Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Percepatan Kebijakan Biodiesel Dikhawatirkan Berdampak Pada Kerusakan Lahan

Percepatan Kebijakan Biodiesel Dikhawatirkan Berdampak Pada Kerusakan Lahan Kelapa Sawit. ©2017 Merdeka.com

Merdeka.com - Pemerintah Jokowi semakin agresif dalam menerapkan kebijakan biodiesel di Indonesia. Hal itu terlihat dari target bauran Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dalam biodiesel sebesar 20 persen (B20) untuk tahun 2025.

Kemudian target tersebut diperbaharui menjadi Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 12 Tahun 2015 menjadi B30 yang telah diimplementasikan pada awal tahun 2020, dan akan diberlakukan hingga tahun 2025. Kebijakan ini rencananya akan terus dipercepat.

Menanggapi hal tersebut, juru kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arkian Suryadarma mengatakan, percepatan kebijakan tersebut akan berdampak pada alokasi lahan. Di mana untuk memproduksi CPO yang banyak tentunya diperlukan lahan yang luas.

Orang lain juga bertanya?

"Dengan adanya tambahan kebutuhan untuk biodiesel akan adanya risiko kenaikan potensi deforestasi lebih besar untuk memenuhi kebutuhan CPO untuk produksi biodiesel," kata Arkian dalam Ngopi Chapter 1: Dilema Kebijakan Biodiesel, Minggu (28/2).

Sehingga dilihat dari defisit CPO jika blendingnya B30 maka Pemerintah Indonesia memerlukan penambahan lahan sebanyak 5,2 juta hektare. Sedangkan untuk blending B50 dibutuhkan lahan seluas 9,2 juta hektare untuk produksi CPO.

Lebih lanjut Arkian menjelaskan, dilihat data dari Kementan luas lahan perkebunan sawit Indonesia sekitar 16 juta hektar. Kemudian untuk mempercepat kebijakan biodiesel, maka akan menyebabkan ekspansi lahan yang luas.

"Kalau dilihat penambahannya 9 juta atau nanti B100 kebutuhan tanahnya akan menambah, maka konversi lahannya akan besar-besaran. Bukan hanya dari Kalimantan atau Sumatera yang sudah banyak perkebunan sawit, tetapi ini akan menggeser ke daerah-daerah baru seperti Papua," ujarnya.

Dengan begitu, Greenpeace Indonesia menilai hutan primer di Papua yang akan digunakan untuk perluasan lahan biodiesel tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan masalah-masalah baru, seperti masalah dengan masyarakat adat di Papua, dan lainnya.

Selain itu yang dikhawatirkan lainnya terkait ketahanan pangan. Menurutnya dengan adanya kenaikan pressure dari biodiesel akan lebih banyak lahan yang tadinya untuk pangan menjadi perkebunan minyak sawit. "Lahan-lahan yang bagus untuk perkebunan pangan itu di convert jadi perkebunan sawit," pungkasnya.

Butuh Komitmen Pemerintah

Peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) UI, Bisuk Abraham Sisungkunon menyebut bahwa komitmen dan konsistensi pemerintah dibutuhkan guna memastikan aspek keberlanjutan dari produksi biodiesel dalam negeri.

"Tahun lalu ada Perpres nya, setiap perusahaan perkebunan itu wajib mempunyai sertifikasi ISPO dan di dalam ISPO itu dijamin bahwa ketinggian air gambutnya harus sekian dan juga tidak boleh ada konflik lahan segala macam," kata Bisuk dalam Ngopi Chapter 1: Dilema Kebijakan Biodiesel, Minggu (28/2).

Perpres yang dimaksud adalah Perpres nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) diwajibkan bagi seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit dan petani sawit.

"Dan ISPO penerbitan sertifikasinya melibatkan auditor independen, jadi penerbitan sertifikasi ISO bisa kita katakan perusahaan yang sudah tersertifikasi ISPO itu dia sudah memenuhi aspek keberlanjutan secara legal," katanya.

Namun, hingga Maret 2020, total luas kebun yang telah tersertifikasi ISPO baru mencapai 5,4 juta hektar atau ekuivalen dengan 37 persen dari keseluruhan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

"Artinya Pemerintah perlu komitmen yang lebih tinggi kalau memang kita ingin melepaskan jaket ketidakberlanjutan dari industri biodiesel maupun industri kelapa sawit," ujarnya.

Kemudian Bisuk mempertanyakan, bagaimana posisi biodiesel dalam kerangka ketahanan energi di jangka Panjang. Padahal Pemerintah Indonesia sendiri telah mengembangkan peta jalan pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri.

"Apakah produk biodiesel yang tengah dikembangkan saat ini masih bisa terserap di masa depan?" tanyanya.

Dia meminta agar memastikan arah kebijakan Pemerintah terkait pengembangan jangka Panjang biodiesel.

Reporter: Tira Santia

Sumber: Liputan6.com

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ini yang Bakal Terjadi Jika Pemerintah Ngotot Terapkan B50 Sawit
Ini yang Bakal Terjadi Jika Pemerintah Ngotot Terapkan B50 Sawit

Implementasi B50 peluang baik bagi Indonesia, namun memiliki konsekuensi ekonomi yang juga besar.

Baca Selengkapnya
Kementan Sebut Kehadiran B50 Bukti Komitmen Sediakan Energi  pada Komoditas Pertanian
Kementan Sebut Kehadiran B50 Bukti Komitmen Sediakan Energi pada Komoditas Pertanian

Tantangan pengembangan biodiesel B50 kedepan bukan hanya pada pemenuhan bahan baku dari CPO tetapi di aspek hilir.

Baca Selengkapnya
BPIP Kumpulkan Para Pakar, Kasih Sederet PR Ini Buat Prabowo soal Mafia
BPIP Kumpulkan Para Pakar, Kasih Sederet PR Ini Buat Prabowo soal Mafia

Tantangan terbesar dalam pengelolaan SDA adalah masalah deforestasi, pascatambang, dan kemiskinan di daerah yang kaya SDA.

Baca Selengkapnya
Bertemu BUMD Provinsi Anhui China, Pj Gubernur Minta Bangun Pabrik Biodiesel di Kaltim
Bertemu BUMD Provinsi Anhui China, Pj Gubernur Minta Bangun Pabrik Biodiesel di Kaltim

Kaltim memiliki lahan seluas 1,5 juta hektare kebun kelapa sawit.

Baca Selengkapnya
Jokowi Resmikan Pasar Karbon Indonesia, Aturan Pajaknya Masih Dimatangkan
Jokowi Resmikan Pasar Karbon Indonesia, Aturan Pajaknya Masih Dimatangkan

Pemberlakuan pajak karbon bertujuan untuk memberikan alternatif kepada dunia usaha dalam upaya mengurangi emisi karbon.

Baca Selengkapnya
Dukung Kebijakan B50 Prabowo, Pemerintah Bakal Setop Ekspor CPO ke Eropa
Dukung Kebijakan B50 Prabowo, Pemerintah Bakal Setop Ekspor CPO ke Eropa

Rencana penyetopan ekspor CPO dan produk turunannya dikarenakan polemik yang tak kunjung usai antara Indonesia dan Uni Eropa.

Baca Selengkapnya
PDIP Kritik Food Estate Kejahatan Lingkungan, Gerindra: Pakai Tanah Rawa, Bukan Babat Pohon
PDIP Kritik Food Estate Kejahatan Lingkungan, Gerindra: Pakai Tanah Rawa, Bukan Babat Pohon

Gerindra Luruskan Tudingan PDIP Sebut Food Estate Kejahatan Lingkungan: Pakai Tanah Rawa, Bukan Babat Pohon

Baca Selengkapnya
Resmi, Pupuk Indonesia dan Chevron Sepakat Kembangkan Teknologi Penangkapan Karbon
Resmi, Pupuk Indonesia dan Chevron Sepakat Kembangkan Teknologi Penangkapan Karbon

Blue ammonia yang dihasilkan dari proses tersebut dapat digunakan untuk bahan baku pupuk seperti Urea dan NPK untuk mendukung produktivitas pertanian.

Baca Selengkapnya
Pertamina-ExxonMobil Menjajaki Pengembangan Carbon Capture Storage Hub
Pertamina-ExxonMobil Menjajaki Pengembangan Carbon Capture Storage Hub

Pertamina dan ExxonMobil bersepakat untuk melanjutkan kerja samanya untuk evaluasi CCS Hub di bagian barat Laut Jawa.

Baca Selengkapnya
Aturan Tentang Carbon Capture Storage Ditargetkan Rampung Tahun Ini
Aturan Tentang Carbon Capture Storage Ditargetkan Rampung Tahun Ini

Pemerintah melihat Indonesia memiliki potensi ekonomi besar dengan Carbon Capture Storage.

Baca Selengkapnya
Prabowo Panggil Mentan ke Istana, Minta Program Cetak Sawah Dipercepat
Prabowo Panggil Mentan ke Istana, Minta Program Cetak Sawah Dipercepat

Presiden Prabowo Subianto memanggil Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono ke Istana Negara

Baca Selengkapnya
Kebijakan Prabowo Ini Butuh Rp45 Triliun
Kebijakan Prabowo Ini Butuh Rp45 Triliun

Untuk memperoleh anggaran sebanyak itu harus dibarengi dengan peningkatan ekspor sawit.

Baca Selengkapnya