Pro Kontra Pelarangan Minyak Goreng Curah Beredar di Indonesia
Merdeka.com - Kementerian Perdagangan akan melarang peredaran minyak goreng curah eceran beredar di pasaran mulai 1 Januari 2020. Keputusan ini dikarenakan minyak goreng eceran tak memiliki jaminan kesehatan sama sekali sehingga membahayakan kesehatan masyarakat.
Rencana ini sudah lama diterapkan, namun sempat mundur karena pengusaha tidak siap. Meski demikian, belum diketahui lebih rinci mengenai sanksi untuk pihak yang masih melanggar.
"Kita sepakati per tanggal 1 Januari 2020, seluruh produsen wajib menjual atau memproduksi minyak goreng dalam kemasan dengan harga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dan tak lagi mensuplai minyak goreng curah," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita di Sarinah, Jakarta, Minggu (6/10).
-
Bagaimana Kemendag dorong pasar minyak goreng? Kementerian Perdagangan melalui Atase Perdagangan (Atdag) Kairo terus berupaya menggenjot potensi pasar pengemasan minyak goreng Indonesia di Timur Tengah dan Afrika.
-
Dimana Kemendag genjot pasar minyak goreng? Kementerian Perdagangan melalui Atase Perdagangan (Atdag) Kairo terus berupaya menggenjot potensi pasar pengemasan minyak goreng Indonesia di Timur Tengah dan Afrika.
-
Kenapa Kemendag genjot potensi pasar minyak goreng? 'Kunjungan lapangan tersebut menghasilkan tawaran kerja sama di bidang industri pengemasan minyak goreng Indonesia. Industri pengemasan minyak goreng Indonesia memiliki peluang yang besar untuk dipasarkan di pasar regional Timur Tengah dan Afrika,' ungkap Syahran.
-
Mengapa konsumsi makanan berminyak berbahaya? Namun, konsumsi makanan ini sering dikaitkan dengan tingginya kadar kolesterol jahat (LDL) dalam tubuh, yang dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke.
-
Kenapa minyak goreng jadi keruh? Proses penggorengan, terutama makanan yang bercita rasa, dapat meninggalkan residu pada minyak. Akibatnya, minyak goreng menjadi keruh.
-
Mengapa minyak dianggap musuh kesehatan? Minyak sering kali dipandang sebagai musuh bagi kesehatan, terutama jenis yang mengandung lemak jenuh tinggi, meskipun saat ini ada banyak alternatif minyak sehat yang tersedia di pasar.
Keputusan ini pun mendapatkan beragam pendapat dari berbagai pihak. Berikut pro kontra keputusan pelarangan minyak goreng curah beredar di pasaran.
Tak Pengaruhi Daya Beli
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution menyebut bahwa rencana pemerintah melarang peredaran minyak goreng curah eceran mulai 1 Januari 2020 tak akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Sebab, nantinya yang akan berubah adalah sistem pengemasan.
"Tidak juga. Yang jualan itu tadinya ada minyak curah, nanti ke depan adanya kemasan berarti. Saya juga belum baca, tapi logikanya seperti itu," ujar Menko Darmin saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (8/10).
Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut menambahkan, ke depan masyarakat hanya akan menemukan minyak kemasan di pasaran. Harganya pun akan menyesuaikan harga minyak kemasan. "Kalau kemasan tentu tidak naik. Tapi kan nanti semuanya sudah kemasan," paparnya.
Tak Pengaruhi IKM
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih menyebutkan, kebijakan pelarangan peredaran minyak goreng curah di 2020 tidak akan berpengaruh terhadap Industri Kecil Menengah (IKM). Sebab, produk yang dihasilkan dinilai menjadi lebih berkualitas dibanding olahan dengan minyak curah.
Dia menjelaskan, memang akan ada kenaikan biaya operasional sebab pelaku usaha harus membeli minyak goreng dengan harga yang lebih mahal dibanding minyak curah. Namun hal itu dapat ditutupi dengan cara menaikkan harga produk yang dijual.
Selain itu, kebijakan ini juga disinyalir dapat menggairahkan industri kemasan. Sebab penjualan minyak goreng dalam kemasan bakalan meningkat.
"Justru industri kemasannya jadi makin laku. Jadi ada multiplier effectnya," jelasnya.
Pedagang Ancam Naikkan Harga
Pedagang Nasi Padang Cawang, Martini mengeluhkan keputusan pemerintah tersebut. Selama ini dagangannya menggunakan minyak goreng curah karena harga lebih murah.
"Kita pakai minyak curah karena lebih murah. Kalau dilarang, susah juga ngakalinnya. Kemasan kan nggak tentu harganya, cari yang paling murah juga tetap mahal dia itu," ujarnya saat ditemui merdeka.com di Cawang, Jakarta, Selasa (8/10).
Tak menutup kemungkinan, nasi padang akan naik harga bila pemerintah benar-benar menghilangkan minyak curah. "Bisa naik harganya, karena nggak ada pedagang mau rugi. Kita pun sama. Minyak itu termasuk kebutuhan utama memasak ya. Jadi pasti ada naiknya," kata wanita berusia 45 tahun itu.
Tak hanya Martini, pedagang gorengan di wilayah Tebet, Jakarta Selatan, Sugianto mengatakan keputusan tersebut memberatkan dirinya. Sebab, selama ini dia sudah memakai minyak eceran untuk berjualan.
Jika nantinya peraturan tersebut tetap diterapkan, dia tetap mencari agen yang menjual minyak eceran. Namun jika tidak ada, maka dia akan memakai minyak goreng kemasan, karena tidak ada perbedaan jika menggoreng dengan minyak kemasan ataupun minyak curah.
Saat ditanya apakah akan menaikkan harga gorengan jika keputusan ini diterapkan, dia mengatakan harga gorengan akan naik mengikuti harga pasar. "Saya lihat pasaran yang lain saja (keputusan tukang gorengan lain). Kalau mereka naikkan (harga), saya naikkan juga," jelasnya.
Warga tak Dilarang Gunakan Minyak Goreng Curah
Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita menegaskan bahwa tidak melarang masyarakat untuk dapat menggunakan minyak goreng curah yang berada di pasar. Namun, bagi para pelaku industri, pemerintah ingin agar mereka segera mengisi pasar dengan kemasan sederhana dan mematuhi harga eceran tertinggi (HET) Rp 11.000 per liter.
Dia menjelaskan, tidak ada sama sekali maksud pemerintah untuk mematikan industri rakyat, juga usaha kecil dan menengah yang biasa menggunakan minyak goreng curah. Karenanya, harga minyak goreng kemasan dan ketersediaannya dijamin pemerintah, tidak memberatkan, dan tidak berbeda jauh dengan minyak goreng curah.
Kemasan-kemasan ini juga terdiri dari kemasan yang kecil dan ekonomis, hingga yang besar, mulai dari 200 ml sampai 1 liter. Ditegaskannya, juga tidak akan ada penarikan minyak curah dari pasaran.
"Tidak ditarik (minyak goreng curah). Jadi, per tanggal 1 Januari (2020) harus ada minyak goreng kemasan di setiap warung, juga sampai di pelosok-pelosok Desa," tegasnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Perubahan HET MinyaKita dilakukan karena dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan harga biaya pokok produksi yang terus mengalami perubahan.
Baca SelengkapnyaHarga Eceran Tertinggi Minyakita per liter yaitu Rp15.700.
Baca SelengkapnyaHarga Eceran Tertinggi (HET) Minyakita naik menjadi Rp15.700 per liter.
Baca SelengkapnyaKebijakan kemasan polos ini juga dinilai dapat menciptakan kekhawatiran akan inkonsistensi dalam pandangan Indonesia.
Baca SelengkapnyaHal ini merespons isu kenaikan harga minyak kita akibat kurangnya realisasi domestic market obligation (DMO) oleh produsen.
Baca SelengkapnyaSutrisno Iwantono menilai bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun aturan turunannya, yakni RPMK berpotensi merugikan berbagai pihak.
Baca SelengkapnyaPemerintah bertujuan untuk mendorong peningkatan Domestic Market Obligation (DMO) hanya dalam bentuk Minyakita.
Baca SelengkapnyaDia menilai aturan tersebut sebagai masalah besar karena menitikberatkan pelarangan hanya kepada pelaku usaha perseorangan.
Baca SelengkapnyaHarga jual MinyaKita masih dibanderol di bawah harga penjualan minyak goreng kemasan premium. Hal ini demi menjaga keterjangkauan di masyarakat.
Baca SelengkapnyaDengan adanya pelarangan menjual rokok secara eceran maka pengeluaran masyarakat akan semakin besar untuk membeli rokok.
Baca SelengkapnyaMenurut Menkes, perbincangannya dengan kelompok pelaku usaha sejauh ini positif.
Baca SelengkapnyaKetua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman memandang, bahwa aturan ini seakan-akan menjadikan gula sebagai barang haram.
Baca Selengkapnya