Perseteruan panjang SBY dan pemerintah Jokowi di bidang ekonomi
Merdeka.com - Hubungan harmonis antara Presiden Joko Widodo dan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak seperti yang tampak di permukaan. Sikap 'mesra' hanya untuk di panggung saja.
Nyatanya, baik pihak SBY maupun Jokowi saat ini kerap saling sindir dan menyalahkan dalam segala sesuatu yang dianggap buruk untuk negara. Salah satunya ketika Jokowi menyindir dengan membandingkan kepemimpinan yang dipercaya dengan kepemimpinan tirani. Menurutnya, kepemimpinan yang dipercaya diperoleh melalui kesadaran rakyat atas tujuan tujuan negara.
"Sementara kepemimpinan tirani adalah membungkam kesadaran rakyat bisa itu dengan bayonet atau pencitraan tanpa kerja," katanya.
-
Siapa yang menggugat Jokowi? Gugatan itu dilayangkan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI)
-
Siapa yang mengkritik Jokowi? Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat mengkritik kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
-
Kenapa Jokowi dikritik? Khususnya terhadap keluarga Jokowi yang ikut dalam kontestasi politik baik Pilpres maupun pilkada.
-
Siapa yang Jokowi minta untuk segera selesaikan RUU Perampasan Aset? Jokowi menyebut, pemerintah telah mengajukan RUU perampasan aset kepada DPR. Kini tinggal DPR untuk menindaklanjuti RUU tersebut.
-
Apa yang Jokowi ajak untuk ditanggulangi? 'Selain itu kejahatan maritim juga harus kita tanggulangi seperti perompakan, penyelundupan manusia, narkotika, dan juga ilegal unregulated unreported IUU Fishing,'
-
Siapa yang sering menyalahkan orang lain? Beberapa orang selalu cepat menghakimi dalam suatu hubungan. Mereka akan selalu memiliki masalah dengan apa yang kamu lakukan dan menyalahkanmu untuk setiap hal kecil.
SBY sendiri sudah meminta untuk aksi saling menyalahkan ini dihentikan. Saat akan menutup Rapimnas IMDI, di sebuah hotel kawasan Sudirman, SBY sempat menyampaikan pesan kerasnya buat Jokowi.
Kepada Jokowi, dia berpesan agar tidak selalu menyalahkan kebijakan-kebijakan pemerintahan sebelumnya. Dirinya meminta Jokowi fokus memahami segala macam permasalahan negara, dan mencari solusi pemecahan serta pembenahannya bagi kepentingan bangsa Indonesia hari ini.
"Rakyat akan senang kalau pemerintahan hari ini tidak terlalu sering menyalahkan pemerintahan yang terdahulu. Setiap pemerintahan pasti ada tantangannya masing-masing," kata SBY, kemarin.
Dia minta Jokowi fokus saja bekerja dengan pemerintahannya saat ini. Menurutnya, banyak masalah bangsa yang butuh perhatian daripada sekadar mengkritik pemerintahan di masa lalu.
"Fokus saja kepada Pak Jokowi, dan tidak perlu lagi menyalahkan pemerintahan pendahulunya, termasuk kepemimpinan saya dulu," katanya menambahkan.
Sebetulnya dalam persoalan apa saja kedua belah pihak saling bersitegang khususnya dalam bidang ekonomi? Berikut merdeka.com akan merangkumnya untuk pembaca.
Persoalan subsidi BBM
Pada saat menaikkan harga BBM Jokowi sempat mengatakan dirinya siap menjadi tak populer gara-gara kebijakan pemerintahannya yang bertentangan dengan masyarakat. Memang, saat ucapan itu dia lontarkan, Jokowi tengah disorot karena kebijakannya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).Kebijakan Jokowi membuat rakyat menjerit. Apalagi, kenaikan BBM membuat harga sejumlah bahan pokok ikut naik. Tapi Jokowi nekat dan punya alasan kenapa kebijakan itu harus dia lakukan."Kenapa yang dulu-dulu tidak berani melakukan ini, karena masalah popularitas," kata Jokowi, saat itu.Jokowi memang tak menunjuk langsung siapa orang yang dia maksud takut kehilangan popularitas. Tapi jelas itu mengarahkan ke SBY karena saat pemerintahannya berkuasa tidak segera mengalihkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke subsidi yang lebih bersifat produktif.Pada kesempatan itu, Jokowi menyampaikan tekadnya yang meski sulit terus dilaksanakan yakni dalam hal pengalihan subsidi BBM. Jokowi mengklaim bila pemerintahannya mengalihkan subsidi BBM senilai Rp 300 triliun per tahun yang konsumtif ke subsidi yang produktif.Jokowi mengaku sudah banyak diingatkan jika menerapkan kebijakan pengalihan subsidi BBM dari konsumtif ke produktif maka popularitasnya akan jatuh. Namun, Jokowi tak menghiraukannya."Tapi, saya sampaikan bahwa itu risiko sebuah keputusan," tegasnya.SBY pun membalas meminta Jokowi fokus saja bekerja dengan pemerintahannya saat ini. Menurutnya, banyak masalah bangsa yang butuh perhatian daripada sekadar mengkritik pemerintahan di masa lalu."Fokus saja kepada Pak Jokowi, dan tidak perlu lagi menyalahkan pemerintahan pendahulunya, termasuk kepemimpinan saya dulu," katanya.SBY berharap agar pemerintahan Jokowi- JK bisa melanjutkan hal-hal yang belum sempat selesai pada masa pemerintahannya, dan memperbaiki hal-hal lainnya yang belum sempurna untuk kebaikan dan kepentingan bangsa Indonesia.
Persoalan 'sarang mafia migas' Petral
Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku sangat terkejut dengan pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said di media massa. Hal itu terkait pernyataan Sudirman yang menyebut pembubaran Petral di era kepemimpinan SBY kerap berhenti di meja presiden."Saya amat terkejut dengan pernyataan Menteri ESDM Sudirman Said yang menyerang dan mendiskreditkan saya, ketika menjadi Presiden dulu. *SBY," demikian kicau SBY dalam akun Twitter @SBYudhoyono, Senin (18/5) malam.SBY berharap Sudirman Said memberikan klarifikasi atas apa yang dimaksud. Sebab, SBY mengaku saat masih menjadi presiden menginginkan penyimpangan apapun diberantas."Saya bahkan membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, yang hakikatnya memberantas kejahatan dan penyimpangan apapun. *SBY*," katanya."Tidak ada yang mengusulkan ke saya agar Petral dibubarkan. Saya ulangi, tidak ada. Kalau ada pasti sudah saya tanggapi secara serius. *SBY*," katanya.Ketua Umum Partai Demokrat ini mengaku tertib dalam manajemen pemerintahan. Isu serius seperti mafia migas, pasti akan diresponsnya. Karenanya, kata SBY, tidak mungkin usul pembubaran Petral di era kepemimpinannya berhenti di mejanya."Hari ini saya berbicara dengan mantan Wapres Boediono dan 5 mantan menteri terkait, apakah memang pernah ada usulan pembubaran Petral. *SBY*.""Semua menjawab tidak pernah ada. Termasuk tidak pernah ada 3 surat yang katanya dilayangkan oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan waktu itu. *SBY*," kata SBY.Pihak Pertamina sendiri mengungkapkan Menteri BUMN zaman SBY, Dahlan Iskan lah yang terus mendorong agar Petral dibubarkan. "Pada waktu itu memang dorongan itu lebih banyak dari Dahlan Iskan," ujar VP Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro kepada wartawan di Jakarta, Selasa (19/5).
Persoalan utang asing
Pada April lalu, Presiden Joko Widodo dan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tengah bersitegang. Penyebabnya ialah pernyataan Presiden Jokowi menyebut Indonesia masih berutang pada lembaga keuangan internasional, seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Asian Development Bank (ADB) mengusik ketenangan pendahulunya.Masalah ini bermula dari pidato Presiden Jokowi dalam acara Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika yang mengeritik keras keberadaan lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, IMF, dan ADB. Pidato ini ditangkap oleh sejumlah kalangan bahwa Jokowi memulai sikap anti terhadap keberadaan lembaga keuangan tersebut.Namun, Jokowi sesaat sebelum bertolak ke Malaysia, sempat menyatakan jika Indonesia tidak anti terhadap keberadaan lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia dan ADB. "Siapa bilang kita anti, kan kita masih pinjam ke sana," katanya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.Mendengar pernyataan Jokowi ini, Susilo Bambang Yudhoyono melalui akun facebooknya, mengoreksi pernyataan Jokowi menyangkut utang Indonesia ke IMF. Menurutnya, Indonesia sudah melunasi seluruh utangnya sebesar USD 9,1 miliar atau setara Rp 117 triliun sejak sembilan tahun silam."Maaf, demi tegaknya kebenaran, saya harus mengatakan bahwa seluruh utang Indonesia kepada IMF sudah kita lunasi pada tahun 2006 lalu atau 4 tahun lebih cepat dari jadwal yang ada," tulisnya. "Sejak itu kita tidak lagi jadi pasien IMF."Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengklarifikasi bahwa pemerintah memiliki utang pada lembaga IMF. Menurut menkeu, Indonesia hanya memiliki dana siaga dari lembaga keuangan internasional untuk menjaga keamanan cadangan devisa Indonesia."Pemerintah Indonesia tidak utang ke IMF. Itu dari Bank Indonesia sebesar USD 2,79 miliar dalam rangka pengelolaan devisa, jadi bukan utang yang harus dibayar," ujar Menkeu Bambang saat ditemui di Kantornya, Jakarta.Menteri Bambang menjelaskan bahwa dana siaga sebesar USD 2,79 miliar sebagai imbalan karena menjadi keanggotaan IMF dan bisa ditarik sewaktu-waktu jika membutuhkan. Hingga saat ini, lanjut Menteri Bambang, bank sentral tidak pernah menarik dana siaga tersebut sehingga tidak menjadi utang untuk Indonesia."Jadi kuota alokasi special drawing rights (SDR) dari IMF untuk semua negara anggota IMF, jadi standby loan (bisa dipakai bisa tidak). Jadi Indonesia masih baik dan tidak usah dipakai. Ini fasilitas ke semua anggota," tuturnya.Kembali munculnya utang IMF dalam catatan bank sentral karena Indonesia sebagai negara anggota mendapat kuota pinjaman siaga sebesar SDR 1,98 miliar atau setara USD 3,1 miliar. Pada Buku Statistik Utang Luar Negeri April 2015 dari BI, posisi kuota pinjaman IMF yang belum ditarik Indonesia per Februari 2015 sebesar USD 2,8 miliar. (mdk/bim)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Panda yang penasaran akhirnya menemui Hendraman pada esok harinya tanpa memberi tahu kalau bertemu Sudi Silalahi sebelumnya.
Baca SelengkapnyaSusilo Bambang Yudhoyono merespons soal kritikan yang disampaikan kalangan akademisi terkait demokrasi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAgus Harimurti Yudhoyono (AHY) dilantik sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) pada hari Rabu (21/02) lalu
Baca SelengkapnyaSBY meminta AHY untuk bisa menjalin komunikasi dengan baik dengan pemimpin lintas sektor.
Baca SelengkapnyaPertemuan dua tokoh pemimpin bangsa ini dinilai sebuah sejarah dalam perjalanan kepemimpinan Indonesia.
Baca SelengkapnyaDia pun mengingatkan agar Partai Demokrat paham akan soal etika politik.
Baca SelengkapnyaIndonesia diharapkan dapat lebih maksimal dalam berkontribusi terhadap upaya global mengatasi pemanasan bumi.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo atau Jokowi menerima kunjungan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Merdeka Jakarta.
Baca SelengkapnyaMuncul spekulasi tentang kemungkinan Demokrat mendapatkan jatah kursi menteri dalam Reshuffle tahap akhir pemerintahan Jokowi.
Baca SelengkapnyaMenurut SBY, tidak bisa memilih hanya satu di antara ekonomi dan demokrasi dan mengorbankan yang lainnya.
Baca SelengkapnyaPKB mengungkapkan hubungan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri sedang tidak baik-baik saja.
Baca Selengkapnya