Perjalanan Karir Tony Fernandes, dari Pelayan Hotel Hingga jadi Bos AirAsia
Merdeka.com - CEO AirAsia, Tony Fernandes, memiliki perjalanan hidup yang cukup rumit dan penuh perjuangan sebelum akhirnya menjadi pemilik maskapai Airasia. Berbagai pekerjaan pernah dilakoni oleh Tony mulai dari pelayan hingga jadi pemilik Airasia.
Dalam bukunya berjudul Flying High, dia mengurai satu per satu pengalamannya menjadi orang sukses dengan penghasilan fantastis. Semua tak mudah baginya, jatuh bangun membangun karir dijalani penuh optimisme.
Tony bukan orang yang berasal dari keluarga kaya raya. Dia berkarya dengan modal kerja keras dan tidak takut gagal melalui keputusan-keputusan ekstrem yang diambilnya termasuk akuisisi AirAsia.
-
Siapa pemilik Lion Air Group? Melansir dari laman Forbes.com, sosok ini memiliki kekayaan bersih senilai USD1,7 miliar di tahun 2015 lalu. Sosok Rusdi Kirana selama ini dikenal sebagai pemilik maskapai dengan biaya murah, Lion Air Group.
-
Bagaimana Trenggono memulai kariernya di dunia bisnis? Setelah menyelesaikan pendidikan S1 Teknik Industri dan S2 Magister Manajemen di Institut Teknologi Bandung (ITB), Trenggono memulai kariernya sebagai programmer di Federal Motor pada 1986 hingga 1992.
-
Siapa orang terkaya di Asia Tenggara? Pria kelahiran Singapura ini merupakan anak dari David Low Yi Ngo, yang berganti kewarganegaraan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) pada tahun 1992. Dia mendirikan PT Bayan Resources Tbk pada tahun 1997 saat berhasil mengakuisisi PT Gunungbayan Pratamacoal (GBP), pemegang konsesi sebuah tambang batubara di Muara Tae, Kalimantan Timur.
-
Bagaimana pria ini mencapai kesuksesannya? Hidup dalam keterbatasan sejak kecil Dikutip dari akun Instagram @kvrasetyoo, Kukuh membagikan kisah hidupnya yang berliku. Sejak kecil dia kurang mendapat kasih sayang orang tua karena ayahnya bekerja seharian sebagai sopir, dan ibunya juga bekerja sebagai pekerja rumah tangga. Belum lagi kondisi ekonomi keluarganya yang pas-pasan, sehingga menuntutnya agar hidup lebih mandiri. Sebagai anak sulung, Kukuh mulai menaruh perhatian dan bertekad ingin membantu keluarganya.
-
Bagaimana Lion Air berkembang? “Kemampuan beradaptasi Rusdi telah membantunya dengan baik dalam bisnis penerbangan yang bergejolak,“ tulis Forbes.com dikutip di Jakarta, Jumat (18/8). Perjalanan karier Rusdi Kirana dan saudaranya Kusnan merintis bisnis penerbangan Lion Air dimulai pada tahun 1999 silam. Saat itu, keduanya hanya memiliki modal sebesar USD900.000. Namun, dalam waktu relatif singkat Lion Air mampu menjadi maskapai penerbangan terbesar di Indonesia.
-
Apa yang CEO TIAA lakukan untuk karyawan? Dia secara rutin mengadakan sesi diskusi kecil dengan para karyawan untuk mendengarkan ide, masalah, dan perspektif mereka secara langsung.
Salah satu hal yang menarik dari kisah hidup Tony adalah selalu memanfaatkan peluang. Menurutnya, sekecil apapun suatu peluang harus dimanfaatkan dengan baik karena bisa jadi peluang itu menjadi kesempatan mengubah hidup.
"Salah satu prinsip panduanku adalah jika kau melihat kesempatan, secuil peluang, kau harus mengambilnya. Kalau tidak ada hasilnya, kau memang tidak mengubah apapun, tapi kau mungkin bisa mengubah hidupmu jika kau mencobanya," ujar Tony dalam bukunya.
Berikut ini Merdeka.com mengurai satu per satu karir Tony jauh sebelum menjadi pemilik maskapai berwarna merah itu.
Pelayan Hotel
Saat berusia 20 tahun, Tony kembali ke London. Usia ini masih usia yang ingin menghabiskan waktu untuk berpesta begitupun dengan Tony.
Meski demikian, tuntutan hidup membuatnya harus bekerja keras bangun pukul lima pagi, mempersiapkan restoran, menyajikan makanan dan berurusan dengan pelanggan yang banyak mau.
"Industri pelayanan memang brutal, orang tak menyadari betapa panjang jam kerjanya atau betapa keras tuntutan fisiknya," ujar Tony dalam bukunya berjudul Flying High, dikutip Kamis (7/8).
Namun bekerja sebagai pelayan membuat Tony mengerti banyak hal. Pertama, menambah rasa hormat terhadap sesama. Kedua, mengubah cara berdandan dari berantakan menjadi rapih. Ketiga, merangkul semua orang tanpa perbedaan.
"Jam kerjanya begitu panjang dan membuat punggung pegal, bayarannya mengerikan dan kondisi pekerjaannya brutal. Namun, aku tak akan pernah melupakan kesetiakawanan di sana," tulisnya.
Akuntan
Lulus dari jurusan akutansi dari London School of Accountancy (LSA) di Marylebone Road tak membuat Tony mudah mendapat pekerjaan. Dia bahkan pernah luntang-lantung mencari pekerjaan.
Dari sekian perusahaan yang dilamar, satu perusahaan kecil pun mempekerjakannya. Nama perusahaan tersebut adalah Brewers. Perusahaan ini menyukai Tony, namun dia tidak menyukainya.
"Mereka menyukaiku, tapi aku tidak. Itu pekerjaan terburuk yang pernah ku dapat," kata Tony.
Alasan ia tidak menyukai pekerjaan itu karena diperlakukan sebagai tukang fotokopi. Jauh dari ilmu yang ia pelajari selama kuliah.
"Dalam beberapa minggu aku memutuskan akan mencari pekerjaan akutansi di industri musik," jelasnya.
Manajer Keuangan
Sukses menjadi akuntan di industri musik, membuat Tony Fernandes dilirik oleh perusahaan menjadi manajer keuangan. Tak main-main, dia harus mengerjakan laporan keuangan yang cukup rumit saat itu.
"Setelah enam bulan, aku mulai diamati oleh kepala 525 dam dipindahkan ke sana sebagai manajer keuangan. Atmosfernya sangat mengerikan sehingga di buku kasnya ada mariyuana sebagai entry dan neraca saldonya tidak seimbang," ujar Tony.
Perlahan tapi pasti, Tony melakukan perubahan terhadap pembukuan perusahaan. Termasuk melihat bagian-bagian yang tadinya tidak diperhatikan oleh pemilik perusahaan sebelumnya.
"Pada awalnya, aku tak bisa membuat awal atau akhir buku kas itu; aku menelepon pacarku dan menanyakan padanya angka ini itu harus masuk kemana. Kemudian pada suatu hari semuanya terhubung," jelasnya.
General Manajer Musik
Kembali ke kampung halamannya di Malaysia menjadi seorang General Manajer industri musik membuat Tony Fernandes harus banyak melakukan penyesuaian. Sebagai orang keuangan, mengatur permusikan menjadi hal baru baginya.
Langkah awal yang dilakukan Tony adalah mengubah cara bekerja para stafnya. Kemudian, memastikan setiap orang bertanggungjawab dan memberi mereka kebebasan melakukan pekerjaan sesuai penugasan.
"Itulah gaya kepemimpinanku seterusnya, sangat mempercayai orang lain untuk melakukan pekerjaan mereka," katanya.
Di industri musik tempatnya bekerja, Tony juga membereskan semua catatan perusahaan dan memastikan proses distribusi mulus sehingga membantu kenaikan laba perusahaan.
Pemilik Air Asia
Tony Fernandes bersama sahabatnya Din memiliki ambisi besar untuk memiliki maskapai. Airasia menjadi perusahaan maskapai yang berjodoh dengan mereka.
Perusahaan itu semula akan tamat dan dililit banyak utang hampir mencapai USD 1 juta per bulan. Maskapai berwarna merah itu, dulunya bahkan diprediksi tak punya masa depan yang jelas.
Sebelum ditangani oleh Tony, AirAsia dulunya hanya punya sedikit rute. Dia pun perlahan membangun perusahaan ini dimulai dengan mengandalkan pesawat yang masih bisa dimanfaatkan. Perjalanan dimulai dengan penerbangan dengan tiket murah.
"16 tahun lalu, saya tidak punya pemahaman banyak soal airlines (maskapai penerbangan)," ujar Tony dalam bukunya berjudul Flying High.
Tony menceritakan, menjadi CEO tak hanya soal kemampuan (skill) dan kecerdasan, tetapi kepekaan terhadap tantangan untuk meraih kesuksesan. Bermula dari mimpi seorang bocah, dia berhasil mendapatkan impiannya, yaitu memiliki pesawat terbang dengan tiket terjangkau.
Tony melalui perjalanan dengan penuh lika-liku dan perjuangan. Siapa sangka pria yang memulai karier sebagai akuntan sederhana, bisa mewujudkan impian banyak bocah kecil di dunia, salah satunya memiliki pesawat terbang.
Pada 16 tahun lalu, saat memulai perjalanannya, Tony pun dengan keras melawan orang-orang yang meremehkannya hingga berhasil mewujudkan mimpinya. Keberhasilan dimulai di dunia musik sebagai pelaku bisnis musik di Warner Group hingga menjadi CEO AirAsia.
Belum lagi sebagai salah satu pemilik klub sepakbola Inggris, Queens Park Rangers dan sempat terjun di F1. Tentu AirAsia akan selalu menjadi babak terpenting bagi Tony Fernandes. Dongeng yang penuh kesuksesan, namun tak begitu menyenangkan di awalnya.
Dalam bukunya setebal 241 halaman itu, pesan Tony Fernandes kepada semua pemimpi di dunia sederhana saja. "Kejarlah mimpi karena sebagian impian bisa menjadi kenyataan."
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bisnisnya di China meliputi perusahaan pembotolan Coca-Cola dan kepemilikan Beijing World Trade Centre.
Baca SelengkapnyaKisah inspiratif I Nengah Natyanta, dari Tukang Cuci Piring Hingga Jadi orang kaya di Bali
Baca SelengkapnyaDi balik nama besar Joglosemar sebagai salah satu moda transportasi umum populer di Yogyakarta, ternyata ada kisah menarik dari sang pemilik.
Baca SelengkapnyaSebelum berada di puncak kekayaan saat ini, Robert Kouk memiliki jalan hidup yang cukup menantang.
Baca SelengkapnyaKekayaan Haji Isam seperti tak berseri. Label sebagai orang paling kaya di Kalimantan dibuktikan dengan langkah Haji Isam membeli pesawat Boeing.
Baca SelengkapnyaPenerbangan perdana Batik Air dilakukan pada 3 Mei 2013 dari Jakarta menuju Manado dan Balikpapan.
Baca SelengkapnyaLahir dari Keluarga Miskin dan Pernah Jadi Sopir Angkot, Kini Punya Harta Rp1.000 Triliun
Baca SelengkapnyaSelama merantau di Jakarta dirinya tinggal di kos kosan berukuran 2 kali 3 yang ditinggali bersama kedua temannya.
Baca SelengkapnyaSurya Airways maskapai baru asal Yogyakarta Indonesia.
Baca SelengkapnyaHasjim juga ikut berjuang demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaMelansir dari laman Forbes.com, sosok ini memiliki kekayaan bersih senilai USD1,7 miliar di tahun 2015 lalu.
Baca SelengkapnyaPria ini lahir pada tanggal 26 Maret 1952 di Surabaya, Jawa Timur, dengan nama Ang Tjoen Ming.
Baca Selengkapnya