Rajin impor, pertumbuhan industri Indonesia tak berkualitas
Merdeka.com - Pertumbuhan sektor Industri di Indonesia selama tiga tahun terakhir dinilai cukup baik. Pertumbuhan tersebut bahkan selalu di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Saat ini kontribusi sektor industri terhadap perekonomian nasional mencapai 20 persen lebih. Namun demikian, pertumbuhan sektor industri masih dianggap belum berkualitas.
"Salah satu ukuran pertumbuhan industri belum berkualitas yaitu masih banyaknya impor bahan baku," ujar Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun dalam diskusi di Jakarta, Senin (14/4).
Alex menjelaskan 90 persen bahan baku yang dibutuhkan sektor industri tidak dapat dihasilkan dari dalam negeri. Akibatnya, angka importasi untuk bahan baku semakin membesar. "Semakin tinggi industri kita, maka sebanding dengan jumlah impor kita," kata dia.
-
Kenapa impor tekstil dari China meningkat? Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan menyebut perang dagang antara kedua negara itu menyebabkan over kapasitas dan over supply di China, yang justru malah membanjiri Indonesia.
-
Apa dampak baju bekas impor? Meski memiliki dampak negatif, baik dari segi kesehatan dan perekonomian, aktivitas thrifting masih digemari sebagian masyarakat.
-
Apa yang mendorong peningkatan produksi? Peningkatan permintaan baru menjadi salah satu faktor utama yang mendorong aktivitas produksi.
-
Mengapa produksi sangat penting? Tanpa produksi, dunia yang kita kenal tidak akan ada, dan pembangunan ekonomi akan stagnan.
-
Apa aja produk tekstil impor yang Kemendag selidiki? Produk-produk tersebut di antaranya pakaian dan aksesori pakaian, kain, tirai, karpet, benang stapel, filamen benang (yarn), ubin keramik, evaporator kulkas dan pembeku (freezer), baja, kertas, lysine, pelapis keramik, dan plastik kemasan.
-
Gimana caranya baju bekas impor masuk ke Indonesia? Baju bekas impor paling banyak diselundupkan dari Malaysia ke wilayah pesisir timur Pulau Sumatera di Selat Malaka. Rute penyelundupan pakaian bekas impor kebanyakan berasal dari Port Klang Malaysia, tetapi asalnya dari negara maju dan 4 musim, yang cenderung selalu berganti model dan jenis baju. Akibatnya banyak baju yang terbuang.
Ketergantungan impor terhadap bahan baku harus segera dikurangi. Jika tidak, maka Indonesia akan semakin menjadi incaran negara-negara produsen dan sektor industri tidak pernah dapat mandiri.
"Kita tidak anti impor. Tetapi jika impor 90 persen sangat berbahaya," terang Alex.
Alex memberikan contoh terkait dengan penyediaan garam nasional. Menurut dia, sebagian besar kebutuhan garam nasional masih mengandalkan impor. "Padahal, kalau garam di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat digenjot, bisa swasembada kita," pungkas dia. (mdk/idr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Diharapkan ada realisasi investasi dari pengusaha di luar negeri.
Baca SelengkapnyaDengan murahnya barang impor itu, banyak pelanggan beralih. Alhasil, semakin banyak produk impor yang masuk ke Indonesia berdasarkan pada permintaan tadi.
Baca SelengkapnyaTren deindustrialisasi ditandai dengan kecenderungan pelaku usaha yang memiliki modal enggan untuk berinvestasi.
Baca SelengkapnyaBicara pakaian bekas, Indonesia jadi tempat 'buangan' seperti Nigeria. Kok bisa?
Baca SelengkapnyaKhusus industri minuman, Kemenperin menargetkan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) bahan baku menjadi 25 persen.
Baca SelengkapnyaHarga produk impor lebih murah dengan kualitas yang hampir setara, membuat produk lokal kalah saing di pasar dalam negeri.
Baca SelengkapnyaMenurutnya banyak barang impor masuk ke Indonesia dengan kualitas buruk
Baca SelengkapnyaAda selisih sebesar USD2,94 miliar atau sekitar Rp43 triliun ini menunjukkan adanya impor yang tidak tercatat oleh BPS.
Baca SelengkapnyaSri Mulyani menyebut anjloknya kinerja tekstil domestik dan PHK massal akibat dari serbuan barang impor.
Baca SelengkapnyaMasuknya barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) menghambat pertumbuhan pasar dalam negeri.
Baca SelengkapnyaProduksi pipa baja seamless untuk industri migas di dalam negeri, sudah mencapai 500.000 ton per tahun.
Baca SelengkapnyaIlham mengulas, sebelumnya ada sebanyak 5 ribu perusahaan di Jabar, tersisa saat ini tinggal 60 persen saja.
Baca Selengkapnya