Pro Kontra Larangan Ekspor Batubara
Merdeka.com - Pemerintah resmi melarang ekspor batubara sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Hal ini tercantum dalam surat nomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 yang dikeluarkan pada 31 Desember 2021 lalu. Alasan kebijakan ini diambil karena defisit pasokan batubara untuk sektor kelistrikan dalam negeri.
PT PLN (Persero) hingga 31 Desember 2021 masih mengalami krisis pasokan batubara. Persediaan batubara pada PLTU Grup PLN dan Independent Power Producer (IPP) saat ini kritis dan sangat rendah.
"Sehingga akan mengganggu operasional PLTU yang berdampak pada sistem kelistrikan nasional," ujar Ridwan dikutip dari surat tersebut.
-
Apa yang Kemendag lepas ekspornya? Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Didi Sumedi melepas ekspor kosmetik dari Sidoarjo ke Malaysia senilai 7 juta Ringgit Malaysia (RM) atau lebih dari Rp20 miliar, pada Senin.
-
Kenapa Jokowi ingin hentikan penjualan bahan mentah? 'Karena pak Jokowi mengatakan kepada saya, 'mas Bowo mas Bowo Menhan tidak mungkin Indonesia makmur kalau kita jual bahan-bahan kita murah ke luar negeri,' ujar dia.
-
Kenapa bahan-bahan itu dilarang? Mengutip Indy100, Selasa (5/11), badan yang berbasis di Helsinki ini menjelaskan bahwa bahan-bahan tersebut dilarang dalam kosmetik karena telah diidentifikasi sebagai polutan organik persisten atau 'sangat persisten, (sangat) bioakumulatif dan beracun (PBT/vPvB)' yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
-
Mengapa BPH Migas keluarkan regulasi tentang BBM subsidi? Untuk memastikan penyaluran BBM bersubsidi ini tepat sasaran dan tidak disalahgunakan, BPH Migas telah mengeluarkan regulasi mengenai pedoman pembinaan hasil pengawasan kepada penyalur.
-
Dimana larangan itu diterapkan? Dalam laporan yang dikutip dari Android Headlines pada Kamis (14/11), tindakan pelarangan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat dalam perang semikonduktor yang saat ini berlangsung di pasar.
-
Kapan larangan berlaku? Keputusan yang diambil pekan lalu ini membatalkan undang-undang tahun 2004 yang mengatur sekolah-sekolah agama Islam di Uttar Pradesh.
Atas dasar itu, Kementerian ESDM menginstruksikan kepada seluruh pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, dan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian agar tidak melakukan ekspor batubara.
"Para pemilik kontrak dilarang melakukan penjualan batubara ke luar negeri sejak tanggal 1 sampai dengan 31 Januari 2022," tegas Ridwan.
Kebijakan berikutnya, seluruh produksi yang ada wajib dipasok ke PLN dan IPP untuk menjamin pasokan batubara aman. Untuk batubara yang sudah dimuat di pelabuhan atau kapal, diwajibkan segera dikirimkan ke PLTU milik PLN Grup dan IPP.
"Pelarangan ekspor ini akan dievaluasi dan ditinjau kembali berdasarkan realisasi pasokan batubara untuk PLTU Grup PLN dan semua IPP," pungkas Ridwan.
Buntut dari kebijakan ini pun menimbulkan pro dan kontra di kalangan dunia usaha. Pengusaha menilai larangan ekspor ini justru akan merugikan pengusaha.
Rugikan Pengusaha
Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir mengatakan, larangan ekspor batubara ke luar negeri selama Januari 2022, akan memberikan berbagai dampak yang signifikan terhadap industri pertambangan batubara secara umum.
"Larangan ini akan memiliki dampak signifikan terhadap industri pertambangan batubara secara umum, dan aktivitas ekspor batubara secara khusus yang mana saat ini sedang digalakkan oleh Pemerintah sebagai salah penghasil devisa utama bagi negara," kata Pandu dalam keterangan resminya, Minggu (2/1).
Dia menyebut, larangan ini akan mengganggu volume produksi batubara nasional sebesar 38-40 juta MT per bulan. Pemerintah akan kehilangan devisa hasil ekspor batubara sebesar kurang lebih USD 3 miliar per bulan.
Kemudian, Pemerintah akan kehilangan pendapatan pajak dan non pajak (royalti) dan juga berdampak kepada kehilangan penerimaan pemerintah daerah; arus kas produsen batubara akan terganggu karena tidak dapat menjual batubara ekspor.
Kapal-kapal tujuan ekspor, hampir semuanya adalah kapal-kapal yang dioperasikan atau dimiliki oleh perusahaan negara-negara tujuan ekspor. Kapal-kapal tersebut tidak akan dapat berlayar menyusul penerapan kebijakan pelarangan penjualan ke luar negeri.
"Perusahaan akan terkena biaya tambahan oleh perusahaan pelayaran terhadap penambahan waktu pemakaian (demurrage) yang cukup besar (USD 20,000 – USD 40,000 per hari per kapal) yang akan membebani perusahaan-perusahaan pengekspor yang juga akan berdampak terhadap penerimaan negara," ucapnya.
Kebijakan Sepihak dan Tergesa-gesa
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid menyayangkan kebijakan sepihak dan tergesa-gesa yang diambil pemerintah terkait dengan larangan ekspor batubara. Menurutnya saat ini pemerintah Indonesia sedang mencoba memulihkan perekonomian nasional yang sempat limbung dihantam pandemi.
"Pemerintah berupaya memulihkan perekonomian nasional ini tidak sendirian, tapi bersama-sama pelaku usaha. Ada peran penting pelaku usaha dalam memulihkan ekonomi nasional di masa pandemi, jadi kami sangat berharap, setiap kebijakan pemerintah yang berdampak pada dunia usaha dan perekonomian nasional seperti larangan ekspor batubara ini harus dibicarakan bersama," kata Arsjad Rasjid dalam keterangan resminya, Minggu (2/1).
Terlebih lagi saat ini perekonomian nasional sempat mengalami percepatan pemulihan akibat booming komoditas yang sangat dibutuhkan pasar global, salah satunya batubara. KADIN Indonesia melihat, banyak negara yang membutuhkan batubara dalam kapasitas besar dan harga tinggi, untuk menghidupkan kembali industrinya yang sempat mati suri akibat pandemi.
Terkait klaim langkanya pasokan, hasil penelusuran KADIN Indonesia, kata Arsjad, tidak semua PLTU grup PLN termasuk IPP mengalami kondisi kritis persediaan batubara. Selain itu pasokan batubara ke masing-masing PLTU, baik yang ada di bawah manajemen operasi PLN maupun IPP, sangat bergantung pada kontrak-kontrak penjualan atau pasokan batubara antara PLN dan IPP dengan masing-masing perusahaan pemasok.
Teguran Bagi Pengusaha
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan, berpendapat larangan ekspor batu bara yang dikeluarkan Pemerintah, menjadi teguran bagi pengusaha batu bara agar memenuhi komitmen mereka terhadap pasokan Domestic Market Obligation (DMO) dan juga kepentingan nasional.
"Mereka sudah mendapatkan windfall profit yang cukup besar selama kenaikan harga batu bara di tahun 2021 kemarin. Mereka harus melihat kepentingan nasional sebagai prioritas karena menyangkut hajat hidup orang banyak," kata Mamit, dikutip Minggu (2/1).
Diambilnya kebijakan tersebut, merupakan langkah tegas dan cepat Pemerintah dalam larangan ekspor batu bara. Hal ini membuktikan negara hadir dalam memberikan pelayanan energi kepada masyarakat.
"Jika memang kebutuhan batu bara PLN sudah terpenuhi sebelum tanggal 31 Januari 2022 saya kira larangan ini bisa dievaluasi kembali dengan catatan para pengusaha komit dalam memberikan pasokan dalam kepada PLN dan pasokan dalam negeri,” ujarnya.
Selain itu, kebijakan larangan ekspor batu bara yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM dinilai sangat tepat. Jika larangan tidak dilakukan, maka pasokan listrik ke 10 juta pelanggan PT PLN (Persero) akan terganggu akibat defisit batu bara yang dialami pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik BUMN kelistrikan tersebut.
"Jika keandalan PLN terganggu maka saya pastikan akan berdampak kepada masyarakat. Padahal saat ini listrik merupakan kebutuhan primer yang akan berdampak terhadap perekonomian nasional," jelas Mamit.
Pengusaha Dinilai Egois
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, pengusaha batubara egois lantaran menyatakan keberatan dan menolak larangan ekspor batubara yang dikeluarkan oleh Pemerintah melalui Kementerian ESDM.
"Pengusaha batu bara itu berpikir secara egois, karena memang untuk kepentingan ekspor lebih menguntungkan dibandingkan untuk kepentingan dalam negeri. Sehingga kalau dilarang, mereka merasa dirugikan," kata Tulus saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (2/1).
Tulus menegaskan, memang sudah seharusnya seluruh hasil bumi dan kekayaan Indonesia harus digunakan untuk kepentingan di dalam negeri. Sehingga, ketika kepentingan nasional sangat membutuhkan maka yang diutamakan adalah kepentingan nasional.
"Saya kira kebijakan Pemerintah sudah tepat ekspor batubara sebulan ke depan, kalau perlu bukan hanya sebulan ke depan. Tapi kita minta Pemerintah merevisi kebijakan ekspor batubara secara keseluruhan, bahwa ekspor batubara itu ketika dibutuhkan dalam negeri maka perlu dialokasikan," tegasnya.
Indonesia memang merupakan eksportir batubara terbesar di dunia, sementara cadangan di perut bumi Indonesia hanya 2 persen saja dari total cadangan dunia yang dialokasikan untuk kebutuhan dalam negeri.
"Jadi kan ini ironis paradoks, kita sangat khawatir kalau nanti batu bara kita habis karena jor-joran untuk ekspor, maka kita menjadi net-importer batubara, sama halnya kita dulu jor-joran ekspor minyak tahun 1967, sehingga kita sekarang menjadi net importer minyak," ucapnya.
Larangan Pengapalan Ekspor Batubara Sementara
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mendukung adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM terkait pelarangan sementara ekspor batu bara. Dukungan dimaksud berupa diterbitkannya surat larangan sementara pengapalan ekspor muatan batu bara.
Plt Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha menyebutkan, pelarangan sementara pengapalan ekspor muatan batu bara tersebut tertuang dalam surat dengan Nomor UM.006/25/20/DA-2021.
"Surat ini ditujukan kepada para Direktur Utama Perusahaan Angkutan Laut Nasional dan para Direktur Utama Perusahaan Nasional Keagenan Kapal," ujarnya di Jakarta, Minggu (2/1).
Adapun surat tersebut diterbitkan dalam rangka menindaklanjuti surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor B- 1605/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, dengan hal Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum dan surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor B- 1611/MB.05/DJB.B/2021 tanggal 31 Desember 2021, dengan hal Pelarangan Penjualan Batubara ke Luar Negeri.
Sementara itu, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut, Capt. Mugen Sartoto mengatakan, bahwa pihaknya memberikan dukungan untuk larangan pengapalan ekspor batu bara tersebut dengan meminta para Kepala Kantor Kesyahbandaran Utama; para Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Utama; Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam; para Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan; dan para Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
"Untuk tidak menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) terhadap kapal dengan tujuan penjualan batu bara ke luar negeri selama periode 1 Januari s.d. 31 Januari 2022," ujarnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sosialisasi digelar secara hibrida yang dihadiri para eksportir dan pemangku kepentingan.
Baca SelengkapnyaKebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar
Baca SelengkapnyaBPS mencatat, tiga besar negara tujuan ekspor non-migas Indonesia pada Januari 2024 adalah ke negara China, Amerika Serikat, dan India.
Baca SelengkapnyaHal ini dilakukan dalam rangka hilirisasi hasil bumi.
Baca SelengkapnyaSetelah melarang ekspor nikel, pemerintah telah melarang ekspor bauksit mentah ke luar negeri.
Baca SelengkapnyaAirlangga bilang, aturan penempatan DHE SDA (Sumber Daya Alam) telah ditetapkan mulai 1 Agustus 2023.
Baca SelengkapnyaPercepatan transisi energi fosil ke EBT diperlukan untuk mewujudkan target emisi karbon netral atau net zero emission pada 2060 mendatang.
Baca SelengkapnyaPemerintah harus memberi dukungan yang kuat kepada industri baja di Indonesia, termasuk melalui regulasi yang tepat.
Baca SelengkapnyaKetersediaan batu bara yang melimpah menjadikan komoditas ini sebagai penggerak perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaNeraca perdagangan besi baja sempat dikeluhkan, karena nilai impor komoditas itu lebih dominan dibandingkan dengan ekspor.
Baca SelengkapnyaAda beberapa negara yang tak setuju dengan berbagai kebijakan pemerintah Indonesia.
Baca SelengkapnyaLuhut mengatakan, rencana pemerintah menyetop ekspor gas alam dari Indonesia masih menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca Selengkapnya