Per 17 November, BI Tambah Likuiditas Perbankan Rp680,89 Triliun
Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) mencatat telah menambah likuiditas di perbankan sebesar Rp680,89 triliun hingga 17 November 2020, untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Tambahan dana ini bersumber dari penurunan Giro Wa
jib Minimum (GWM) sebesar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sebesar Rp510,09 triliun.
"Stan kebijakan moneter adalah longgar tidak hanya pada suku bunga yang kami turunkan menjadi 3,75 persen tapi juga pelonggaran likuiditas," kata Gubernur BI Perry Warjiyo usai Rapat Dewan Gubernur BI November 2020 di Jakarta, dikutip Antara, Kamis (19/11).
-
Kenapa kebutuhan uang Bank Indonesia meningkat? 'Jumlah tersebut meningkat 12,5 persen, jika dibandingkan dengan kebutuhan uang dalam periode yang sama menjelang nataru di akhir tahun 2022 sebesar Rp 2,4 triliun rupiah,' kata Erwin, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/12).
-
Apa yang BNI tingkatkan? PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp97.9 triliun di September 2023 kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
-
Bagaimana BRI menjaga likuiditas di tengah kenaikan BI Rate? 'Saat ini kami tidak memiliki isu likuiditas karena masih longgar. Kami akan terus mempertahankan likuiditas tersebut secara sehat dan mempertahankan pertumbuhan kredit double digit,' tambahnya.
-
Mengapa BNI tingkatkan kredit BUMN? Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan memasuki semester kedua 2023, perseroan mulai melihat banyak BUMN yang berbenah dan siap untuk melakukan ekspansi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih kuat.
-
Siapa saja yang termasuk Bank Pemerintah di Indonesia? Daftar bank BUMN di Indonesia antara lain adalah BRI, BNI, Bank Mandiri, dan BTN.
-
Apa yang BNI lakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi? BNI terus berupaya menjadi katalisator pertumbuhan perekonomian Indonesia melalui agenda transformasi yang dijalankan secara komprehensif dan tetap relevan dengan kebutuhan nasabah.
Perry mengatakan, longgarnya kondisi likuiditas mendorong tingginya rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK yakni 30,65 persen pada Oktober 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Overnight sekitar 3,29 persen pada Oktober 2020.
Meski kondisi likuiditas perbankan melimpah, namun Perry mengakui fungsi intermediasi sektor keuangan masih lemah karena permintaan domestik yang masih belum kuat dan perbankan yang menerapkan kehati-hatian akibat pandemi covid-19.
Fungsi intermediasi yang masih lemah itu tercermin dari pertumbuhan kredit pada kuartal III-2020 yang tercatat 0,12 persen secara tahunan (yoy), sedangkan kontras dengan dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun bank mencapai 12,88 persen secara tahunan.
Kredit Mengalami Kontraksi
Menurut dia, perkembangan terkini menunjukkan pertumbuhan kredit mengalami kontraksi 0,47 persen secara tahunan pada Oktober 2020, sedangkan DPK tumbuh 12,12 persen (yoy).
Meski demikian, dia meyakini intermediasi perbankan diperkirakan mulai membaik pada masa mendatang sejalan dengan prospek pemulihan ekonomi nasional salah satunya indikator kinerja korporasi yang membaik.
Membaiknya kinerja korporasi, ditunjukkan dengan peningkatan indikator penjualan dan kemampuan bayar mayoritas dunia usaha pada triwulan III-2020 dan diperkirakan berlanjut, didorong perbaikan ekonomi domestik dan global.
"BI akan melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif, dengan senantiasa memperkuat sinergi dan koordinasi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas keuangan lainnya, untuk mendorong pemulihan kinerja intermediasi perbankan," tandasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dari angka tersebut disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp120,9 triliun, bank Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) sebesar Rp110,9 triliun.
Baca SelengkapnyaRencananya pada lebaran tahun ini pengedaran uang akan dilakukan di 4.675 titik penukaran.
Baca SelengkapnyaDari sisi permodalan, hingga Juni tahun 2023 CAR BNI berada pada level yang kuat sebesar 21,6 persen.
Baca SelengkapnyaSalah satunya dengan melakukan sinergi lintas kementerian/lembaga, termasuk dengan Bank Indonesia (BI) untuk insentif likuiditas.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan proyeksi laba perbankan masih dapat tumbuh secara berkelanjutan, terutama setelah adanya kebijakan relaksasi moneter berupa penurunan BI Rate.
Baca SelengkapnyaRasio kecukupan permodalan atau Capital Adequacy Ratio (CAR) terus meningkat dari 18,9 persen per September 2022 menjadi 21,9 persen per September 2023.
Baca SelengkapnyaPenurunan suku bunga ini bagian dari upaya penguatan dan stabilitas nilai tukar Rupiah untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Baca SelengkapnyaDalam periode yang sama di tahun lalu, penarikan utang sebesar Rp480,4 triliun.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia (BI) menyiapkan uang tunai selama Ramadan dan Idul Fitri 2024 sebanyak Rp197,6 triliun atau naik 4,65 persen dibandingkan tahun lalu.
Baca SelengkapnyaPencapaian laba ini didukung kinerja kredit yang mengalami percepatan di kuartal kedua.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia melihat inflasi di Amerika Serikat mendekati inflasi jangka menengah.
Baca SelengkapnyaBank sentral mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DDR) di level 6 persen.
Baca Selengkapnya