Pertamina mengaku rugi Rp 80,5 miliar di 2015 akibat jual Premium
Merdeka.com - PT Pertamina (Persero) mengaku masih menderita kerugian sebesar USD 5,9 juta atau sekitar Rp 80,5 miliar dari bisnis penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium sepanjang 2015. Penjualan bahan bakar RON 88 secara keseluruhan ini mencapai 27,96 juta Kiloliter (KL) atau turun 2 juta KL dari periode tahun sebelumnya sebanyak 29,61 juta KL.
Namun, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan kerugian Pertamina dari penjualan premium semakin mengecil. Pada tahun lalu, kerugian yang tercatat dari menjual Premium untuk penugasan sebesar USD 5,9 juta. Sedangkan, penjualan Solar mengalami untung USD 4,5 juta.
"Kita masih rugi USD 5,9 juta dari penjualan premium penugasan. Tapi angka itu sudah turun dari kerugian yang cukup besar sampai Rp 12 triliun sebelumnya," ujar Dwi di kantor pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (31/5).
-
Apa yang Pertamina turunkan harganya? Pertamina Patra Niaga kembali melakukan penyesuaian turun harga untuk Pertamax Series dan Dex Series.
-
Bagaimana PT Timah mengalami kerugian? 'Penurunan produksi, harga jual menurun itu karena di pasar dunia itu oversupply,' sambung Virsal. Virsal mencatat ada sejumlah negara yang produksinya mengalami peningkatan. Salah satu yang disebut Malaysia karena produksinya mampu bertambah sepanjang 2023 lalu.
-
Pertamina berhasil tekan emisi berapa ton CO2? Tahun 2023, PIS sukses mencatat penurunan angka emisi karbon sebanyak 25.445 ton setara CO2 (CO2e).
-
Apa hasil terbesar Pertamina pada tahun 2023? PT Pertamina (Persero) berhasil membukukan laba total sebesar USD 4,77 miliar atau sekitar Rp 72,7 triliun (asumsi kurs Rp 15.255 per USD).
-
Apa yang naik 90% di Pertamina? Lonjakan tertinggi terjadi pada Pertamax Turbo dengan jumlah 938 kiloliter (KL)/hari, naik 90,7% dibandingkan penjualan normal 492 KL/hari.
-
Kenapa kerugian negara dibebankan ke PT Timah? 'Sehingga kewajiban ini melekat ada di PT Timah,' ujar Febri di Jakarta, Kamis, (30/5).
Menurut Dwi, kerugian tersebut tidak menjadi masalah untuk perseroan. "Masih ada sedikit kerugian di penjualan premium memang, tap tidak apa, tidak masalah kan buat kepentingan masyarakat. Harga Premium kan ditentukan pemerintah," kata Dwi.
Sementara itu, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Ahmad Bambang mengatakan, konsumsi Premium sepanjang tahun lalu baik PSO maupun non PSO mencapai 27,96 juta KL dibanding realisasi 2014 yang sebanyak 29,61 juta KL.
"Jadi konsumsi Premium di 2015 turun 2 juta KL. Penurunan tersebut karena masyarakat mulai beralih mengonsumsi BBM Pertamax yang penjualannya naik menjadi 2,51 juta KL. Pertalite konsumsinya mencapai 373.000 KL sejak Juli sampai akhir tahun lalu," kata Bambang.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebanyak 201 dari total 448 Pertashop yang mengalami kerugian usai harga jual Pertamax dan Pertaliter terpaut cukup jauh.
Baca SelengkapnyaHarga minyak mentah dunia terus menunjukan tren pelemahan hingga USD74,5 per barrel. Meski demikian, penurunan itu tidak diikuti oleh harga BBM Pertamina.
Baca SelengkapnyaPertalite merupakan jenis BBM dengan oktan paling rendah yaitu 90, dengan ciri warna hijau terang.
Baca SelengkapnyaPer 1 November, harga BBM Pertamina mengalami penurunan.
Baca SelengkapnyaPertamina tetap mempertahankan performa keuangan meskipun menghadapi dinamika pasar.
Baca SelengkapnyaDi awal tahun baru ini semua BBM Pertamina non subsidi terpantau mengalami penurunan.
Baca SelengkapnyaKemudian, Pertamax Turbo sebelumnya Rp15.500 per liter kini menjadi Rp15.350 per liter.
Baca SelengkapnyaPenyesuaian ini mengikuti tren fluktuasi harga rata-rata publikasi minyak dunia.
Baca SelengkapnyaHarga minyak mentah dunia saat ini tengah melambung akibat ketegangan geopolitik dunia
Baca SelengkapnyaJenis bahan bakar solar non subsidi juga mengalami penurunan
Baca SelengkapnyaBBM yang dijual di SPBU mulai dari Pertamina, Shell, BP AKR hingga Vivo turut mengalami penurunan harga.
Baca SelengkapnyaLaba bersih ini merupakan laba dari entitas induk. Jika dilihat secara laba keseluruhan, nilainya mencapai Rp72 triliun.
Baca Selengkapnya