Pungutan dana kelapa sawit USD 50 per ton bakal digugat ke MA
Merdeka.com - Asosiasi Petani Plasma Kelapa Sawit Indonesia (APPKSI) akan mengajukan permohonan uji materiil (Judicial Review) Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit ke Mahkamah Agung (MA). Sebagaimana diketahui, perpres tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Ketua Umum APPKSI MA Muhamaddiyah mengatakan, aturan pungutan USD 50 per ton untuk minyak sawit mentah (CPO) sangat memberatkan petani. Padahal, dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 seharusnya pemerintah menjamin kehidupan dan melindungi petani rakyat.
"Penghasilan kami menurun drastis dan bahkan menyulitkan petani plasma sawit atau petani sawit mandiri untuk membayar kredit bank," ujar dia dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu (14/2).
-
Kenapa kelapa sawit penting untuk perekonomian Indonesia? Kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang penting untuk perekonomian Indonesia dan juga memiliki banyak kegunaan praktis dan kesehatan.
-
Bagaimana kelapa sawit menjadi komoditas ekspor? Pada 1919, komoditas kelapa sawit telah diekspor melalui perkebunan yang berada di pesisir Timur Sumatra.
-
Mengapa petani udang di Kebumen merugi? Hal ini membuat para petani tambak rugi puluhan juta rupiah. Mesin sirkulasi yang seharusnya berfungsi kini dibiarkan karena tak ada lagi air. Sejumlah kolam memang masih beroperasi.
-
Apa masalah yang dihadapi petani? Oh, selamat pagi juga. Masalah saya adalah bahwa ladang ini selalu banjir setiap musim hujan.
-
Dimana daya beli petani Sulut membaik? Daya beli petani di Sulawesi Utara membaik di Bulan Oktober 2023.
-
Apa dampak pelemahan Rupiah terhadap harga kedelai? Harga kedelai impor kembali mengalami kenaikan dan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah. Kondisi ini tentunya sangat memberatkan para pelaku usaha tempe dan tahu.
Dia menambahkan, sejak diberlakukannya pungutan tersebut pengusaha menurunkan harga beli tandan buah sawit (TBS) yang dihasilkan sebagian dari kebun milik petani. Sebelumnya harga TBS Rp 1,2 juta per ton. Kini turun menjadi Rp 500.000 per ton.
Sebagai gambaran, dengan pungutan eksport CPO sebesar USD 50 per ton dibebankan pada TBS petani yang memiliki kebun sawit berumur 5 tahun ke atas, maka pendapatan petani plasma sawit sebesar 16 ton TBS atau 5 ton (untuk memprodukasi 1 ton CPO) menghasilkan 3,2 ton CPO oleh Pabrik Kelapa Sawit.
Pungutan yang dibebankan ke petani sebesar 3,2 ton dikalikan USD 50, yaitu sekitar USD 160. Nilai USD 160 atau Rp 2.240.000 ini mengakibatkan pendapatan petani plasma sawit hanya sekitar Rp 22.400.000 dikurang Rp 2.240.000 adalah Rp 20.160.000 per tahun atau rata-rata per bulannya sebesar Rp 1.680.000.
Beban tersebut mengakibatkan pendapatan kotor petani sawit sebesar Rp 1.680.000 per 2 hektar kebun akan dipotong 30 persen guna membayar kredit bank untuk membiayai pembangunan kebun petani, lalu dipotong biaya upah untuk pengurus kebun yang berlaku saat ini dimulai sekitar Rp 500.000 per bulan dan perawatan sebesar Rp 300.000 per 2 hektar kebun.
"Jadi, penghasilan petani sawit hanya Rp 1.680.000 dikurang Rp 504.000 lalu dikurang Rp 500.000 dan dikurang lagi Rp 300.000 hasilnya Rp 376.000. Dari hitungan tersebut, maka pendapatan bersih petani plasma hanya mendapatkan sebesar Rp 376.000 setiap bulannya," jelas Muhammaddiyah.
"Tentu saja pendapatan sebesar ini sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga petani plasma. Kami memandang, pungutan ini sebagai modus baru perampokan uang rakyat kecil atas nama ketahanan energi," tambah dia.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR RI Edi Prabowo menegaskan akan mendukung langkah yang dilakukan APPKSI. Alasannya, pungutan tersebut tidak hanya akan dibebankan kepada pengusaha, sebab petani dan karyawan akan mendapatkan tekanan yang sama.
"Dalam pandangan saya pungutan itu malah akan membebani petani sawit juga. Pada akhirnya biaya itu akan dibebankan ke petani juga. Seharusnya pemerintah berpikir lebih matang dulu kalo mau membuat aturan," kata Edi.
Dia menyarankan pemerintah melakukan uji publik terlebih dahulu sebelum memberlakukan sebuah aturan. Apabila tidak dilakukan akan terjadi ketimpangan, salah satunya adalah Perpres Nomor 61 Tahun 2015. Bukannya mensejahterakan petani, malah mencekik penghidupan mereka.
"Kalau mau membantu petani sawit, bantulah dengan membuat harga TBS( tandan buah segar) stabil. Sehingga ada kepastian harga buat petani. Karena ini menjadi tugas utama pemerintah untuk menjamin harga sawit, tapi kami lihat alih-alih untuk menjaga harga malah menggunakan pungutan, itu malah akan menghambat. Dan akan menyulitkan rakyat," pungkas dia.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kinerja industri kelapa sawit di Indonesia tak sebaik dari tahun kemarin.
Baca SelengkapnyaPresiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin rapat di Istana Negara untuk membahas sejumlah isu penting terkait kebijakan sawit di Indonesia.
Baca SelengkapnyaHarga cabai merah turun seiring hasil panen yang melimpah di Boyolali.
Baca Selengkapnya"Mereka cerita apa tolong kami pak, karet kami harganya hancur sudah, pupuknya mahal, obat-obatanya mahal," kata Ganjar
Baca SelengkapnyaPermasalahan lainnya, petani di Indonesia masih sulit untuk memperoleh fasilitas kredit oleh lembaga perbankan.
Baca SelengkapnyaMusim kemarau panjang yang terjadi berpotensi menganggu panen sawit di perkebunan.
Baca SelengkapnyaJika sebelumnya harga beras berada di kisaran Rp 8.000 per liter, kini melonjak menjadi Rp 10.000 per liter.
Baca SelengkapnyaDi panen ini, mereka hanya menerima nominal amat kecil yakni Rp700 per kilogram. Ini jauh dari pendapatan saat harga normal, di kisaran Rp4.000 per kilogram
Baca SelengkapnyaKepala Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II, Etty Rachmiyanthi memberikan penjelasan. Menurutnya, ada beberapa poin yang harus disampaikan.
Baca SelengkapnyaKemarau panjang membuat petani padi di berbagai daerah terancam gagal panen.
Baca SelengkapnyaPemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai sebesar 5,9 persen menjadi Rp244,198 triliun.
Baca Selengkapnya