perusahaan rokok besar. "PMK tersebut merupakan bagian dari program simplifikasi tarif cukai yang berkeadilan. Karena itulah, kami sebagai pelaku IHT kecil, jelas mendukungnya," ujarnya.
Namun, dia mengingatkan, untuk produk IHT yang tidak tergantikan, yakni sigaret kretek tangan (SKT), maka pengembangan produksinya perlu didorong dengan berbagai kebijakan kemudahan dan pemberian stimulus tarif cukai sehingga memberikan ruang gerak yang lebih luas.
Apalagi trennya, konsumsi SKT terus menurun, kalah bersaing dengan SKM dan SPM. Padahal dari sisi sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja, SKT banyak menyerap tenaga kerja sehingga membantu pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kontribusi penting IHT tidak hanya pada pemasukan negara, tetapi juga penyerapan lapangan kerja.
Baca SelengkapnyaLangkah untuk turun ke jalan menyuarakan aspirasi pun menjadi pertimbangan mengingat pihaknya telah berkirim surat kepada pemangku kepentingan.
Baca SelengkapnyaAngka prevalensi perokok tetap tinggi dan penerimaan negara belum optimal
Baca SelengkapnyaPenurunan realisasi penerimaan negara dari cukai rokok menunjukkan adanya tantangan dalam perumusan kebijakan cukai saat ini.
Baca SelengkapnyaPemerintah telah mengesahkan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Baca SelengkapnyaAturan ini membuat selisih harga rokok antar golongan semakin jauh
Baca SelengkapnyaSebab saat cukai naik terlalu tinggi, harga rokok pun langsung ikut meningkat.
Baca SelengkapnyaKementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa 46.240 pekerja di Indonesia mengalami PHK selama periode Januari hingga Agustus 2024.
Baca SelengkapnyaSejatinya Indonesia sendiri merupakan negara produsen tembakau, berbeda dengan negara lain sebagai konsumen tembakau yang memberlakukan kebijakan FCTC.
Baca SelengkapnyaPotensi tingginya kenaikan cukai rokok untuk tahun depan masih membayangi dan meresahkan peritel serta pelaku UMKM di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAturan ini tengah digodok Kemenkes melalui Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan.
Baca SelengkapnyaPengeluaran rumah tangga untuk kesehatan akibat konsumsi rokok secara langsung dan tidak langsung sebesar sebesar Rp34,1 triliun.
Baca Selengkapnya