Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pungutan liar di daerah sulitkan ekonomi dan pengusaha

Pungutan liar di daerah sulitkan ekonomi dan pengusaha Ilustrasi Ekspor Impor. ©2014 Merdeka.com

Merdeka.com - Direktur Keuangan Negara dan Analisa Moneter Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Sidqi Lego Pangesthi Suyitno, meminta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menghapus pungutan-pungutan liar yang selama ini kerap menjadi masalah dalam biaya logistik di dalam negeri. Langkah ini diharapkan bisa menekan inflasi nasional dan menghilangkan disparitas harga.

Sidqi mengungkapkan, salah satu cara untuk menekan inflasi adalah dengan menghilangkan ekonomi biaya tinggi yang terjadi di Indonesia. Ekonomi biaya tinggi tersebut salah satunya disebabkan oleh pungutan-pungutan antar wilayah sehingga membuat tingginya biaya logistik di Indonesia.

"Ekonomi biaya tinggi yang harus ditekan, contohnya biaya lintas kabupaten itu bisa sampai 2-3 jenis, itu bisa 30 persen-40 persen dari cost (logistik), kalau itu dihapus saja," ujarnya di Jakarta, Selasa (1/3).

Orang lain juga bertanya?

Pungutan yang ada selama ini dinilai sudah mendarah daging sejak zaman Belanda. Menurutnya, pungutan tersebut dilakukan untuk mempersulit bisnis pengusaha masyarakat pribumi.

"Itu revolusi mental. Ini kan peninggalan Belanda, bahwa pribumi tidak boleh maju, mau berusaha dipersulit. Di era saat ini pungutan tersebut sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan." kata dia.

Sidqi mengakui, pungutan yang dilakukan oleh dinas di daerah tidak memberi kontribusi besar pada penerimaan. Dia menilai pungutan tersebut banyak yang masuk ke kantong pribadi para pelayan publik.

"Sebenarnya tinggal Pak Jokowi perintah ke menteri dalam negeri, perintah gubernur dan bupati supaya tidak ada lagi pungutan itu. Toh PAD (pendapatan asli daerah) juga tidak banyak sumbangannya ke APBD, itu kan hanya masuk kantong pribadi. Kalau tidak mau, Pak Jokowi kan bisa bilang sudah kita kompensasi dengan dana desa. Setiap kabupaten dapat Rp 100 miliar, tiap provinsi dapat Rp 1 triliun, itu kan kompensasinya. Jadi tidak perlu lagi anda mungut-mungut," jelasnya.

Kendati demikian, di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ini, faktor logistik juga dinilai menjadi salah satu modal Indonesia agar bisa bersaing dengan negara lain. Sebagai contoh Filipina, meski ketersediaan infrastrukturnya lebih buruk dari Indonesia namun negara tersebut mampu menekan biaya logistiknya dengan cara meniadakan pungutan.

"Di MEA, lintas negara tidak boleh di pungut. Tapi kita lintas kabupaten malah ada pungutan. Kita janji dengan orang lain 'Oke anda tidak kita pajakin masuk ke sini', sementara lintas kabupaten kena, harus dicabut seperti itu. Pilihan policy itu ada, tinggal mau atau tidak. Kalau MEA mulai kita sudah kompetitif. Kalau bisa juga suku bunga diturunkan, bisa lebih murah dari harga sekarang. Filipina bisa, kenapa kita tidak bisa, infrastrukturnya lebih jelek dari kita," tutupnya. (mdk/idr)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Analisis: Judi Online Membahayakan Ekonomi Nasional
Analisis: Judi Online Membahayakan Ekonomi Nasional

Judi online membuat korban nekat melakukan hal di luar nalar

Baca Selengkapnya
VIDEO: Tegas Presiden Jokowi Sentil Kepala Daerah Soal Turis Kena Pungli Sampai Rp500 Miliar
VIDEO: Tegas Presiden Jokowi Sentil Kepala Daerah Soal Turis Kena Pungli Sampai Rp500 Miliar

Presiden Jokowi mendapat kabar masih ada turis yang membayar iuran atau pungli, dengan alasan pemeliharaan alam

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Beberkan Alasan Masih Banyak Pemda Andalkan Dana Transfer dari Pemerintah Pusat
Sri Mulyani Beberkan Alasan Masih Banyak Pemda Andalkan Dana Transfer dari Pemerintah Pusat

Terbatasnya pendapatan tersebut dipengaruhi masih rendahnya kekuatan pajak daerah (local taxing power) di sebagian besar daerah.

Baca Selengkapnya
Ini Dampak Buruk yang Terjadi Jika Kepala Daerah Dipilih DPRD
Ini Dampak Buruk yang Terjadi Jika Kepala Daerah Dipilih DPRD

Tingginya biaya politik menjadi dalih pejabat partai politik hingga eksekutif, untuk melanggengkan wacana pemilihan kepala daerah oleh DPRD.

Baca Selengkapnya
Miris! Gara-Gara Ini Pendapatan Petani di Indonesia Kurang dari Rp16.000 Sehari
Miris! Gara-Gara Ini Pendapatan Petani di Indonesia Kurang dari Rp16.000 Sehari

Situasi ini sudah berlangsung lama, terutama sejak kebijakan pemerintah yang tidak lagi mendukung sektor pertanian pascareformasi.

Baca Selengkapnya
VIDEO: PDIP Kritik Keras Proyek Food Estate Jokowi Sebut Bagian dari Kejahatan Terhadap Lingkungan
VIDEO: PDIP Kritik Keras Proyek Food Estate Jokowi Sebut Bagian dari Kejahatan Terhadap Lingkungan

Hasto Kristiyanto mengkritik keras soal proyek lumbung pangan atau Food Estate yang berada di bawah Kementerian Pertanian dan Pertahanan.

Baca Selengkapnya
DPR Beberkan Masalah-Masalah IKN yang Bikin Sulit Tarik Minat Investor
DPR Beberkan Masalah-Masalah IKN yang Bikin Sulit Tarik Minat Investor

DPR menilai IKN tetap sulit menarik minat investor karena masalah utama bukan pada pergantian pejabatnya, tetapi dasar kebijakan yang keliru

Baca Selengkapnya
Said Abdullah: Orang Miskin Bukan Kendaraan Politik
Said Abdullah: Orang Miskin Bukan Kendaraan Politik

Said Abdullah, menginginkan fenomena bansos di ajang Pemilu ini tidak lagi terjadi.

Baca Selengkapnya
Mendagri: Ada Anggaran Stunting Rp10 Miliar, Habis Cuma Buat Rapat Rp6 Miliar
Mendagri: Ada Anggaran Stunting Rp10 Miliar, Habis Cuma Buat Rapat Rp6 Miliar

Mendagri Tito Karnavian menyayangkan bahwa ada program stunting di daerah dengan anggaran Rp10 miliar, tetapi sampai ke rakyat cuma Rp2 miliar.

Baca Selengkapnya
Pemkab Garut Pentingkan Anggaran Dinas Luar Negeri Ketimbang Bansos Atasi Kemiskinan
Pemkab Garut Pentingkan Anggaran Dinas Luar Negeri Ketimbang Bansos Atasi Kemiskinan

KPK heran mengapa Pemkab mementingkan perjalanan dinas yang tidak bisa mengentaskan kemiskinan.

Baca Selengkapnya